Sany memukul bahu Maizi, "tadi ajah dia tuh mau ribut sama Efforst lo, Pris. Maizi kayanya mau jadi preman nih!" kata Sany dan ternyata aku baru sadar, bahwa tadi itu Maizi sedang menatap Efforst yang berada di belakang ku

Pandangan kami teralihkan ketika Ramona yang baru saja datang selepas pergi ke toilet tadi, poninya basah dan berantakan, matanya pun merah juga lebam seperti habis menangis, hidungnya berwarna merah. Pemandangan yang sangat langka sekali!

Ramona segera duduk di tempatnya yang berada di samping Maizi, aku dan Sany tak lupa dengan Maizi, saling menatap satu sama lain. Sany memberikan isyarat pada Maizi, tak berapa lama kemudian Maizi berjalan mendekati Ramona

"hay Mon? Pulangnya barengkan?" tanya Maizi ramah sekali, Ramona hanya tersenyum simpul dan mengangguk, sedari tadi Ramona menunduk tanpa ekspresi, jangan-jangan dia....

Bel pulang berdenting, aku dan Sany pulang duluan sedangkan Maizi masih menunggu Ramona yang saat ini berjalan sangat lambat kaya keong kelaparan

Maizi POV

Selama diperjalanan pulang kami terdiam, "Mon, kamu kenapa sih? Aku jadi khawatir, kalau ada masalah curhat ajah sih, ngga papa ko" kata ku panjang lebar

Betapa bahagianya aku ketika Ramona menoleh pada ku, tapi ekspresinya sangat aneh, seperti orang terkena depresi berat. "aku takut sama Priskiyah, Zi" ucapnya yang membuat ku terbelalak dan segera meminggirkan mobil

Aku menoleh kearahnya, namun Ramona masih tertunduk bahkan saat ini air mata mulai menuruni pipinya, "aku ngga nyangka kalau Priskiyah dan Sany yang melakukan semua ini" katanya sambil menggenggam rok selututnya dengan keras

Ramona menoleh ke arah ku dan mulai berbicara kembali "mereka udah ngebunuh Zifna dan menuduh ku sebagai pelakunya, tapi.. Tapi aku yakin ada kesalah pahaman dan aku ngga bisa kelarin masalah ini, Zi! Aku cape, Zi.." sambil menangis tersedu-sedu Ramona mengatakannya

Aku melepaskan sabuk pengaman ku dan duduk agak mendekat ke Ramona, ku peluk Ramona dan mengusap bahu juga belakang kepalanya, aku yakin bukan Sany dan Priskiyah pelakunya, pasti ada pelaku yang sesungguhnya yang sudah merencanakan semua ini! Batin ku

Ku peluk erat tubuh Ramona dan ku cium puncak kepalanya, Ramona segera mendongak dan menghentikan tangisannya, "aku akan membantu mu menemukan pelakunya!" ucap ku dan Ramona hanya tersenyum simpul lalu menutup kedua matanya, ku tangkup wajah Ramona dengan kedua telapak tangan ku, ku cium keningnya dengan lembut saat aku ingin mendekati bibir merah mudanya, Ramona membuka matanya dan tersenyum tulus lalu segera menjauhkan diri dari ku

Ku kendari mobil ku menuju rumah Ramona, "makasih ya, Zi" tukas Ramona dengan lemah lembut, aku hanya tersenyum lalu segera meninggalkan halaman rumah Ramona

Ramona POV

"Aku pulang!" ucap ku dan disambut oleh kakak, "dek! Kamu matanya ko kaya habis nangis satu abad gitu sih?" kakak rese banget sih! Aku hanya cemberut dan segera menuju ke kamar ku

Saat aku menaiki tangga, ku dapati beberapa serpihan guci yang waktu itu pecah entah karena ulah siapa, di serpihan itu terdapat setetes darah yang agak membeku, aku segera menyimpannya dan melanjutkan pergi ke kamar ku tercinta

Flashback

"sebenarnya waktu itu aku melihat Priskiyah dan Sany yang sedang menyiksa Zifna di toilet perempuan, Zifna masih memakai seragam sekolah dan membawa beberapa buku" ucap Efforst pada ku saat bertemu di perpustakaan beberapa waktu lalu

Flashback off

Sepertinya ada yang ganjil dengan perkataan yang Efforst ucapkan waktu itu, toilet perempuan, buku, dan serpihan kaca ini. Aku harus mencari tahu yang sebenarnya!

BULLY (Terror In School)√Where stories live. Discover now