Minggu Ketiga (Sarah)

310 1 0
                                    

Aku menatap kotak biru itu. Masih tergeletak diatas meja kayu jati ditengah ruang tamu rumahku.
Aku meraihnya. Aku mengangkatnya dan mengerutkan kening.
Isinya apa ya?

Aku ingat Doston bilang bahwa ini adalah sesuatu yang seharusnya aku milikki. Hanya kamu Dos yang seharusnya aku milikki. Aku menghela nafas sejenak. Aku berjalan ke kamar ku sambil membawa kotak itu.

Aku tidak akan bisa menaruhnya dimeja tidurku, kotak ini terlalu besar. Aku menatap sekitar kamarku, taruh dimana ya?

Akhirnya aku memutuskan untuk meletakan kotak besar ini dibawah meja riasku, bersebelahan dengan kotak sepatu Adidasku, pemberian Doston.

Aku merebahkan badanku diatas kasurku yang hari ini terlihat sangat rapih. Si mbak udah pulang?
Tidak mungkin aku bisa merapihkan kasurku serapih si mbak.

Aku melihat jam dinding, masih pukul 8 malam. Aku lapar. Aku memutuskan untuk berjalan ke arah dapur, lumayan jauh dari kamarku. Aku harus melewati beberapa kamar, setelah ruang keluarga, aku melewati taman indoor, baru aku sampai ke ruang makan.

"Mbak..?" Aku menengok kearah pintu belakang. "Mbak udah pulang?" Aku sedikit mengeraskan suaraku, berharap terdengar sampai ke dapur belakang.

Tiba-tiba wanita paruh baya itu datang, menghampiriku.
"Iya Non, saya baru sampai tadi siang. Saya sudah bereskan kamar Non.." Dia berbicara sambil membuka lemari diatas tempat cuci tangan.

Aku masih terdiam, sekarang aku sudah duduk di meja makanku, tidak terlihat apa-apa dimeja makan.

"Kalau Non mau makan, ada ini ayam panggang tadi siang saja masak, mau dipanasin Non?" Dia menyodorkan piring besar berisi ayam panggang yang terlihat tidak enak, mungkin karena dingin.

"Iya boleh deh, dipanasin ya, saya tunggu disini" Jawabku singkat, aku tersenyum kepadanya.
"Siap Non.." Dia menganggukkan kepalanya lalu beranjak meninggalkanku di ruang makan, ke arah dapur belakang.

Aku menatap handphone ku.
Aku baru sadar, ternyata ada beberapa missed call, siapa ya?
-unknown number- 4 missed call.
-Maria- 6 missed call.
Bagaimana aku tidak mendengar ada telfon? Ah benar, ternyata itu missed call saat Doston datang kerumahku, kemarin. Aku sengaja mengaktifkan silent, aku selalu melakukannya saat aku bersama Doston. Aku tidak mau ada yang mengganggu. Kalau dulu, saat kita masih pacaran, karena Doston selalu tidak senang kalau aku bermain dengan handphone ku saat aku sedang bersamanya. Dasar posesif.

Aku menghela nafas. Ada apa ya? Maria?
Maria adalah sahabatku. Kita sudah mengenal satu sama lain selama 7 tahun, dia adalah belahan hatiku. Hubunganku tidak begitu baik saat aku berhubungan dengan Doston. Maria merasa aku tidak seharusnya menjauh dari teman-temanku karena Doston. Maria bilang bahwa aku bodoh, aku dibutakan oleh Doston. Maria pun selalu bilang bahwa Doston tidak pantas mendapatkanku, karena Doston tidak mencintaiku apa adanya.

Selama 7 bulan berhubungan dengan Doston, mungkin hanya 2 atau 3 kali aku bertemu Maria. Aku akui aku memang tidak punya banyak waktu untuk teman-temanku. Lebih tepatnya aku tidak punya waktu untuk hidupku yang lain selain Doston. Pathetic, huh?

Tapi bagaimana lagi, itu yang terjadi, saat itu aku benar-benar tidak mempedulikan apapun selain Doston, seperti yang aku bilang aku rela meninggalkan kehidupanku sebelumnya hanya untuk dia.

Si Mbak datang dia meletakan piring ayam panggang yang telah dipanaskan itu. "Selamat makan Non.." Dia tersenyum lalu berjalan meninggalkanku.

Pain Demands To Be FeltTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang