11 rasa rindu

72 6 0
                                    


"Besok Genta, jangan sampai lupa."

Genta melengos pergi begitu saja dari hadapan Bu Irene yang kini sedang geleng-geleng. Lagi-lagi bu Irene menyuruhnya ikut kegiatan organisasi  dan lagi-lagi Genta menolak.

Cowok itu bergegas pergi ke parkiran, mengambil motor dan melajukannya keluar area sekolahan.

Hari ini cukup mengesalkan bagi Genta. Selain karena Yogi menghabiskan kuota internet nya, tapi juga karena bu Irene.

Genta mengentikan motornya tepat di depan gerbang rumah yang terbuka lebar. Mungkin saat pulang tadi, Ginny lupa menutup gerbang. Tanpa berpikir panjang Genta membawa motornya masuk kedalam garasi rumah. Namun dahinya seketika mengernyit saat menemukan dua mobil yang terparkir disana. Genta tahu jelas bahwa mobil putih itu milik Ginny, namun mobil disampingnya membuat Genta bertanya-tanya.

"Ada tamu," gumamnya saat memilih keluar dari garasi dan bejalan menuju pintu utama.

Baru saja Genta akan memegang kenop pintu ketika pintu itu malah terbuka dan menampilkan sosok Ginny dengan pipi basah akibat airmata. Genta mengernyit  ketika Ginny hanya meliriknya sekilas dan memilih untuk pergi namun dengan cepat ia tahan.

"Lo kenapa, marahan sama bang Dimas?" tanya Genta. Jika tangisan Ginny disebabkan oleh Dimas, Genta siap memberikan pelajaran kapan saja namun lagi-lagi Genta mengernyit bingung saat Ginny menggelengkan kepalanya.

Genta memegang kedua bahu Ginny, lalu menatap kakaknya itu dengan sorot meminta penjelasan atas alasan kenapa dia menangis.

"Gue nggak apa-apa,"

"Pasti ada apa-apa dibalik tangisan lo itu, Gin." Genta merangkul Ginny. "Kita makan siang dulu, abis itu lo bisa cerita sama gue. Lo laper kan?"

Tangan yang berada di pundakknya diturunkan perlahan lalu Ginny menatap Genta sendu. "Mami, papi ada didalem. Gue nggak mau berada di antara orang yang nggak sayang sama kita."

"Hah?" seketika senyuman sumringah terbit di wajah Genta. Ia sangat merindukan mereka, namun beda halnya dengan Ginny gadis itu justru malah menangis.

"Lo masuk aja jangan peduliin gue, gue mau cari angin."

Genta menyipitkan matanya, seolah menuntut hal yang lebih spesifik dari kata-kata Ginny.

Ginny menyeka airmatanya. "Gue mau jalan-jalan di sekitaran kompleks aja kok, nggak bakal jauh apalagi sampai kabur."

Setelah mendapat anggukan dari Genta, Ginny pergi dengan tujuannya hanya untuk jalan-jalan. Benar saja, gadis itu bahkan tidak membawa mobilnya dan memilih berjalan kaki keluar dari area rumahnya. Melihat itu Genta langsung mengambil langkah seribu memasuki rumahnya.

Didapatinya dua orang yang sangat ia rindukan sedang duduk disofa, namun fokus Genta jatuh kepada Maminya yang sedang menangis di pelukan Papi.

"Mami-Papi," gumam Genta. Keadaan yang begitu hening mampu membuat kedua orang itu menoleh ke arah Genta yang saat ini tengah berjalan mendekat.

"Genta," raung Mami ketika Genta duduk disampingnya. Wanita itu bahkan memeluk putranya dengan erat dan memberi beberapa ciuman di pucak kepala anaknya. Begitupula dengan Papi yang sama halnya dengan Mami.

"Duduk sini sayang." ucap Mami memberi tempat agar Genta duduk di antaranya dengan suaminya.

"Mami kangen kamu," ucap Mami dengan bahagianya. Bahkan tangisan yang sempat Genta lihat tadi ketika masuk sudah hilang.

"Jagoan Papi udah makin keren aja nih," Papi mengacak-acak rambut Genta gemas.

"Iyalah. Ini karena gen papi yang menular banyak ke Genta." sahutnya membuat orangtua nya terkekeh.

Feeling✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang