26 : Selfish and Happiness

13.3K 1.3K 269
                                    

"Hidup itu tak selamanya tentang mengalah. Terus mengalah dari setiap perdebatan, dan menyalahkan diri dari setiap permasalahan." -Olive-

~A Thousand Stars for Nathan~

...

Alvin berdecak, mengacak belakang rambutnya dengan kasar. Kedua kakinya tak henti bolak balik berjalan mengelilingi koridor rumah sakit. Bibir bawahnya mengulum sesekali menatap pintu Instalasi Gawat Darurat.

"Vin..."

Alvin menoleh memperhatikan Olive, cewek itu berusaha tersenyum lalu menepuk kursi kosong di sebelahnya. "Duduk, tenangin diri lo," ucap Olive, nyaris tidak bersuara.

Olive menghembus napas panjang, mengelus punggung Alvin begitu cowok itu mendaratkan tubuhnya di atas bangku. "Vin, gue tahu lo panik, tapi lo harus tenangin diri lo juga, ya?" suruh Olive.

"Gimana gue enggak panik Live..." tekan Alvin, mengangkat kedua alisnya, menatap Olive dengan pandangan setengah menuntut. Sudah berapa puluh kali ia mencoba menenangkan diri tapi sama saja, rasa panik itu menghantuinya lagi dan lagi.

Bagaimana tidak? Seolah-olah ialah penyebab kecelakaan Alvan. Seandainya tadi pagi ia tidak menyerahkan kunci mobil kepada Alvan, mungkin kembarannya itu masih tenang-tenang saja di sekolah sekarang.

Sekali lagi, ini salahnya, salah dirinya yang tidak bisa menjaga Alvan untuk kesekian kalinya.

Tubuh Alvin bergetar, menatapi petakan keramik putih di kakinya. Papa dan mama belum datang, jika kedua orang itu sudah datang mungkin... Alvin menahan napas, memejam kedua matanya dengan erat, ia tidak tahu bagaimana reaksinya nanti.

"Thank's udah bantuin gue yakinin ke bokap nyokap," gumam Alvin disambut dengan anggukan Olive.

Setengah jam berlalu, koridor mendadak hening. Mungkin memang banyak orang yang berlalu lalang di sekitar sini, tapi tetap saja bagi Alvin hening, hanya ada dirinya bersama pikirannya sendiri.

"Alvin! Dokter Vin!" ucap Olive, menepuk pundak Alvin dengan kencang.

Sontak Alvin menegakkan kepala, memperhatikan pria berjas putih keluar dari ruangannya. Pria itu menoleh sejenak, memperhatikan sepasang muda-mudi yang duduk di depan ruangan. "Keluarganya ada?"

"Saya," ucap Alvin bangkit dari bangkunya.

"Orang yang lebih dewasa lagi?"

"Dalam perjalanan," jawab Alvin, pelan. Pria itu menghembus napas panjang lalu mengangguk paham, mencengkram kedua pergelangan bahu Alvin dengan kuat. "Kamu bisa ke ruangan saya?"

Alvin terdiam sejenak, lalu mengangguk.

☁☁☁

Olive menggigit bawah bibirnya, erat. Kedua kakinya berayun cepat seiring dengan detak jantungnya. Berulang kali matanya tak henti memperhatikan jam tangan. Alvin entah pergi kemana, cowok itu belum kembali dari sepuluh menit terakhir tadi.

Bohong jika dirinya tidak panik. Ia panik, sama seperti Alvin. tapi berusaha mungkin ia menutupinya. Jika ia juga ikutan panik, siapa yang akan menenangkan Alvin? Disaat-saat seperti ini rasanya mustahil cowok itu bisa menenangkan dirinya sendiri.

"Maaf."

Olive menoleh, memperhatikan pemilik kata 'maaf' itu. Alvin. Ya benar, itu Alvin. Dari jauh, cowok itu tersenyum samar, menundukkan sedikit kepalanya. Perempuan paruh baya dengan anak kecil yang hampir saja ditabrak Alvin itu, mengangguk.

Olive mengernyit. "Vin? Lo kenapa Vin?"

Alvin merebahkan tubuhnya ke arah kursi, duduk di samping Olive. Cowok itu memejamkan matanya sejenak, meringis. "Sorry lama. Gue tadi lagi donorin darah buat Alvan. Makanya kepala gue agak pusing sekarang," jawab Alvin menyandarkan kepalanya ke arah dinding.

A Thousand Stars for Nathan [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang