Chapter 76 - Dewi Air

1.9K 98 16
                                    

[:v yang ini sama aja. instonya jangan lupa]

Title : Red Sword - The Village Of Nurwan

Genre : Action, Fantasy
Author : Nekomia
===============

Lampu lilin yang sebelumnya menyala terang menerangi seisi ruangan kini mati. Seseorang telah meniupnya hingga kamar tempat Miza tertidur jadi gelap. Bila mana ruangan tersebut tak memiliki satupun jendela, mungkin kamar itu akan benar-benar gelap gulita tanpa sedikitpun dimasuki sorotan sinar bulan. 

Sekarang memang bukanlah bulan purnama. Namun cahaya dari pantulan sinar bulan lebih dari cukup untuk seseorang bila ingin berkeliaran di luar, meski memang cahayanya sedikit terhalang gumpalan asap hitam tipis yang terhanyut menuju penghujung timur. 

Napas Miza keluar masuk dengan teratur. Wajahnya begitu tenang penuh rasa damai. Namun dalam sesaat ia langsung terpejam-pejam, perutnya tiba-tiba saja mengeluarkan bunyi protes.
Dahi Miza makin berkerut merasakan sakit. Tangannya reflek memeluk perut menahan nyeri. Miza langsung saja melek dan mengeluh. 

"Sialan... perutku..." 

Terlalu tenggelam dalam emosi dan semangat di waktu sebelumnya. Miza sampai lupa kapan terakhir kali ia makan. Lambungnya mungkin diam-diam mengeluarkan kudeta. Akan tetapi apa yang lebih terasa melilit isi perutnya adalah panggilan alam. Rasa panas yang begitu mendesak di ususnya, membuatnya serasa berada di ujung tombak.

"Shit! Aku tidak tahan!"

Sesaat ia puntang-panting tak jelas. Pikirnya untuk membawa lilin lebih baik. Tapi tahu lilin itu mati, Miza tak mau ambil pusing untuk kembali menyalakannya lagi. Lagipula di luar cukup terang, menurutnya itu cukup untuk sebuah pengelihatan, bahkan orang berlari pun tidak mungkin tersandung jatuh. 

Secepat kilat Miza keluar menerobos pintu rumah. Bukan main ia gelisahnya mencari tempat yang cocok. Sumur-sumur di desa tak ada yang bisa digunakan, bahkan kamar mandi yang adapun ditumbuhi akar raksasa hingga tak mungkin digunakan. Keringat hangat dan dingin menyeroboti Miza. Angin panas entah sudah berapa kali ia buang saking tak kuat menahannya.
Penduduk Nurwan tak pernah lepas ikatannya dari sumber alam yang alami. Bila benar begitu, Miza pikir ia tahu ke mana harus pergi. Kaki segera ia pacu sekuat tenaga menuju satu-satunya tempat yang mampu memenuhi panggilan alamnya ini. Mungkin bila dibandingkan, kecepatannya saat terbirit itu melampaui seekor kuda. 

Suara gesekan rumput liar jadi pengisi suara dalam keheningan malam saat Miza terus berpijak. Dataran rendah yang bercampur bukit pendek terus Miza arungi dalam jarak beberapa meter. Tempat yang ia tuju tak terlalu jauh dari pemukiman penduduk. Dalam kurun tak lebih dari sepuluh menit saja Miza mampu mendengar derasnya aliran air yang beriringan menghantam bebatuan. 

Tertera jelas di hadapan pemuda itu sungai besar yang mengalir deras. Dihiasi oleh banyak bebatuan dan pasir-pasir hitam. Ikan-ikan yang mendambakan sinar bulan terlihat muncul ke permukaan di balik kejernihan air yang benar-benar bening. Miza sudah lama tak melihat tempat ini. Bisa dibilang ia rindu untuk menyaksikan keindahan alamnya. 

Akan tetapi perutnya yang tak bisa diajak kompromi itu lebih mendominasi keinginan hasratnya. Lantas Miza melesat dari satu batu, melompat ke batu lain untuk mencari tempat yang nyaman. 

Miza ingat betul ia senang bermain dengan teman-temannya di sungai ini. Dahulu warga desa banyak yang hobi memancing. Bahkan saat jaring jala di lempar pun, ikan di sini tak pernah habis seolah tak berkurang sedikitpun. Sumber arus deras di sini adalah keberadaan air terjun di lereng gunung. Letaknya cukup dekat. Bahkan dari lokasi Miza sekarang, hantaman air yang berjatuhan membentur bebatuan terdengar jelas. Entah kapan terakhir kali ia bermain di sana, mungkin Miza akan menyempatkan waktu untuk menengok tempat itu. 

Red Sword - Warrior From The PastWhere stories live. Discover now