Bonus

5.2K 424 41
                                    

Michelle tampak sedang sibuk mengeringkan rambutnya saat tiba-tiba Devan keluar dari kamar mandi. Michelle menelan ludah melihat suaminya itu hanya memakai handuk, dia berusaha untuk terlihat netral meski tidak netral sama sekali.

"Kamu kenapa?" Devan mendekati Michelle.

"Em.. enggak... kamu yang kenapa, dari tadi ngliatin saya." Michelle mencari alasan.

Devan sibuk memilih kemeja di dalam lemari, meski ada senyum tertahan di wajahnya.

"Aneh lihat saya pakai handuk aja?"

"Enggak."Michelle bergidik cepat.

"Terus kenapa nglirik-nglirik gitu?" Devan menangkap basah isterinya mencuri pandang padanya. "Masih kurang yang kemarin malam?" Alis Devan naik satu.

Michelle segera membuang muka, dia tidak mampu menjawab. "Saya mau siapin makan malam." Michelle buru-buru keluar dari kamar, sementara Devan akhirnya bisa tersenyum lebar.

"Untuk apa yang sudah saya anggap prinsip, akhirnya saya langgar. Semua itu gara-gara kamu." Gumam Devan, membayangkan wajah isterinya itu.

***

Michelle tampak menyibukan diri dengan menyiapkan makanan di meja, meski pikirannya saat ini jelas tidak berada di meja makan, tapi di tempat lain, dengan adegan lain tentu saja.

Tiba-tiba dia menutup wajahnya dengan kedua tangan, membayangkan semua kejadian yang terjadi kemarin malam, senyum mengembang di wajahnya.
"Kamu ngapain?" Suara Devan membuatnya terjingkat.

"Hah?!" Michelle menelan ludah, melihat suaminya seperti orang asing.

"Enggak." Dia segera berbalik, berjalan ke arah wastafel meski dia juga tidak tahu apa yang akan dia lakukan di wastafel. Isi kepalanya sudah berantakan sejak kejadian kemarin malam. Dan pesan singkat bernada menggoda pada suaminya pagi ini tentu akan memiliki efek pada sesuatu yang aka terjadi malam ini.

Michelle melamun di depan wastafel, membuat Devan merasa bahwa isterinya itu aneh malam ini. Dia berjalan mendekati Michelle, mencoba memeriksa apa yang dilakukan isterinya itu dengan mengintip dari balik tubuh Michelle, mencoba melihat wajah isterinya. Ternyata isterinya sedang melamun.

Devan tersenyum, tanpa membuat suara dia memeluk Michelle dari belakang, mencium leher isterinya itu, membuat Michelle terkejut sekaligus meremang.

"Kamu pernah dengar nggak." Devan berbisik di belakang leher Michelle.

"Apa?" tana Michelle.

"Kalau nafsu makan seseorang menurun, maka nafsu yang lain meningkat." Jawab Devan.

Alis Michelle bertaut.

"Apa anda sedang tidak nafsu makan ibu Direktur?" goda Devan.

"Nafsu kok." Michelle mengelak.

"Terus kenapa bengong di sini, bukannya makan?" Devan berbisik sekali lagi "Saya sudah laper." Devan melepaskannya lalu berbalik, kearah meja makan.

Sementara Michelle sedang sibuk mencerna kalimat Devan soal "nafsu"

Apa maksud kalimatna dengan "kalau nafsu makan seseorang menurun, maka nafsu yang lain meningkat" Michelle tersenyum sekilas setelah bisa mencerna kalimat suaminya itu.

***
Devan sibuk dengan laptopnya setelah selesai menonton berita di televisi, sementara Michelle sedang sibuk membolak balik badannya di tempat tidur. Dia ingin terpejam tapi begitu sulit.

***
Setelah Devan selesai dengan pekerjaannya, malam sudah sangat larut, tapi Michelle masih tampak belum bisa tidur.

Devan segera menarik selimut lalu memejamkan mata, mengabaikan isterinya itu.

Michelle tampak kesal melihat tingkah suaminya. Dia jelas sudah mencoba mengulur waktu dengan menonton TV, lalu bekerja, dan sekarang tidur.

"Saya bilang tunggu sampai kuliah kamu selesai."Devan bicara meski matanya terpejam.

"Semalam itu khilaf."lanjut Devan.

Kalimat Devan lebih mirip sebuah tantangan daripada sebuah larangan di telinga Michelle.

"Yakin?" Michelle merangsek ke arah Devan.

"Hem..." Devan masih berusaha mempertahankan posisinya.

"Yakin?" Sekali lagi Michelle bertanya, tapi tangannya mulai menjelajah ke berbagai tempat tanpa permisi pada siempunya tubuh.

"Michelle." Devan membuka mata menatap isterinya itu.

"Apa?" Jawab Michelle manja.

"Saya mau tidur, besok saya ada rapat pagi." Tolak Devan.

"Bodo amat." Michelle tersenyum super manis setelah melotot pada suaminya, membuat Devan menggeleng tak percaya. Devan meraih tangan Michelle yang sedari tadi bergrilya, mencengkeramnya kuat-kuat sampai tangan itu tidak bisa berkutik.

Tatapan mereka bertemu, dan entah mengapa tiba-tiba ada semacam kecanggungan dalam diri Michelle ketika suaminya menatap dalam padanya. Dia menutup matanya.

"Kenapa sekarang merem?" tanya Devan, Michelle menutup matanya semakin erat saat Devan merangsek ke arahnya.

"Kamu ini terbuat dari apa sih?" Bisik Devan sambil membelai rambut Michelle. "Saya bilang jangan, kamu malah maju."

"Tapi giliran saya seriusin kamu mengkerut." Devan menahan senyumnya.

"Ampun pak Direktur." Diba-tiba celoteh konyol keluar dari bibir Michelle.

"Nggak ada ampun buat anak nakal yang nggak nurut." Devan berguling membuat Michelle terbelalak, baik Michelle maupun Devan sama-sama menelan ludah.

***

Devan tampak terlentang, matanya tertutup "Brapa kali kamu mau bikin saya kehilangan wibawa?" bisik Devan tak berdaya, sementara Michelle tersenyum, bergelayut dalam pelukan Devan.

"Setiap hari, setiap kali saya bisa" jawab Michelle.

"Saya teriak tidak, tapi kamu bikin saya ngejar-ngejar kamu." Devan bergumam ditengah rasa kantuk yang membuatnya semakin tak berdaya setelah sesuatu yang menguras energi.

"Kamu bikin saya kehilangan idealisme saya." Devan mengusap rambut Michelle, dan itu membuat Michelle tersenyum lebar penuh kemenangan.

120 Days #Googlrplaybook #JE Bosco PublisherWhere stories live. Discover now