"Kehadiran aku, merusak—"

Zidny menggelengkan kepalanya membuat (Namakamu) membiarkan ucapannya menggantung, "Kamu gak salah, kok. Ini udah jadi ketentuan Allah,"

"Kamu baik, Zid. Harusnya aku gak nyakitin kamu dengan cara kayak gini. Kamu pasti sayang banget sama Iqbaal,"

"Kamu gak nyakitin aku. Aku baik-baik aja. Udah, yaa. Aku gapapa,"

(Namakamu) meneteskan air matanya melihat Zidny yang berusaha untuk tegar di hadapannya. Padahal ia yakin, Zidny sudah rapuh bahkan sangat rapuh. Sama seperti dirinya.

**

Iqbaal sedaritadi sibuk termenung di dalam ruang kerjanya. Pikirannya tertuju pada rumah. Ia merindukan istri pertamanya. Karena hampir seminggu ini ia lebih menghabiskan waktunya untuk (Namakamu). Mencoba untuk kembali beradaptasi dengan perempuan itu. Sudah pasti itu bukan keinginan Iqbaal. Rike yang menyuruh.

Memiliki dua istri benar-benar membingungkan. Ia harus membagi perhatiannya di waktu yang sama.

"Pak," ucap seorang pegawai yang memasuki ruang kerja Iqbaal beserta dengan beberapa map yang ada di tangannya.

Iqbaal sedikit tersentak dan membuyarkan lamunannya. Melihat seorang perempuan yang sudah berdiri di hadapannya.

"Maaf saya lancang. Daritadi saya sudah mengetuk pintu, tapi bapak tidak memberi sahutan. Saya berinisiatif untuk langsung masuk saja," ucap perempuan itu menundukkan kepalanya.

Iqbaal hanya menganggukkan kepalanya. Satu pertanyaan yang ada di pikiran Iqbaal sekarang. Apakah perempuan itu memperhatikannya saat tengah melamun tadi?

"Ada apa?" tanya Iqbaal.

Perempuan itu tersenyum dan meletakkan beberapa map yang ia bawa di atas meja; di hadapan Iqbaal, "Ada beberapa berkas yang harus bapak tanda tangani."

Iqbaal mengangguk mengerti. Perempuan itu pamit untuk kembali menuju ruang kerjanya. Iqbaal mengambil map-map tersebut dan mencoba untuk kembali fokus dengan pekerjaannya. Namun sialnya, pikirannya justru malah semakin tidak jelas.

Iqbaal mengusap kasar wajahnya. Berdiri dari duduknya dan berjalan menuju luar ruangan.

**

Iqbaal memasuki rumahnya dan merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tengah. Melepaskan beban dan pikiran yang ada di kepalanya. Ia sengaja memutuskan untuk pulang lebih awal dari jam kerja biasanya.  Hari ini adalah hari yang buruk untuk Iqbaal. Baru jam 11 siang saja tubuhnya sudah merasa lelah. Dari pada semua pekerjaannya jadi kacau karena dirinya yang tidak fokus, lebih baik ia pulang kerumah.

Iqbaal memejamkan matanya sejenak untuk melepas rasa lelahnya.

"Lho, Iqbaal." ucapan itu justru membuat Iqbaal kembali membuka matanya. (Namakamu) sedikit heran melihat kehadiran Iqbaal. Bukankah ini masih jam kerja, dan ingin memasuki jam makan siang, "Kok udah pulang?" ucapnya kemudian terduduk di samping Iqbaal. Iqbaal merubah posisinya menjadi duduk tegap di samping (Namakamu). Sedikit memberi jarak.

Iqbaal tersenyum tipis, tatapannya menunduk, "Iyaa, aku.. sedikit ada pikiran. Jadi, mending pulang daripada kerjaan jadi berantakan," Iqbaal tersenyum tipis kearah (Namakamu). Menatap matanya 2 detik setelah itu mengalihkan pandangannya kearah lain. Memutuskan kontak matanya lebih dulu.

(Namakamu) tersenyum mengerti, "Gitu yaa. Yaudah kamu ganti baju, gih. Aku mau nyiapin makan siang dulu." ucap (namakamu) tersenyum tulus.

"Bunda kemana?"

"Bunda ada janji buat ketemuan sama temen lamanya, yaudah kamu ganti bajunya cepet,"

Iqbaal tersenyum tipis dan mengangguk, "Oh iya, Zidny ada di kamarnya. Kamu pasti mau ketemu sama dia kan?"

All I Ask.. ✔Where stories live. Discover now