Chapter 12 - Rightness

91 8 1
                                    

"Apa kau tidak mengetahui yang sebenernya tentang keluarga ini, Ve? Saya tidak bisa mempercayai ini. Kau..."

Jleb. Tentang kebenaran, biasanya terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita kira, apa yang kita inginkan. Mengetahui kebenaran itu ibaratkan ketika kita meminum segelas kopi hitam. Kadang-kadang rasanya pahit, namun kita harus tetap meneguknya habis sampai kepahitan itu tidak terasa lagi.

Seburuk apapun kebenaran yang harus terjadi, sepahit apapun kita menjalaninya, kebenaran itu akan tetap ada dan kita tidak bisa menolaknya.

"Apa yang terjadi? Kebenaran apa yang harus dikatakan? Semuanya sudah jelas bahwa aku tidak memiliki siapa-siapa! Mamah membenciku, kakak dan adik jahat padaku, papah juga dia sekarang... AH! Rio, mereka adalah keluargaku tapi mereka tidak pernah memberikan cinta nya padaku, sedikit pun, tidak pernah!" Rasanya baru kali ini aku marah besar karena perasaan yang terlalu sakit. "Iya, seperti itu kebenaran yang akan kamu jelaskan, bukan?!"

"Ve, dengarkan saya." Kedua tangan Rio menggenggam tanganku, seraya menghela nafas berat ia melanjutkan bicaranya, "Orang yang kau sebut sebagai Papah selama ini, dia adalah seorang pembunuh."

Rio Oliviera. Lelaki yang sama sekali tidak mengenal kehidupanku mengatakan suatu hal yang tidak-tidak. Berani sekali dia berargumen seperti itu. Tidak habis pikir orang aneh ini muncul tiba-tiba dalam kehidupanku. Entah apa maksud dari semua itu.

Aku tidak mudah mempercayai orang yang baru saja mengenaliku. Sekali pun orang itu kaya, aku tidak bisa di sogok dengan sebongkah harta yang ia miliki.

"Omong kosong apa yang sedang kamu bicarakan, Rio?! Jangan mengarang cerita!"

"Saya belum selesai bicara." Ujar Rio yang kini kedua bola matanya bulat menatapku. "Farid adalah seorang penggoda. Dia berhasil merayu ibuku dengan segala yang dia punya. Iya, Farid adalah seorang jutawan dan ibuku sangat menyukai hal itu. Sebut saja ibuku itu matre. Dan Fa ... "

"Cukup, Rio! Papahku tidak mungkin melakukan itu semua!"

"Ve, saya mohon dengarkan saya bicara. Farid membenci ayahku karena ayah telah menikahi Ibu Sarah yang Farid cintai. Setelah itu Farid membunuh ayahku. Ayahku tidak bersalah, tapi Farid ... Entah apa yang dia inginkan. Sebagai gantinya, Farid terjerat hukum mati. Tapi apa kau tahu?"

"Cukup, Rio!!! Hentikan omong kosong ini! Apa yang sedang kamu bicarakan?!"

"Dengarkan saya. Papahmu si Farid itu menolak hukum yang seharusnya hukuman itu untuk dirinya. Akhirnya dia memaksa agar Mama-mu yang harus di hukum mati." Seketika Rio menundukkan kepalanya. "Apa kau sudah mengerti sampai sini?"

"A ... aku ... Mamahku sudah meninggal? Mamahku ... ?"

"Iya. Ketika itu Farid merasa dirinya baik-baik saja, merelakan Mama-mu ditembaki pistol berisi peluru di depan banyak orang. Saat itu saya menyaksikan kejadian itu ketika usia kelas satu SMP, saya masih mengingatnya. Ketika dua menit sebelum penembakan, Mama-mu tersenyum menatap Papahmu dengan sangat tulus, rela mengorbankan nyawa demi suaminya yang tak tahu malu seperti itu."

"Mamahku? Siapa Mamahku? Rio katakan siapa Mamahku, Rio?!!!"

"Saya tidak tahu siapa namanya. Yang jelas Mama-mu itu kelihatan baik, pendiam dan tidak banyak protes. Berbeda dengan ibu saya, orangnya sangat perhitungan dan banyak meminta."

"Ve, setelah kejadian itu terjadi, akhirnya Farid menikahi IbuSarah dengan dirinya mengatakan bahwa ia tidak punya anak. Ibuku menyetujui pernikahannya dengan syarat segala kekayaan Farid harus jatuh ke tangan ibu. Anggap saja ibu bersedia menikah dengan papahmu hanya karena papahmu seorang jutawan. Hanya karena rumah papahmu besar."

Pecandu RinduWhere stories live. Discover now