Minggu Pertama (Sarah)

843 2 0
                                    

Aku masih memandang cangkir kopiku. Tidak biasanya aku memesan kopi, tapi sepertinya hari ini aku memang membutuhkannya, aku sangat lelah.
Cangkir cappucino itu sama sekali belum aku sentuh, sepertinya sudah mulai dingin.

Sebelumnya aku tidak pernah datang ke kafe ini, tapi tadi setelah aku keluar dari stasiun, aku hanya melihat kafe ini, dan tempat ini terlihat bagus.
Aku memilih untuk duduk diluar, aku masih ingin merasakan angin walaupun aku sedikit kedinginan, tapi setidaknya hari ini terlihat sedikit matahari.

Ini hari ke 7 setelah aku putus dengan pacarku, Doston. Kita memang baru 7 bulan berpacaran, itulah yang membuat aku bingung, kenapa aku bisa merasakan sesedih ini dia tinggalkan, aneh. Ada yang bilang mungkin dia cinta pertamaku, and you will never forget your first broken heart, tapi aku tidak percaya. Sepertinya ini lebih dari sekedar cinta pertama, karena setelah dia memutuskan untuk meninggalkanku hari itu, aku tidak pernah bisa tidur. Aku menghabiskan malamku hanya dengan mengingatnya, dan menangis. Aku curiga bahwa dia bukan hanya sekedar cinta pertamaku, ini lebih dari itu, sakitku lebih dari itu, aku yakin.

"Permisi, ada tambahan lain mbak?" Waitress itu mengagetkanku, tanpa aku sadari dia sudah ada disebelahku.
"Eh, nggak mas, saya masih nunggu orang, mungkin nanti." Aku menjawab sambil mengelus dadaku, dia mengganggu lamunanku.
"Oh, kalau ada tambahan panggil saya ya mbak." Dia tersenyum sambil berjalan meninggalkanku.

Sambil mulai meminum cappucino ku, pandanganku masih tertuju pada jalanan yang sangat ramai, oh iya, ini malam minggu!.

Dijalanan yang ramai, aku melihat Doston, kekasihku.
Mantan kekasihmu, Sarah!
Lelaki itu berjalan ke arahku. Hari ini, dia mengenakan celana jins kesukaannya warna biru terang, polo-shirt putihnya memang sangat cocok untuk dia, ya jelas saja karena itu adalah pemberianku di hari saat kita merayakan anniversary satu bulan yang lalu. Aku masih ingat sangat jelas tentang hari itu, kita pergi ke salah satu pantai terbaik di Bali, dan menghabiskan waktu seharian di pinggir pantai, matahari, bir, dan akupun masih ingat janji-janjinya, tapi yang paling aku ingat adalah saat sunset dia mencium keningku, dan dia berbisik "I love you, Sarah".

Aaargh sudahlah, itu sudah lama dan kita sudah berakhir, Sarah!

Doston hari ini memakai sneakers hitamnya yang sudah terlihat kusam, tapi aku tahu jelas bahwa itu adalah sneakers kesukaannya. Rambutnya seperti biasa tertata rapih dengan gel, dan hari ini dia memakai jaket kulit yang belum pernah aku lihat sebelumnya, mungkin itu jaket baru.

Dia berjalan ke arahku, dia sudah melihatku, dia tersenyum. Dia memberikan senyuman kesukaanku, senyuman yang membuatku jatuh cinta saat pertama kali aku melihatnya, 10 bulan yang lalu. Oh God, he's so perfect!

"Hai.. apakabar? Sudah lama menunggu?" Dia menyapaku dan mencium pipiku, aku bisa merasakan parfume nya, ini adalah wangi yang sangat aku suka. Ugh.. I miss this smell so much.
"Hai, I am fine thanks! No prob, aku baru sebentar kok!"
Dia duduk didepanku, dialah orang yang aku tunggu.
"Kamu mau pesan apa? Kopi?" Aku memberikan dia menu, aku tahu jelas dia hanya akan memesan minum, dia tidak mungkin memesan makan, ini sudah jam 2, dia pasti sudah makan, mungkin jam 12 atau jam 1, dia adalah orang yang sangat terjadwal, aku tahu jelas. I know him so much.

"Satu orange juice. Thanks!" Doston berbicara dengan waitress yang tadi menghampiriku. Lalu dia tersenyum, dan kembali melihatku sekarang. Ah God stop giving me that smile!

"Kamu apa kabar, Sarah?" Dia memegang tanganku, sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku.
I miss you so much!!!!!
"Eh.. I'm doing okay, thanks for asking. How's life, Dos?" Aku mencoba menjawabnya dengan tenang, jantungku berbedar. Bagaimana bisa aku baik-baik saja?!? Dia menyudahi hubungan kita satu minggu yang lalu, bagaimana mungkin aku tidak bersedih. Ergh.
"Hahaha.. Terakhir kita ketemu hanya 1 minggu yang lalu, Sarah.. Life hasn't changed yet of course!"
Iya satu minggu lalu saat dia bilang bahwa dia sudah tidak bisa lagi menjalani hubungan kita ini, saat dia menghancurkan hatiku.
Aku tidak menjawab, aku tidak tahu harus menjawab apa, aku benar-benar salah tingkah, aku melihat orang yang sangat aku cintai duduk tepat didepanku, memegang tanganku, tapi sekarang dia bukan siapa-siapa lagi untukku. Mungkin dia tidak merasakan apa yang aku rasakan, makanya dia bilang seperti itu, dan dia memang terlihat baik-baik saja, aku yakin dia tidak merasakan seperti ini, sekarang saja dia masih bisa dengan santainya bertanya tentang kabarku, tentu saja aku tidak baik-baik saja.

"Aku mau bilang aku benar-benar minta maaf, Sarah. Aku tahu aku membuatmu sedih, aku tahu bahwa ini tidak gampang untuk kamu, aku minta maaf." Wajahnya berubah saat dia berbicara, matanya berubah sendu dan suaranya mengecil.
"Untuk aku?" Bagaimana bisa dia bilang hal ini sulit untuk aku, ini tidak seharusnya sulit hanya untuk aku."
"Maksudku untuk kamu dan aku, aku sangat merindukanmu." Dia menggenggam tanganku sekarang.
I miss you too, Dos!
Aku menghela nafas.
"I really have no idea, Dos.. I really don't know why you did that." Aku mencoba melepaskan tanganku dari genggamannya, aku mencoba menyeka air mataku, aku tidak bisa menahannya. Aku memalingkan pandanganku, aku mencoba meraih tissue dengan tangan kananku sebelum akhirnya Doston meraih tissue dan memberikannya kepadaku.
"Berhenti menangis, Sarah. Tidak ada yang harus kau tangisi, aku tidak mau membuatmu bersedih."
Dia sepertinya sudah gila. Benar saja kataku tadi dia memang tidak merasakan apa yang aku rasakan, dia tidak merasa ini adalah hal yang sangat menyedihkan, perpisahan ini.

"Seperti yang aku sudah bilang minggu lalu, kita tidak bisa memaksakan ini. Hubungan kita sudah tidak baik, Sarah. Aku hanya bisa menyakitimu, aku hanya membuatmu menderita dengan memaksakan semuanya." Dia kembali memegang tanganku.

"Doston, kamu tahu seberapa aku sangat mencintaimu, kamu tahu kan? Kamu pun seharusnya tahu seberapa aku akan melakukan apapun agar hubungan kita tetap berjalan, it's you.. not me, Dos.." Aku menatapnya, aku menatap Doston dengan air mata yang mulai jatuh menyentuh pipiku, kali ini aku sudah tidak akan menahan dan berpura-pura tidak menangis.
"Aku apa, Sarah? Aku kenap.."
"It's you who stopped me trying to make everything works!"
"Aku pernah bilang bahwa aku akan melakukan apapun, aku bahkan berjanji bahwa aku akan memperbaiki semuanya agar kita tetap bisa bersama, kamu ingat kan? Aku hanya meminta kamu untuk bantu aku, aku hanya minta kamu untuk sabar sampai keadaan kembali seperti semula, I simply wanted you to believe in me, believe in us, Dos!"
Dia memalingkan wajahnya, dia melepaskan genggaman tangannya, dia meraih sesuatu dikantung celananya, aku tahu. Dia menyalakan rokoknya. Dia menghela nafas dan menatapku.
"Sarah, coba kamu sadar dan buka matamu, kamu lihat seberapa kacaunya keadaan kita, seberapa kacaunya semuanya, kamu tahu Sarah bahwa kita sudah tidak akan pernah bisa bersama lagi, ini terlalu rumit, ini terlalu sulit!" Dia menghisap rokoknya dan memalingkan lagi wajahnya, dia terlihat marah.
Aku masih terdiam.
Air mataku mulai jatuh membasahi pipiku. Aku bisa merasakan sesuatu menusuk jantungku mendengar kata-katanya. Aku belum bisa menerima kenyataan bahwa dia menyerah, dia menyerah atas cinta kita, dia menyerah. Satu hal yang paling menyakitkan untuk aku adalah kenyataan bahwa dia menyerah, dan pergi disaat aku susah payah berusaha membangun dan memperbaiki semuanya.

"If you miss me, we still can see each other, Sarah. I am not going anywhere, I am here, baby.." Dia mencoba menenangkan dirinya, dan diriku. Dia tersenyum.

Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku berusaha menghapus air mataku, dan memperbaiki posisi dudukku, aku memalingkan wajah, dan menghela nafas.
Kalau aku bisa mengeluarkan semua yang aku rasakan, mungkin aku akan merasa lebih baik, tapi aku memilih untuk tidak melakukannya, karena sekarang aku sudah tahu dari kata-katanya tadi, bahwa ternyata hal yang paling buruk adalah kenyataan bahwa dia tidak merasakan seperti apa yang aku rasakan, dia tidak merasa kehilangan seperti aku kehilangannya, dan dia merasa perpisahan kita hanyalah perpisahan biasa, dia berhenti mencoba dan berusaha. He stopped fight for us.

Pain Demands To Be FeltTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang