1 : Si Rajin VS Berandalan

42.9K 3.2K 1K
                                    

"Manusia itu rumit." -Alvin-

"Manusia itu simple. Pikiran lo sendiri yang membuatnya rumit." -Alvan-

~A Thousand Stars for Nathan~

...

Alvin. Cowok berpostur tegap itu memasuki gerbang sekolah dengan cepat. Sebelah tangannya menggenggam sandangan tas dengan erat, sesekali menoleh ke arah belakang. Panik.

"Kurang ajar," kutuknya, mengusap bulir-bulir keringat yang jatuh dari dahinya.

Salah jika kalian mengira hari ini Alvin terlambat. Untuk hari ini, cowok itu berangkat tepat waktu, dengan menyisakan waktu 10 menit sebelum bel masuk berdering.

Ini semua gara-gara bayangannya. Alvan.

Langkah Alvin terhenti sejenak, menggulung lengan baju OSIS-nya. Baiklah! Alvan bukan bayangannya, mungkin lebih tepatnya lagi kembarannya.

Ya benar, tapi entah kenapa ia akan jauh lebih senang jika menganggap Alvan hanya sebagai bayangannya. Sebuah bayangan yang selalu mengikutinya dan mengganggu hidupnya.

"Vin, tunggu!"

"Haishh..." Alvin menggertak giginya geram, kembali mempercepat langkah kakinya. Norak! Seluruh murid di koridor memperhatikannya! Terkadang ia mengutuki, kenapa ia harus satu sekolah bersama Si Sok Baik Alvan, harusnya ia pindah ke sekolah lain, dan mungkin alangkah baiknya lagi bila ia dikeluarkan dari sini.

Alvin yang dari tadi menoleh ke belakang, sontak memutarkan kepalanya, dan...

Brakk!!

"Sial," umpat Alvin, memperhatikan cewek berwajah oval yang tersungkur di hadapannya. Cewek itu meringis, lalu mencondongkan tubuhnya sambil meraba-raba sesuatu di atas lantai.

Veny.

Alvin mengenalnya. Veny, cewek tunanetra di sekolahnya. Tak ada yang tahu alasan mengapa cewek itu lebih memilih masuk di sekolah umum dibandingkan sekolah khusus.

"Lo..." Alvin mengancungkan jari telunjuknya tinggi, mengumpat dalam hati. Alvan sudah cukup merusak mood-nya, dan dengan kehadiran cewek ini malah membuatnya lebih parah lagi. "Heh buta! Lo tuh ya, udah enggak bisa lihat! Pakai acara nabrak lagi!"

Veny menunduk. "Maaf Van."

Van? Alvin berjongkok, memandang wajah oval itu dengan tajam. Cewek ini mengira dirinya Alvan! Dan sunguh, seandainya ia memiliki satu pemintaan, maka ia ingin menghilang secepatnya sekarang!

Alvin mengangkat sebelah sudut bibirnya, sinis. "Selain enggak bisa lihat, ternyata lo sok tahu juga ya?"

Cewek itu terdiam. Alvin berjongkok, kedua matanya membulat, memandang cewek itu, menekankan. "Dengar baik-baik, kalau lo manggil gue Alvan lagi... hati-hati, jaga nyawa lo."

Veny mengangguk, takut.

"Alvin!!"

Sontak, Alvin menoleh ke belakang, Si Sok Baik Alvan lagi-lagi berjalan ke arahnya. Sial! Alvin menggepal tangannya erat lalu secepat mungkin berlari meninggalkan Veny.

☁☁☁

Alvan berdecak, memperhatikan punggung Alvin yang sudah berlari menjauh darinya. Adiknya yang satu itu memang berandalan, beban keluarga dan... ahh!! Alvan menarik ujung-ujung rambutnya kesal. Jangan sampai mood-nya hancur gara-gara kembaran menyebalkannya itu.

"Maaf, aku minta maaf."

Alvan menoleh, memperhatikan Si Pengucap Kata Maaf itu. Veny. Cewek itu sekelas dengannya. Veny yang Alvan kenal memang tidak banyak bicara dan tertutup dengan pergaulan. Jika cewek itu sudah berbicara dengan nada ketakutan seperti ini, mungkin penyebabnya adalah Alvin. Yap, kembarannya itu memang paling hobi membuat cewek menangis.

A Thousand Stars for Nathan [TERBIT]Where stories live. Discover now