🍁 D U A 🍁

Mulai dari awal
                                    

Kinzy membuka matanya sedikit lalu melirik Arthur sinis. "Kalo lo cuma nebak mendingan diem aja deh." Lalu kembali memejamkan mata.

Kinzy dapat merasakan gerakan pada kasur ketika Arthur naik ke atas kasur. Arthur duduk bersila tepat di samping Kinzy. Ia mengambil tangan Kinzy lalu menggenggamnya hangat dan itu sukses membuat mata Kinzy kembali terbuka lalu menatap Arthur heran sekaligus sinis.

"Please, gue minta maaf. Kejadian kayak gini gak pernah ada di list keinginan gue. Iya, ini juga emang salah gue. Gue gak bisa nahan nafsu gue. Tapi, please, gue minta maaf." Arthur menatap memohon pada Kinzy. "Gue pengen kita kayak dulu lagi. Lebih baik kita ejek-ejekan atau marah-marahan daripada perang dingin gini. Please."

Kinzy melepas tangannya dari genggaman Arthur dan mulai bangkit lagi dari rebahannya. Ia memilih duduk juga bersila seperti Arthur.

Kinzy menatap mata Arthur. Ia dapat melihat penyesalan yang sangat besar dari mata itu. Tapi, ego lah yang membentenginya hingga saat ini.

Ia juga ingin kembali seperti dulu. Dimana mereka persis seperti kucing dan tikus yang saling melepar umpan. Ia juga menginginkan suasana yang kembali seperti dulu. Bukan suasana canggung seperti sekarang. Bahkan Kinzy masih malu ketika bertemu pandang dengan Arthur.

Hapus ego, mulailah yang baru. Kata-kata itu terus saja menjumpai benak Kinzy. Tapi lagi-lagi ditepis oleh ego yang besar.

Tes.

Air mata Kinzy menetes. Ia menundukkan kepalanya. Berusaha keras untuk menahan air matanya agar tidak jatuh lagi. Tapi usaha keras itu masih terlalu lemah untuk mengalahkan keinginan Kinzy untuk menumpahkan air matanya.

Arthur yang sedari tadi sudah diam, sontak terkejut ketika melihat Kinzy meneteskan air matanya. Tanpa pikir panjang, Arthur langsung membawa Kinzy kedalam pelukannya.

"Zy, gue minta maaf." Arthur dapat merasakan bahwa Kinzy sekarang masih sesenggukan. Tak lupa juga, kaos yang Arthur pakai sekarang juga sudah banjir akan air mata Kinzy. "Gue pengen kita damai."

Kinzy masih menangis. Kinzy tidak membalas pelukan Arthur. Hanya Arthur yang memeluk Kinzy hangat dan lembut. Arthur terus mengusap punggung Kinzy juga kepala Kinzy.

"Damai, ya?"

"..." Kinzy tak menjawab. Masih menangis.

"Zy, kita damai, ya?" Ulang Arthur lagi.

Kinzy juga masih menangis tanpa menjawab.

Arthur tau, mana mungkin Kinzy memaafkannya semudah itu. Jika misalnya yang Arthur curi hanya kalung berlian Kinzy, mungkin Kinzy masih bisa memaafkannya pada hari ini. Tapi ini terpaut dengan masa depan. Tentu itu sulit.

Arthur sudah hendak menarik napasnya pasrah. Namun gerakan itu mendadak terhenti ketika Arthur merasakan gerakan mengangguk dari kepala yang sedang tenggelam didadanya.

"Zy?" Arthur masih ragu. Dan sekali lagi Arthur dapat merasakan gerakan mengangguk itu lebih jelas. Arthur melepaskan pelukannya pada Kinzy. Untuk mendapatkan keterangan yang lebih jelas. "Lo serius?"

Kinzy menganggukkan kepalanya masih dengan menunduk. Lalu tak berapa lama, Kinzy menggerakkan tangannya untuk mengusap air matanya lalu menegakkan kepalanya.

"Oke." Hanya itulah yang keluar dari bibir merah Kinzy. Tapi kata itu sudah dapat membuat perasaan Arthur sedikit lebih lega.

"Damai?" Arthur menatap dalam ke mata Kinzy. Dan Arthur dapat melihat anggukan lagi dari Kinzy.

"Ini bukan salah lo semua." Lirih Kinzy dan Arthur kembali membawa Kinzy ke dalam pelukannya.

"Makasih banyak." Ucap Arthur sambil tersenyum senang dibelakang Kinzy yang ia peluk.

Arthur kembali melepas pelukan itu. Kinzy masih menunduk. Arthur meraih dagu Kinzy dan mengangkatnya.

Kini mata mereka saling beradu pandang. "Coba senyum," suruh Arthur sambil tersenyum lebar.

Kinzy menatap Arthur heran.

"Senyum, Nyil. Senyum!" Arthur kembali ke versi menjengkelkannya dan lagi-lagi masih memasang senyum lebar.

Arthur menarik kedua pipi Kinzy paksa agar istrinya itu tersenyum. Bukannya senyum, tapi malah tempelengan yang ia dapat. Poor Arthur.

"Kita baru damai, please jangan ada KDRT dulu diantara kita." Ucap Arthur sok melankolis sambil mengusap-usap kepalanya yang barusan mendapat tempelengan hangat dari Kinzy.

Tapi tak berapa lama Arthur dapat melihat Kinzy yang memasang senyum manisnya lalu Kinzy memeluk Arthur.

Mendapat pelukan dari Kinzy, Arthur sempat tak percaya. Tapi dengan ragu ia juga membalas pelukan Kinzy. Malah Arthur memeluk Kinzy dengan sangat erat. Tak lupa juga senyum yang belum luntur diantara keduanya.

Tok tok tok!

Ketukan pintu sukses menghentikan acara peluk-pelukan mereka. Arthur bangkit dari duduknya lalu berjalan kearah pintu dan membukanya.

"Dek, sarapan!" Ucap Haila, kakak kedua Arthur.

"Iya, Kinzy masih mandi." Ucap Arthur asal.

"Oh, yaudah. Jangan lama-lama."

Setelah itu Haila berlalu.

***

Hope you like it.

Salam,

Kecoamerahmuda.

Bad Boy Is A Good Papa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang