Bab 5

168 6 0
                                    


 Catatan : Harap para pembaca membaca dengan tidak cepat, tapi jangan terlalu lambat

 "Louis" suara Evelyn memanggil anaknya. Louis mengalihkan pandangannya dari pemandangan balkon rumah dan menatap mamanya. "Sedang apa?" sambung mamanya.

   "Menghirup udara segar. Ada apa?" sahut Louis dan kembali menatap panorama alam.

   Mamanya ikut berdiri di sampingnya sambil menatapnya tersenyum.

   "What? don't look at me like that" kata Louis merasa risih dengan tatapan mamanya.

   "Tidak, mama hanya ingin menatapmu saja. Clara juga baru pulang"

   "I don't ask"

   "Ok, yah sudah...mama kira kamu ingin tahu" balas mamanya.

   Semenit kemudian, Louis beranjak dari tempatnya dan masuk ke dalam rumah, meninggalkan mamanya namun mamanya tidak bertanya lagi karena dia tahu, anaknya akan menjawabnya singkat atau bahkan tidak menjawab sama sekali. Tidak lama kemudian, mamanya juga ikut masuk karena angin mulai bertiup kencang.

   Louis membaringkan dirinya di tempat tidur setelah masuk ke kamarnya. "Aku tidak percaya harus melewati hari seperti ini. Gadis itu, beraninya dia mengotori wajahku dengan tepung. Kenapa aku kalah darinya dalam pertandingan tadi?, padahal aku sudah susah payah membuat trifle cake itu. Tapi yah aku akui sebenarnya aku yang salah karena menerima tantangannya, padahal aku tidak mahir dalam memasak" kata Louis sambil memijat pelipisnya.

   'Tapi, kenapa aku merasa berbeda setelah bertemu dengannya. Dia berbeda. Senyum dan tawanya sering kali membuatku risih tapi juga terkesan menenangkan' pikirnya sejenak. "I should not know her. I don't want her life will be broken" kata Louis

   Ia kemudian beranjak dari tempat tidur menuju meja belajarnya. Ia meraih ponselnya yang berada di atas meja kemudian duduk di sofa dekat jendela kamarnya. Jari ibunya bergerak membuka galeri ponselnya sehingga layar ponselnya dipenuhi dengan gambar. Ia membuka satu file foto dengan judul 'Her' dan menampilkan foto-foto seorang gadis kecil. Ia membuka satu per satu foto-foto itu sambil mengamatinya. 'Sudah 10 tahun berlalu. Kau mungkin sudah tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik sekarang. Aku sangat merindukanmu. Aku ingin bertemu denganmu, tapi aku tidak mau menyakitimu untuk kedua kalinya' kata Louis dalam hatinya.

   Hidupnya terasa berat begitu memandang gadis itu walaupun hanya dalam foto. Ia merasa begitu terpukul karena gadis itu, sehingga ia langsung mematikan ponselnya sambil memijat pelipisnya. Rasanya, ia ingin berteriak. 'Why me?, i don't wanna be like this' sesalnya. Ia mengalihkan pandangannya ke jendela. Hari sudah semakin gelap dan angin bertiup kencang. Louis bergegas menutup jendela kamarnya kemudian berjalan menuju meja belajarnya dan meraih sebuah buku untuk dibacanya, sambil menunggu makan malamnya.

   Beberapa menit kemudian, pintu kamar Louis diketuk seseorang. Louis segera membuka pintu karena ia tahu itu mungkin pelayan yang menghantarkan makan malamnya. Tapi ternyata bukan pelayan melainkan papanya.

   "Louis, hari ini ikut papa dan mama makan malam di restoran. Jangan menolak, karena tidak ada yang memasak makan malam saat ini" tutur papanya.

   "Aku tidak mau. Aku akan memasak sendiri kalau perlu"

   "Sayang sekali bahan makanan kita habis. Para pelayan akan membelinya besok di pasar"

   'Menyusahkan saja' pikirnya. "Terserah kau saja, tapi aku akan segera pulang begitu selesai makan" balasnya kemudian langsung menutup pintu kamarnya.

Unable To ReachWhere stories live. Discover now