Chapter 1 - Unlucky Day

652 25 24
                                    

Kata orang, rindu itu berat. Iya, apalagi jika rindunya tak berbalas. Aku rindu, kamu tidak.

Namun hal itu takkan merubah takdirku untuk tetap menyebutnya dalam do'a.

Apa kamu tahu? Namamu adalah kegaduhan paling romantis yang selalu aku bicarakan pada Tuhan.

Aku tidak peduli jika seribu kali pun kamu mengkhianati ku, aku akan tetap bertahan tanpa dendam.

💮💮💮

Namaku Zintan Ve Elmoora. Biasanya dipanggil 'Ve', biar simpel, karena dua anak lebih baik. Tidak. Dua huruf lebih baik, itu maksudnya. Aku mulai bernafas di dunia ini di mulai dari tahun 2001, tepatnya hari Kamis tanggal 1 November pukul 04:00AM. Berakhirnya entah kapan. Maunya, sih, masih lama, karena aku ingin mempunyai belasan cucu-cucu lucu dulu, sebelum aku pulang ke alam sana.

Aku tinggal di dalam ruang berisi sejuta oksigen---mungkin lebih---disebuah bangunan tiga tingkat berdominan warna putih, cat temboknya sangat kasar dan tidak bersinar, karena dinding rumahku tidak ditaburi oleh kelap-kelip debu ajaibnya Tinker-Bell, si peri pemakai baju daun belum jadi itu.

Kusambut kabut keabu-abuan masuk melewati dua ventilasi udara jendela kamarku---yang---terasa sangat mendinginkan raga, membuatku nyaman bermesraan dengan kain lembut penghangat seluruh tubuh.

"Tidak! Ini sudah jam 04:30AM. Aku harus move-on dari kekasihku; kasur," kataku. "Selamat tinggal, sayang, aku harus meninggalkanmu."

Kulepaskan selimut berbulu dari tubuhku yang memiliki berat badan 51kg serta tinggi badan 170cm. Menurutku, porsi tubuhku lumayan layak untuk hidup. Tidak terlalu berlebihan dan atau kekurangan. Tidak terlalu gemuk dan juga kurus. Sebut saja tubuhku memenuhi kriteria idealisme.

Pagi Jum'at ini, hari yang paling kusuka dari pada hari selain itu. Aku berniat untuk melaksanakan kewajiban subuh dan kemudian berkemas untuk pergi belajar.

When I wake up ...
I always make a wish ...
You there with me, beside ...
But, nothing ...
That is just my illusion ...

Ketahuilah, disela-sela kegiatanku berkemas untuk berangkat ke sekolah, aku selalu menyempatkan waktu untuk membuat secarik puisi yang akan ditempelkan pada dinding-dinding ruangan ber-cat putih bersih. Sehingga, sekeliling kamarku ini tidak lagi terlihat polos, namun penuh warna dengan terpenuhinya dinding itu oleh kata-kata bermakna yang tertulis di atas kertas persegi berwarna-warni.

Ketika aku memasukkan buku-buku pelajaran ke dalam tas sekolah, handphone-ku berdering berkali-kali.

*Brebek.. brebek.. (Suara pesan masuk)

 (Suara pesan masuk)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Pecandu RinduWhere stories live. Discover now