8. Thanks, Tiang listrik.

81 10 0
                                    

Setelah usai latihan basket, Angga menghampiri Hanny yang duduk di kursi tribun penonton gor basket yang menjadi fasilitas di sekolah ini memang terbilang mewah dan elit.

Angga duduk tepat di sebelah Hanny,  laki-laki itu mengerenyit heran ketika melihat raut wajah pacarnya penuh dengan tatapan kosong. Entah apa yang Hanny pikirkan saat ini hingga membuat perempuan itu melamun. Tidak biasanua Hanny terlihat lesu dan tak berbobot seperti ini.

Angga menyentuh bahu Hanny pelan, membuat perempuan itu mengerjap kaget. Hanny menoleh dan melemparkan senyum cerianya ke arah laki-laki yang entah sejak kapan duduk di sebelah nya itu. Begitu mudahkah perempuan itu mengubah ekspresinya.

"Jam terakhir nanti kamu belajar gak" tanya Hanny.

"Kayak nya enggak deh, soalnya tadi pagi aku udah kasih surat dispensi ke wali kelas. Beberapa hari lagikan pertandingan sama SMA pelita Jaya," jawab Angga.

Hanny mengangguk. Perempuan itu menyodorkan satu botol air mineral ke tangan Angga yang langsung di sambut dengan senang hati oleh laki-laki itu.

"Semangat ya," ucap nya dengan senyuman lebar.

Angga mengangguk seraya membuka tutup botol air mineral yang tadi di sodorkan pacarnya, meneguk nya hingga tandas dan tak tersisa.

Laki-laki itu melirik Hanny. "Sebernarnya kamu tadi lagi mikirin apa sih?" tanya nya.

"Hah?" hanya itu respon Hanny. Kenapa pacarnya itu terlalu peka untuk menyadarinya.

Ucapan Genta barusan lah yang sebenarnya mulai menganggu pikirannya. Laki-laki itu benar, jika ia tidak memiliki satu orang teman sesama perempuanpun. Selama ini ia selalu menjadikan mama nya sebagai teman curhat. Tapi siapa yang akan rela mendengar keluh kesahnya ketika nanti dirinya sedang merasa kesal dengan mama nya? seperti yang di ketahui bahwa mamanya lebih membanggakan Dira di banding diri nya. Dia tidak punya siapa-siapa yang bisa di jadikan teman bermain ataupun teman sharing cerita kecuali orang tua nya dan Angga sebagai pacar nya.

Entah Hanny harus senang atau tidak, dia merasa jika perlakuan Angga kepada nya sangat jauh berbeda dengan mantan-mantan pacarnya yang lain. Angga bukan hanya peduli dengan status mereka, tapi Angga juga bisa menjadi pacar sekaligus teman bagi nya. Intinya dia mulai tidak bisa untuk kehilangan laki-laki itu. Sebut saja dia sudah mulai merasa nyaman.

"Kalo kamu ada masalah cerita aja sama aku ya," tutur Angga lembut.

Hanny tersenyum kemudian menggeleng, saat ini Angga membutuhkan konsterasi untuk pertandingan basketnya dan dia tidak ingin membebani Angga dengan menceritakan masalahnya. Biarlah untuk kali ini Angga tidak tahu masalah nya. Tidak selamanya pacar harus tahu segalanya. Semua orang juga kan memang butuh privasi.

"Aku nggak apa-apa kok Ga," sahut Hanny. Perempuan itu menyapu pandangannya di sekitar ruangan gor basket hingga pandangannya terhenti di suatu objek.

Sesosok laki-laki tinggi, tegap, yang akhir-akhir ini menjadi sosok familiar baginya tengah sibuk mendrible bola dan memasukannya ke dalam ring basket.

Genta, laki-laki berkaus Jersey dengan nomor 08 itu dengan lincahnya memasukan bola ke dalam ring. Disaat anak-anak basket lain nampak sedang break, tapi laki-laki itu memilih berlatih sendiri.

Hanny melirik Angga. "Jadi Genta anak basket juga ya," tanya nya.

"Kamu juga kenal dia?"

Hanny menghembuskan nafas malas dan mengangguk. "Dia tetangga baru aku," jawab nya.

"Oh Bagus dong,"

Hanny menoleh menatap Angga dengan alis yang saling bertaut. "Kok bagus sih?"

"Iyah lah bagus jadi aku bisa minta tolong sama dia buat mantau kamu," ujar Angga.

Feeling✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang