Minggu Keempat (Sarah)

197 1 0
                                    

Gale membuka pintu mobilnya untukku.
"After you." Dia tersenyum.
"Thanks." Aku mengangguk.
"You have very beautiful car." Aku membuka pembicaraan setelah kita keluar dari tempat parkir. Gale memarkirkan mobilnya di basement mall dekat Brindisa. Sudah sulit mencari lahan untuk memarkirkan mobil di Bali.
"Thank you. So, like it?" Dia membuka kaca mobilnya. Aku merasakan angin menyentuh wajahku sekarang, aku menutup mata dan menghela nafas.
"Ini yang gue suka dari Bali, udara dan wanginya." Kataku.
Dia tersenyum, dia menyalakan radio.

"I am obsessed with BMW, I live for them!"
"That's the reason you said that, right?" Gale menoleh kearahku.
"Yap! Kamu beruntung, ini mobil impianku." Aku tersenyum.

Sedan kuning keemasan itu melaju dengan kencang. Aku bisa merasakan angin dari luar semakin terasa kencang, sedikit merusak tatanan rambut Gale.
Kita berdua tertawa setelah Gale melepas pedal gas, "She's so fast!"
Kataku sambil merapihkan rambutku. Dia tersenyum.
"She is." Jawabnya.
Tatanan rambut coklatnya sedikit rusak karena angin dari kaca yang dia buka sedikit, beberapa helai rambutnya jatuh menyentuh kening putihnya, dia tidak menyentuhnya, membiarkannya terlihat berantakan.
"Oh God! This song! Do you know this song?!" Aku membesarkan volume radio mobilnya.
"Between The Bars?" Gale menjawab.
"Yes! You know this song? Oh my God!"
"Tau dong, Elliot Smith, kan?"
Aku mengangguk bersemangat.

"..the potential you'll be that you'll never see, the promises you'll only make.."

"Itu bagian kesukaan gue!" Gale menghentikan aku yang sedang bernyanyi.
"Hahaha iya, kalau gue suka semuanya." Candaku.
"Gue suka bagian itu nya doang hahaha.." Gale menjawab sambil menghentikan mobilnya.
"Kita sudah sampai?" Aku bertanya sambil melihat kearah luar.
"Ini dimana?" Tanyaku lagi.
Gale melepaskan sabuk pengaman dan mematikan mesin mobilnya.
Dia berjalan kearah pintu kiri.
"Apartment gue." Dia membukakan pintu untukku.
Aku menatapnya sejenak dari dalam mobil,
"Ngapain kita kesini?" Tanyaku heran.
"Gue lupa belum nyabut kabel setrikaan, takut kebakaran. Mau nunggu disini?" Dia masih memegang pintu mobilnya, menungguku.
"Eh.. nggak! Gue ikut!" Aku beranjak keluar dari mobilnya.
"Good, come!" Dia menutup pintu dan berjalan meninggalkanku.
Aku mengikutinya masuk kedalam gedung itu.

Gedungnya sangat megah, aku tahu gedung ini baru.
Letaknya tidak begitu jauh dari Kuta, berada diantara ruko-ruko di daerah Ngurah Rai.
"Lo gak tinggal sama orang tua lo?" Aku bertanya sambil mengikuti langkahnya.
"Kadang-kadang." Dia menjawab.
Lobby sangat megah, semuanya terlihat masih baru dan bagus. Ditengah lobby terdapat kolam lumayan besar dengan air mancur ditengahnya.
"Selamat malam Pak Gale." Seseorang yang menggunakan jas biru dongker itu tersenyum kearahku dan Gale saat kita melewati meja receptionist.
Dia tersenyum lalu menundukkan badannya.
"Malam, Mas!" Gale menjawab sapaannya, aku hanya tersenyum.
Dia menekan tombol 18. Didalam lift aku terdiam, melihat sekitar, sesekali aku merapihkan rambutku didepan kaca didalam lift. Gale hanya terdiam melihatku.
"Lantai 18?" Aku membuka pembicaraan.
"Iya, di paling atas." Gale menjawab.
"Wow, kelihatan pemandangan Bali dong!?" Tanyaku bersemangat.
"You'll see now." Gale menjawab tepat saat pintu lift terbuka.
Aku melangkah mendahului Gale. Dia tertawa melihatku yang bersemangat.
"Mau kemana non, kamarnya disebelah sini.." Gale tertawa geli melihatku yang terlalu bersemangat dan berjalan kearah kanan seolah aku tahu dimana kamarnya.
Aku membalikkan badanku, Gale masih berdiri didepan lift sekitar 5 langkah dibelakangku, "Oh.. sorry hehe.." Aku tersenyum lebar.

Gale membuka pintu apartment nya, "After me?" Tanyaku.
Dia tersenyum mengangguk.

Apartmentnya sangat luas. Mungkin 3 kali lipat lebih besar dari kamar hotelku. "Wow...." Aku melangkah masuk.

Pain Demands To Be FeltTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang