Part 4 - Haruskah?

8.2K 352 0
                                    

Dinda masih berkutik dengan laptopnya tampak serius. Kuliah yang terbilang tinggal hitungan bulan membuatnya kelimpungan menyelesaikan skripsinya.

Tok tok

"Dek!" Panggil Bundanya dari luar pintu. Dinda yang ada di dalam mendesah pelan.

"Masuk aja bun tidak aku kunci." teriak Dinda kepada Bundanya yang ada di luar kamarnya

Cklek.

"Makan dulu kamu, suka lupa kalo udah berduaan sama tugas," ucap Bundanya sambil melangkah mendekati Dinda. Dinda menghentikan gerakan tangannya lalu menatap Bundanya sesaat.

"Bun ini tuh penting buat aku," ucap Dinda melanjutkan gerakan tangannya yang tadi sempat terhenti. Bundanya menarik tangannya dan menutup laptopnya.

"Bunda! Ya allah." teriak Dinda sambil menahan tangis karena kesal atas sikap Bundanya.

"Makanya sama orang tua tuh harus nurut jangan ngebantah terus kalo di bilangin," ucap Bundanya membela diri. Dinda mendengarnya semakin kesal.

"Udah deh mending Bunda keluar aja. Aku tambah nggak nafsu makan kalo kaya gini. Percuma  nyuruh aku makan aku udah nggak mood. Aku kesel sama Bunda," ucap Dinda di ambang kemarahan kemudian Dinda mendorong Bundanya pelan agar keluar dari kamarnya.

"Yaudah Bunda keluar, Bunda minta maaf bikin kamu kesal, tapi Bundakan khawatir dek, kamu seharian tidak keluar kamar. Bunda cuma mau lihat kamu. Kamu kan sibuk terus, jarang punya waktu buat Bunda. Bunda juga pengen bercanda sama kamu, shoping bareng, masak bareng nyuci, bareng kaya dulu waktu kamu masih putri kecil. Bunda sadar sekarang kamu sudah dewasa sudah punya kesibuan sendiri. Maafin Bunda ya dek Bunda janji tidakk akan ganggu kamu kalo lagi sibuk,"ucapan Bundanya menyentil hati Dinda. Dinda sadar kalo sikapnya tadi keterlaluan. Sungguh Dinda menyesali itu tak seharusnya dia seperti itu. Dinda hanya diam mematung di depan pintu tatapannya kosong. Kemudian Bundanya pergi dengan hati yang sedih karena ucapan Dinda.

Dinda berlari dan memeluk Bundanya dari belakang lalu mencium pipinya.
"Maafin Dinda Bun. Sungguh​ Dinda tidak ada maksud buat nyakitin Bunda. Tadi Dinda kebawa emosi. Bunda mau kan maafin Dinda," ucapnya sambil menitikan air matanya Bundanya menghembuskan nafasnya berat lalu mengangguk pelan.

"Makasih Bun, aku sayang Bunda, muah," ucapnya sambil mengecup pipi mamanya lama.

"Mana bisa Bunda marah sama kamu," ucap Bundanya membuat Dinda tersenyum.

"Eh apa drama korea pindah kesini?" Tanya ayahnya yang tiba tiba datang membuat keduanya menatap arah ayahnya.

"Apasih yah kepo aja. Ini tuh urusan perempuan ayah nggak boleh tau," ucap Dinda membuat ayah dan Bundanya tersenyum.

"Oh ini urusan perempuan. Yaudah deh, kan ayah lelaki jadi ayah mending nggak usah tau," ucap ayahnya dengan wajah yang di sok imutkan. Membuat Dinda tertawa.

"Apadeh jelek tau."

"Masa sih?"

"Iya ayah jelek kan bun?"

"Ganteng kok."

"Hm iya tau deh bunda doang emang yang bilang ayah ganteng."

"Emang ayah ganteng Din."

"Iya deh terserah orang ganteng mah bebas."

***
"Bun, yah, aku mau keluar sebentar mau ngambil flashdisk yang ketinggalan di rumah Hanna," ucap Dinda sambil mengecup tangan orang tuanya.

"Sama siapa kesananya?" Tanya bundanya kepada Dinda. Dinda bingung
Iya ya gua kesana sama siapa? Batinnya.

"Gatau hehehe," ucapnya bingung. Kemudian bundaanya bangkit dan berjalan entah kemana. Tak lama kemudian bundanya dateng dengan seseorang di belakangnya.

"Mending diantar sama Riza saja biar aman,"ucap bundanya membuat Dinda mengangguk menyetujui

"Yaudah cepet ayo," kata Dinda sambil menatap Riza.

Riza itu adiknya Dinda yang sedang kuliah di Singapura dan ini lagi kebetulan pulang, sifatnya cuek tidak banyak omong dan penurut. Nama lengkapnya Rizaldi Ishaq. Sedangkan kakanya yang sudah menikah kakak pertamanya yang bernama Rayhan Gio Rizaldi yang sudah menikah dengan seorang wanita cantik blasteran arab dan memiliki dua anak kembar sepasang yang lucu dan imut kaya author hehehe (abaikan).

Tak lama, karena jarak rumah Dinda ke rumah Hanna tak terlalu jauh jadi hanya beberapa menit sudah sampai. Setelah sampai di depan rumah Hanna, Dinda turun dari motor.

"Lo pulang aja nanti gua pulang naik grab aja," ujar Dinda kepada adik bungsunya itu. Kemudian Riza mengangguk mengiyakan ucapan Dinda.

"Yaudah gua balik. Hati hati lu baliknya jangan malem malem," ucap Riza kepada kakaknya, yang secara tak langsung adalah bentuk perhatian. Namun Dinda membalas ucapan Riza hanya dengan anggukan.

Tak menunggu lama Hanna keluar dari rumahnya dan menghampiri Dinda.
"Dari tadi?" Tanya Hanna kepada Dinda dan di balas gelengan kepala.

"Baru dateng gua," jawab Dinda

"Sama siapa lu kesini?" Tanya Hanna

"Di antar sama adik gua."

"Riza?"

"Iya bawel, mana flashdisk gua GC keburu malem."

"Lebay baru jam 8 aja udah bilang malem biasanya juga sampe jam 10."

"Sibuk gua Na."

"Sama gua juga."

"Yaudah ya gua balik dulu."

"Naik apa lu pulang?"

"Grab."

"Yaudah buru persen gua tungguin." ucap Hanna sambil berdiri di samping Dinda.

"Tumben lu nggak bawa motor?" Tanya Hanna. Dinda yang lagi mengetik tiba tiba menggeleng.

"Tadinya gua mau bawa motor tapi gua ngantuk. Jadi gua dianter."

"Trus kenapa enggak minta Riza buat nunggu aja, kan hanya sebentar."

"Tadinya itu gua pengen main dulu disini sebentar, eh kantuk gua malah makin jadi takutnya gua malah ketiduran."

"Dasar emang tukang tidur lo hahahaha."

"Bodo," ucap Dinda. Matanya yang sudah lima Watt di paksanya untuk melek

"Mana sih Din kagak Dateng-dateng," tanya Hanna sesekali melirik kearah hp Dinda.

"Nggakk tau nih tumben lama," kata Dinda yang sesekali melihat kearah hpnya.

"Lah kok malah di batalin sama Abang grabnya?" Ucap Hanna saat melihat abangnya membatalkan pesanannya dan mengirim pesan kalau bannya bocor.

"Udah lah gua naik angkot aja," ucap Dinda sambil melangkah keluar.

"Telpon Riza aja sih, lu katanya ngantuk, nanti yang ada malah tidur di angkot," ucapan Hanna mengingatkan Dinda kepada adiknya.

"Oh iya lupa gua kalo punya adik haha " ucap Dinda sambil menyalahkan hpnya dan mencari kontak adiknya. Namun belum sempat memencat call, Dinda di kejutkan dengan lampu senter motor yang mengarahkan ke arahnya.

"Hai Din." Dinda memandang orang itu dengan sebal.

" Bisa nggak sih, kalo dateng itu kagak buat heboh!" Tanya Dinda dengan nada kesal. Lelaki itu hanya tersenyum.

"Hehe sorry," ucapnya sambil terkekeh. Dinda hanya tersenyum tipis.
Lo pulang bareng dia aja Din dari pada lo nggak ada temen pulang, bisik Hanna di telinga Dinda. Dinda mengangguk setuju

"Lo mau kemana kak," tanya Dinda kepada cowok yang ada di depannya.

"Mau pulang. Kenapa? Mau bareng?" Tanya lelaki itu dan kemudian Dinda mengangguk dan lelaki itu tersenyum.

"Yuk." senyum Dinda langsung berkembang

"Gua duluan ya Na bye."

"Bye."

1 || Kau Yang Aku Semogakan (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now