Chapter 11 (NC)

Mulai dari awal
                                    

"Aku tidak peduli," dinginnya menarik Jihoon keluar dari pintu itu, menjauh dari hadapan pria itu.

Pria itu menarik tangan Jihoon yang satunya dan melayangkan tinjunya pada sosok yang baru saja datang itu.

Dengan cekatan, sosok itu menahan tinjunya dan membalasnya hingga pria itu tidak bisa berdiri untuk waktu yang agak lama.

"Ayo keluar dari sini!" serunya menarik tangan Jihoon.

Jihoon mengikutinya. Ia percaya sosok ini memang akan membawanya keluar siapapun dia.

Siapapun dia.

Apakah Jihoon mengenalnya?

Jihoon belum sempat melihat wajahnya sejak tadi.

Semua penjaga yang menghalangi jalan sudah dikalahkan olehnya. Perjalanan mereka keluar menjadi lebih mudah.

Jihoon tiba-tiba saja berhenti berlari. Ia terlalu lelah untuk melakukannya.

"Kau tidak apa?" tanya sosok itu langsung berbalik memandangi Jihoon.

Jihoon tidak menjawab apapun. Ia hanya memegangi kakinya yang sudah tidak kuat berlari.

Sosok itu langsung menggendong Jihoon dan berlari menyusuri lorong. Mereka harus cepat keluar dari sana sebelum terlambat.

Jihoon tidak banyak bergerak. Ia sibuk dengan rasa sakitnya.

Sosok itu membawanya keluar dari sana. Jihoon memejamkan kedua matanya sejenak berharap rasa sakitnya akan segera hilang.

Ia membuka matanya kembali dan melihat wajah sosok itu.

Bukankah dia...

Dia tidak asing.

"Kim Mingyu..." lirihnya.

Sosok itu berhenti berlari dan memandangi Jihoon. Jihoon bisa melihat wajahnya dengan jelas sekarang.

"Bukan," balasnya menanggapi lirihan Jihoon.

"Lalu.."

Jihoon mendengar suara langkah kaki mendekati mereka. Dengan segera sosok membawanya bersembunyi di balik dinding.

Langkah kaki itu untungnya hanya lewat saja, tidak menghampiri mereka.

"Kwon Soonyoung, aku bukan Kim Mingyu," bisiknya.

***

"Dia sedang bersama Soonyoung sekarang," ujar Mingyu.

Wonwoo masih berdiam diri di pelukan Mingyu.

"Kau melihatnya? Apa dia baik-baik saja?" tanya Wonwoo cemas.

Mingyu terdiam.

Jihoon tidak baik-baik saja. Tidak akan pernah.

"Apa dia baik-baik saja?" tanya Wonwoo lagi.

"Kurasa begitu," bohong Mingyu.

Mingyu juga tidak melihatnya. Ia hanya mengingat masa depan Jihoon.

"Aku lega dia sudah kembali," ujar Wonwoo lega.

Mingyu hanya tersenyum dari belakang.

Ia tahu kebohongannya ini akan berdampak besar.

***

Soonyoung menggendong Jihoon hingga sampai di apartemennya. Soonyoung masih mengingat jalannya dengan jelas.

Jihoon terbangun dari tidurnya karena Soonyoung berhenti berjalan. Ia melihat tas yang kemarin dibawanya masih tergeletak di depan pintu.

Jihoon menepuk pundak Soonyoung, kode agar ia menurunkannya.

Soonyoung menurunkan Jihoon dari punggungnya.

Jihoon mengambil tasnya dan mengecek isinya. Ponsel, dompet, kunci apartemen, semuanya masih lengkap di dalam sana.

Soonyoung mengambil kunci apartemen dari dalam tas Jihoon dan membuka pintu apartemennya.

"Sebaiknya kau masuk," suruh Soonyoung mempersilakan Jihoon masuk.

Jihoon perlahan berjalan memasuki pintu itu sementara Soonyoung mengikutinya dari belakang dan mengunci pintunya agar tidak ada yang masuk.

Jihoon terduduk di lantai seketika itu juga. Ia menangis sejadi-jadinya.

"Appa... maafkan aku tidak bisa menjaga diriku sendiri..."

Soonyoung tidak tahu apa yang harus ia katakan.

"Appa... aku kotor... aku sangat kotor..."

Ingin sekali Soonyoung mendekap sosok di hadapannya ini. Ia tidak ingin melihatnya menangis.

Tidak.

Tidak lagi.

Dan ia melakukannya.

Soonyoung berlutut di lantai dan membawa Jihoon dalam dekapannya. Air mata Jihoon terus mengalir, membasahi tangannya.

"Gwaenchanayo."

***

Keesokan paginya, Jihoon sudah menemukan dirinya terbaring di atas ranjangnya dengan selimut menutupi tubuhnya.

Ia memandang ke seluruh penjuru ruangan, mencari keberadaan seseorang.

Soonyoung ternyata sedang berbaring di samping ranjangnya.

Jihoon mengusap rambut Soonyoung sejenak dan menarik selimutnya agar menutupi Soonyoung.

"Terima kasih."

***

Wonwoo mendapat libur akhir minggunya lagi. Ia tidak memutuskan untuk pergi keluar rumah haru itu.

Ia hanya ingin bersantai di rumah setelah apa yang terjadi.

Kemarin ia baru saja menjenguk Jihoon dan dia kelihatan baik-baik saja. Wajahnya hanya tampak lelah.

Wonwoo juga melihat Soonyoung di apartemen Jihoon. Mungkin dia sudah berada di sana sejak malam sebelumnya.

Entah apa yang dilakukannya di apartemen Jihoon tapi Wonwoo rasa Jihoon tidak mempermasalahkannya.

Wonwoo duduk di depan televisi sambil menonton siaran berita pagi.

"Saya turut berduka cita atas kematian Saudara Lee Kihoon."

Pria di dalam televisi itu menyebut nama ayah Jihoon.

Siapa dia?

"Sebagai CEO baru perusahaannya, saya harap bisa melanjutkan harapan dan cita-cita beliau."

Wonwoo menyipitkan kedua matanya dan membaca nama pria itu.

Han Yongbin.

Wonwoo belum pernah mendengar nama itu.

"Jihoon... Apa mungkin ia lama menghilang karena ini?"

"Saya juga akan mempercepat pernikahan saya dengan anak beliau, Lee Jihoon."

Wonwoo tertegun mendengarnya.

Jihoon menikah dengannya? Dengan pria itu?

"Saya harap perusahaan bisa pulih dengan cepat.

***

Jihoon meringkuk di sudut kamar apartemennya.

Ia benar-benar merasa hancur sekarang. Setelah telepon yang masuk di ponselnya beberapa menit yang lalu.

Setelah siaran berita di televisi beberapa detik yang lalu.

Jihoon menjambak rambutnya kesal. Air matanya terus mengalir sekarang.

"Appa... apa hidupku harus sehancur ini?"

***

To be continued.

[√] Evening Kiss: Do you know me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang