Minggu Ketiga (Sarah)

217 1 0
                                    

Aku terbangun karena suara nyaring dari handphone ku.

"Halo...." Aku mengangkat telfonku dengan suara setengah sadar.
"Assalamualaikum, sudah bangun sayang?" Suara ayahku.
"Walaikumsalam, aku baru bangun nih.. Ada apa ay?" Aku mencoba bangun dan meregangkan badanku.
"Oh, gak ada apa-apa cuman mau kasih tau aja kalau Ayah akan pergi ke Bali besok, kita bisa ketemu di Bali kalau Sarah mau, tidak ada jadwal kuliah kan hari Selasa?" Suara ayahku terdengar sangat tenang seperti biasanya.
Aku kembali merebahkan badanku, "Hm.... gak ada jadwal sih, tapi kok mendadak, ada apa yah?"
"Ayah ada kerjaan di Bali, sekalian kalau kamu mau liburan, ayah juga kangen Sarah!" Jawabnya.
"Oh gitu.. yaudah aku lihat jadwal dulu, nanti aku kabarin ayah ya!"
"Okay, honey. Assalamualaikum." Ayahku menutup telfonnya.
"Walaikumsalam." Aku menjawab lalu menarik selimut menutupi seluruh tubuhku, ini masih sangat pagi untukku bangun dari tidurku. Ergh.

-----------------

Hari ini aku memutuskan untuk menelfon Maria, sahabatku.
Aku memikirkan tentang ajakan ayahku ke Bali, it will be a good idea if I ask her to join me to Bali, pikirku.

Aku sudah sangat lama tidak bertemu Maria, mungkin ajakan ini akan membuatnya tertarik, Maria sangat senang berlibur ke pantai.

"Halo, lo bilang ko kangen gue kan?" Aku berkata tanpa basa-basi.
"Halo, eh ada apa nih tiba-tiba? Haha" Maria menjawab.
"Gak ada apa-apa gue mau ngajakin lo ke Bali, kalau lo mau." Jawabku sambil membuka laptop diatas meja makan.
"Hah? Bali? Kapan? Kok tiba-tiba?" Maria terdengar sedikit kaget.
"Iya bokap gue ngajak ketemu di Bali, besok, lo mau ikut gak?"
Aku membuka situs pencarian tiket pesawat.
"Gue lagi cari tiketnya, kalau lo mau ikut sekalian gue beli dua."
"Aduh.... sumpah deh kalau besok gue gak bisa beneran, gue ada janji." Maria terdengar kecewa.
"Ah lo gak seru! Hahaha, lo bisanya kapan?" Handphone ku aku letakan disebelah laptop, aku menyalakan speakers nya.
"Gini aja deh, 2 hari lagi gue nyusul, gue beli tiket sendiri aja, gimana?" Maria menawarkan tawarannya.
"Ide bagus. Why not? We could have so much fun together there, gue berangkat besok, janji ya lo nyusulin?" Aku menemukan jadwal penerbangan yang cocok.
"Iya sayang, pasti, I'll see you there ya! Ciao!"
"Ciao!" Aku menutup telfonku.

Tiket sudah kubeli, besok aku akan berangkat ke Bali. Mengingat Bali saja aku sudah bisa tersenyum, I love Bali. Aku memutuskan untuk membereskan koperku.

Sampai dikamar, aku mulai merapihkan dan memilih baju mana saja yang akan kubawa ke Bali, memang tidak akan lama, tapi aku membawa beberapa pasang cadangan baju, hanya berjaga-jaga.

Koperku sudah tertata rapih dan penuh, aku menundukan badanku untuk menutup dan mengunci koperku, aku melihat kotak pemberian Doston.

Kotak besar itu belum kusentuh, sudah dua hari aku biarkan tersimpan bersebalahan dengan kotak sepatuku, aku menatapnya sejenak. Aku menghela nafas dan mencoba tidak memikirkannya.

Sejak terakhir kali aku bertemu Doston, 2 hari yang lalu, aku belum mendengar kabarnya lagi, kemana dia? Aku mencoba tidak begitu memikirkannya, aku yakin mungkin sehari setelah ini atau bahkan malam ini dia pasti akan menghubungiku lagi. Entah kenapa, setelah bertemu Doston aku membaik. Walaupun sampai sekarang aku belum mendengar kabarnya, tapi setidaknya kebahagiaanku bersamanya dua hari lalu masih membekas, masih tersisa. Perasaan tenang dalam pelukannya masih membekas hingga sekarang. Setidaknya aku tidak sehancur saat itu, diminggu pertama.

--------------------

Aku memakai kacamata hitamku sekarang, matahari begitu terik sesampainya aku di bandara. Supirku menurunkan 1 koper berukuran sedang, dan bantal kecil kesayanganku.

Aku menunggu di tangga tepat didepan pintu masuk, "Semua sudah?" Aku berbicara pada supirku.
"Sudah, Non." Dia mengangguk.
"Saya pergi ya!" Aku melambaikan tanganku.
"Siap Non, hati-hati dijalan, salam untuk bapak." Ia mengangguk.

Aku mendorong koperku, memasuki bandara. Ramai. Seperti biasa, mungkin karena masih tanggal muda, semua berlibur.

Seperti biasa aku duduk dikursi dekat jendela, aku memasang earphone dan memutar musik di handphone ku. Sebelum aku mengaktifkan airplane mode, aku memutuskan untuk menelfon Doston.

Panggilan yang anda tuju, tidak menjawab, cobala....

Aku mematikan telfonku, kenapa dia tidak menjawab?
Aku menatap layar handphone ku, aku mengurungkan niat untuk mengirim sms. Telfon aja gak diangkat, apalagi sms. Pikirku.

Aku menghela nafas dan memejamkan mata.

Sepanjang perjalanan aku berusaha tidak memikirkan Doston. Memikirkannya hanya membuatku sesak, dadaku sakit. Mengingat apa yang sebenarnya terjadi diantara kita membuatku lemas. Sesekali aku menghela nafas sangat dalam, aku menenangkan diriku. Setidaknya aku dalam perjalanan ke Bali, mungkin aku sedikitnya bisa melupakan sebentar tentang Doston. Aku rindu ayahku, sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Baiklah, aku harus tenang sekarang. It's okay, Sarah.

"Hi honey! How was the flight?" Ayahku memeluk dan mencium keningku, dia tersenyum lebar saat melihatku.
Aku memeluknya erat, "Baik, yah.. I miss you!"
Dia tersenyum melihatku.

Kita berjalan bersandingan menuju mobil.
Ayahku memasukkan koperku kedalam bagasi mobil, aku sudah duduk didalam mobil, berusaha menyeka keringat di wajahku, Bali sangat panas sekarang.

Aku melihat ke sekitar, aku mengerutkan kening saat aku melihat di kejauhan ada seorang perempuan berjalan memeluk seseorang yang sepertinya aku kenal.

Itu Doston. It's him.

Aku melihat Doston. Dengan seorang perempuan.
Berpelukan. Sangat mesra.

Doston mencium perempuan, didepan mataku.
Doston ada di Bali.

Pain Demands To Be FeltTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang