1. Meet Barbie idiot.

328 17 0
                                    

Genta berjalan di koridor sekolah nya yang belum terlalu ramai. Dia menguap untuk kesekian kalinya. Matanya sayu seakan meminta Genta untuk menutupnya beberapa menit saja.

Laki-laki itu melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit, yang mana bila bagi Genta itu adalah jam ketika ia baru saja membuka matanya di atas ranjang (dibaca: bangun).

Ini semua karena tuntutan organisasi yang membuat dirinya menjabat sebagai anggota osis. Sebagai salah satu murid yang sering terlambat, tentu saja ia menolak keras hal itu. Ketahuilah, menjadi anggota osis bukanlah hal yang membanggakan bagi Genta.

Lagi-lagi Genta menyalahkan, ini semua karena guru bidang kesiswaan yang dengan sengaja mengajukan dirinya sebagai anggota osis satu tahun lalu. Dengan terpaksa yang teramat Genta akhirnya menerima, selapang dada.

Sebelum masuk kedalam kelasnya yang berada di ujung koridor bersebelahan dengan lab ipa, Genta memilih untuk berhenti didepan pintu bercat coklat tua yang sudah tidak terlalu asing lagi baginya.

Ia mengetuk pintu, sampai pintu itu terbuka dan menampilkan wanita paruh baya.

Wanita dengan rambut di sanggul itu meneliti Genta secara detail dari atas sampai bawah, lalu ia mengangguk. "Kan kalo gini kamu makin keliatan ganteng."

Genta mendengus pelan. Dia lah wanita yang telah menjerumuskan Genta dalam lingkup kegiatan yang membuat Genta menjadi orang lain. Tentu saja, berada dalam kegiatan yang di penuhi siswa pintar didalamnya kadang membuat Genta merasa menjadi diri orang lain.

Dengan berbekal nilai bagus di setiap mata pelajaran, menjadi alasan terkuat kenapa wanita itu memasukan Genta dalam organisasi seperti itu.

Wanita yang dikenal dengan nama Bu Irene itu menambahkan. "Mungkin kamu bakal bosen kalo ibu bilang ini, tapi semua ini ibu lakukan bukan tanpa alasan. Kamu ini pintar dalam belajar, sayang kalo nggak digunain. Ibu liat kegiatan kamu di sekolah cuma basket doang, jadi ibu pikir kegiatan yang memakai kepintaran akan lebih cocok sama kamu. Jadi, sebagai anggota osis kamu harus bisa menjadi contoh bagi siswa lainnya. Jangan terlambat dan harus selalu rapih."

"Bu, basket itu bukan kegiatan yang selalu mengandalkan fisik. Tapi juga mengandalkan kepintaran. Contohnya adalah kita harus pintar menghalau musuh, menghindari musuh--"

"Ibu bosen dengerin itu," kata bu Irene cepat memotong ucapan Genta yang masih menggantung.

Di kata gue nggak bosen apa.

"Itu kenyataannya." cibir Genta pelan.

Bu Irene mengerutkan dahi. "Sellin bilang, kamu jarang jaga di gerbang--

Kali ini giliran Genta yang memotong. "Genta bukan satpam loh, bu. Genta ini pelajar, ya masa disuruh jaga gerbang. Bisa-bisa di amuk sama mang Puad dong." Genta terkekeh, membayangkan jika tiap pagi dirinya harus berpakaian ala satpam, lalu berdiri menjaga gerbang sekolah. Gerbang mana bisa lari, jadi kenapa harus dijaga. Ngaco!

Bu Irene memegang kepalanya dengan kedua tangan, lalu menggeleng sambil memejamkan mata. "Pusing ibu ngobrol sama kamu, nggak nyambung." wanita itu menunjuk Genta. "Awas kalo Sellin sampai bilang lagi sama ibu kamu nggak pernah ikut kegiatan, ibu bakal lapor sama papa kamu." ancamnya.

Genta mendengus lagi.

Bu Irene kembali melanjutkan. "Udah, masuk kelas sana jangan sampai bolos pelajaran."

Kali ini Genta memilih untuk berjalan menuju kelasnya. Mungkin tidur beberapa menit akan bagus untuk kinerja penglihatan matanya.

Ia masih mengantuk, kalo bukan karena kakak dan bundanya yang membangunkan mungkin saat ini ia masih tidur nyenyak di atas ranjang empuk nya. Ini semua karena masalah game, dengan itu ia sampai rela bergadang sampai malam.

Genta menguap lagi, membuat mata sayu nya menyipit. Ia mengucek mata kirinya saat terasa perih. Ia lalu membuka matanya lebar saat melihat seorang siswi tengah berjalan santai jauh didepannya.

Genta tak terlalu peduli pada perempuan yang saat ini sedang memilin rambut panjangnya itu. Genta acuh ketika perempuan itu tepat berjalan melewati bahu kirinya. Meski matanya sedikit melirik sekilas, namun tak membuat Genta terpesona sedikitpun dengan perempuan bisa di bilang sempurna itu.

Hanny, Perempuan itu sama sekali bukan salah satu perempuan yang masuk dalam daftar kriteria perempuan idaman Genta. Bisa dibilang Genta sangat benci dengan perempuan itu. Bukan tanpa alasan, mungkin selain Genta, masih banyak siswa lain yang membencinya.

Drama queen, adalah sebutan yang layak bagi Hanny. Dia adalah perempuan yang gila dengan ketenaran, satu-satunya siswi yang banyak mencetak nama dalam catatan daftar hitam, dan gemar membuat masalah.

Tanpa perlu menebak, Genta tahu tujuan gadis itu. Dengan kemeja ketat serta rok yang terlalu pendek, ia yakin Hanny ada pertemuan penting bersama Bu Irene.

Suara deringan khas bahwa ada sebuah pesan masuk, membuat Genta langsung merogoh saku celana abu-abu nya. Ketika ia hendak membuka notif yang baru saja di kirim Sellin, Genta sudah dikejutkan dengan suara gedebug.

"Aduh jidat gue,"

Suara ringisan itu membuat Genta menoleh ke belakang. Ia berhenti melangkah saat matanya melihat Hanny terjatuh dengan posisi tengkurap. Kedua tangannya lurus mengarah ke depan kepala nya yang sudah mencium lantai.

Genta tertawa terbahak-bahak melihat itu. Ia lantas berjalan mendekat dengan niatan ingin meledek bukan membantu. "Gue baru tau kalo barbie juga bisa jatoh. Makanya kalo jalan itu liat pake mata kepala, nggak ada istilahnya jalan pake maka kaki."

Hanny beranjak dari posisi jatuh tersungkurnya. Ia berdiri angkuh di depan Genta yang masih menertawakan hal yang sangat memalukan baginya. "Lo ya, nggak berperikemanusiaan banget, orang jatuh itu dibantu bukan di ketawain. Rese."

Masih dengan wajah tawanya, Genta bicara. "Gaya jatoh lo lucu, makanya gue katawa." Genta menaik turunkan alisnya. "Gimana enak nggak habis nyium lantai, hm?"

Hanny menampilkan wajah dongkol nya ketika mendengar tawa keras dari cowok yang sama sekali tidak dikenalnya itu. Jujur, dia malu. Ini pertama kalinya ada orang yang menertawakan hal yang membuat dirinya malu setengah mati. Jatuh, terus nyium lantai pake bibir. Astaga, mau disimpan dimana wajah cantik bak seorang barbie ini.

Dengan rasa malu tingkat tinggi dan perasaan dongkol nya, ia menginjak kaki Genta dalam satu hentakan saja. Membuat si empunya meringis kesakitan sambil memegangi kakinya.

"Bar-"

Baru saja Genta akan mengumpat kasar, Hanny sudah ngacir pergi dari hadapannya dengan tawa renyah di bibir mungilnya.

Dengan perasaan kesal bercampur rasa sakit yang mengenaskan bagi sang kaki, Genta menatap tajam punggung Hanny. "Barbie idiot."

Genta memutar tubuh dan memilih melanjutkan langkahnya setelah memasukan ponselnya kembali. Ketika Genta masuk kedalam kelas, ia langsung berjalan ke arah mejanya yang mana ada di baris kedua dari belakang. Genta duduk, Ia melipat tangannya di meja dan menyelusupkan wajahnya disana.

Dengan kantuk yang sudah di ambang batas, ia sampai lupa membuka pesan dari Sellin yang kemungkinan besar isinya cuma kata-kata yang di susun menjadi kalimat dorongan agar Genta mengikuti kegiatan dalam osis.

Lima menit saja, Genta ingin memejamkan matanya. Jika lebih dari itu, tolong bangunkan Genta.

Bersambung...

Feeling✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang