Day 27

3.6K 314 31
                                    

(Pukul 06.00 - Apartment Devan)

Devan POV

Kedudukan sebagai Direktur Keuangan itu seperti sebuah perangkap bagi saya, keadaan di bagian keuangan sangat kacau, dan kenapa saya akhirnya bisa duduk di kursi itu, karena hasil audit annual menunjukan bahwa Direktur Keuangan sebelumnya terbukti bertanggung jawab atas penggelapan uang perusahaan dalam jumlah besar yang akhirnya selain membuat beliau dicopot dari jabatannya juga terpaksa harus berurusan dengan pihak berwajib.

Melalui rapat luar biasa yang diadakan oleh dewan direksi dan owner perusahaan akhirnya diputuskan untuk menarik saya ke posisi itu. Saya dianggap cukup bersih untuk duduk di posisi itu, dan saya juga yakin akan diri saya sendiri, tapi orang-orang yang bekerja di bawah saya, mereka bisa kapan saja menjebak saya ketika saya lengah.

Pekerjaan saya bukan sebuah jabatan mentereng, tapi ini tentang integritas, kejujuran, dan nasib baik. Bahkan direktur yang duduk di posisi ini sebelumnya juga jatuh bukan karena lompatan yang ia buat. Dia justru di dorong oleh tangan-tangan yang bekerja di bawah komandonya. Hanya saja beliau tidak cukup jeli sehingga barang bukti mengarah pada beliau, hanya karena sebuah tandatangan.

Keberangkatan saya ke Jepang juga bagian dari rencana orang-orang yang tidak menyukai saya agar saya terlibat dalam pengadaan Crace baru. Jika dalam dealing, kontrak kerjasama, nilai tawar, dan harga beli terdapat celah, maka mereka semua sudah siap untuk mendorongku jatuh kedalam lubang yang sama dengan direktur keuangan sebelumnya.

Apalagi mereka menganggap saya sebagai anak ingusan yang baru kemarin sore lahir, dan tentu saja dendam kesumat karena ketika saya bekerja sebagai leader di tim audit, saya dianggap selalu membahayakan posisi mereka. Meski begitu, saya tidak pernah takut pada mereka, karena saya yakin, pekerjaan saya adalah sarana saya mendapat rejeki untuk orang-orang yang saya perjuangkan hidupnya, keluargsaya. Jadi saya yakin, bahwa doa mereka akan membuat saya tetap berada di jalan yang baik.

Saya sedang berkemas, dan besiap untuk ke bandara, penerbanganku pukul 11.00 WIB. Kulirik ponselku, saya teringat pada gadis polos itu, Michelle.

Ketika bersama dengan gadis itu saya merasa usia saya lima atau bahkan sepuluh tahun lebih muda dari usia saya saat ini. Dia seperti gadis kecil bagi saya, dia hidup didalam sebuah "Buble" dimana dia bisa terlihat begitu indah, energic, menarik, ceria, ketika dia berada di dalam "Buble" yang adalah dunianya.

Entah apa yang dia lihat dari diri saya, sampai membuatnya begitu mengagumi saya. Tapi saya tidak ingin menariknya secara paksa keluar dari "Buble" itu untuk kemudian hidup di dunia saya. Dunia saya bukan dunia yang nyaman untuk dia tinggali, dan saya tidak ingin dia terluka ketika dia hidup di dunisaya demi diriku.

Soal Aurellie, sejak enam tahun lalu saya hidup dengan bayang-bayangnya, dia seperti nyawa yang saya anggap sebagai sumber hidupku. Hanya memandang fotonya setiap hari, itu membuatku merasa bahwa saya memiliki kekuatan untuk menyelesaikan hariku. Meski karena kepergiannya juga, tahun pertama begitu berat bagiku, tapi lima tahun berikutnya saya sudah terbiasa hidup dengan bayang-bayangnya.

Awalnya saya tidak bisa hidup jika saya melepaskan diri saya dari dirinya, tapi saat kami bertemu, dan dia menyentuh saya, saat saya mengatakan tidak, saat itu saya merasa untuk pertama kalinya saya tidak membutuhkannya lagi. Selama ini saya hidup dalam fantasi saya tentang dirinya, tapi semuanya sudah berakhir.

Dan ketika saya melihat Alfons, saya yakin bahwa dia akan bahagia bersama pria itu.

Tiba-tiba ponselku bergetar.

"Michelle?" saya melihat nama itu di layar ponselku.

"Halo."

"em....pak Devan-" saya menahan senyumku, membayangkan ekspresinya, mungkin saja dia saat ini begitu gugup, berbicara padsaya di telepon.

120 Days #Googlrplaybook #JE Bosco PublisherWhere stories live. Discover now