09. News Paper

10K 1.8K 647
                                    

Park Jimin bisa merasakan napasnya seolah tengah berhenti tepat di pangkal tenggorokkan, kepalanya berputar pening, tetapi kabar baiknya, Jimin bahkan dibuat semakin ingin meledak saat itu juga saat melihat Jungkook tengah asik duduk pada sofa besar di dekat koridor, tertawa heboh ketika memenangkan satu babak permainannya.

Brengsek! Bisa-bisanya dia tenggelam di dalam permainan bodohnya, sementara semua orang tengah hidup dengan separuh hidup juga separuh mati hanya untuk mencari jalan keluar untuk masalah ini, pikirnya.

Tetapi ketimbang meledakkan emosinya dengan hal yang kurang menguntungkan, Jimin justru melewati Jungkook tanpa sepatah kata, tanpa pamit, apalagi meliriknya sedikit pun. Dia hanya terus berjalan sembari menatap lurus, melupakan fakta bahwa kehadirannya yang tiba-tiba tentu saja membuat Jungkook terkejut, setengah ingin bangkit dari atas sofa, tetapi alih-alih melakukannya, Jungkook hanya kembali duduk bersama perasaan gelisah, mengatupkan kedua bilah bibirnya rapat-rapat, berusaha tidak memancing emosi di pagi buta kemudian membangunkan seisi dorm hanya untuk melerai perkelahian diantara mereka.

Jadi, untuk saat ini Jungkook hanya tetap diam, sementara Jimin pergi tanpa memedulikan apapun. Tatapannya lurus, emosi kecil menyulut di atas matanya yang tajam, garis wajahnya yang dipenuhi getir bercampur amarah terlihat jauh lebih buruk dari sebelumnya. Jimin berjalan masuk ke dalam mobil, duduk bersandar pada sandaran kursi, kepalanya yang berat karena kurang tidur akhir-akhir ini terkulai begitu saja bersama kedua kelopak mata yang memejam sempurna. Ada jeda banyak yang diisi sunyi yang menyedihkan, Jimin hanya mendengar napasnya yang terdengar gusar, seisi dunianya berubah gelap, kemudian dia cepat menyadari bahwa perasaan juga dirinya tidak sedang dalam keadaan yang baik. Dia benar-benar berantakan, dan Jimin hanya dapat berharap bahwa sesuatu yang baik bisa segera datang di atas kepalanya.

Wajah muramnya terlihat lelah, sementara kantung mata menggantung berat di bawah matanya. Jimin kehilangan sorot kebahagiaan pada wajahnya, dia juga kehilangan senyum manis pada kedua bilah bibirnya yang mengering. Buruk, Jimin benar-benar tidak seperti orang yang ingin hidup lagi. Kenyataan yang menamparnya membuat seisi kepalanya berputar, tenaganya dikuras habis, Jimin kehilangan cara baik untuk bahagia, tetapi dia masih punya harapan kecil bersama Seolbi, gadis yang teramat dicintainya.

Dia hanya bertahan untuk Seolbi. Dia harus jauh lebih kuat, ketimbang membuang tenaganya untuk hal yang tidak berguna, Jimin justru ingin terus berada di sisi Seolbi untuk melindunginya, menjaganya, juga memberikan tempat paling nyaman untuk kembali dari hari yang berat. Dia harus jauh lebih kuat, sebab Jimin punya tanggung jawab untuk menjaga Seolbi.

Dunianya tak sebesar dulu. Jimin rasa dunia kecil antara dirinya juga Seolbi sudah jauh dari cukup untuknya. Dia hanya butuh gadis itu di sisinya, juga dirinya untuk gadis itu. Saling mengisi, saling memberi. Mereka terikat, saling membutuhkan, juga saling mencintai. Jimin hanya tidak ingin kehilangan gadis itu lagi, ya, Jimin tidak ingin. Jadi, biar dia menciptakan dunia kecil mereka, menyembunyikan gadis itu untuk dirinya sendiri.

Mobil yang Jimin tumpangi berhenti, dia turun dengan tenang, menutup wajah rapat-rapat, kemudian bergegas naik menggunakan elevator. Dia hanya terus berjalan, merapalkan banyak doa di dalam hati, berharap segala sesuatunya tidak akan bertambah buruk. Ya, Jimin hanya berharap demikian.

"Apa Nona Ahn Seolbi ada?"

Gadis itu terkekeh ringan saat Jimin muncul secara tiba-tiba tepat di depan pintu apartemennya. Pemuda itu mengenakan jaket kulit hitam, kemudian masker, juga topi yang kemudian ia buka dengan gerakan pelan seraya mengulum senyum termanis pada bibir. "Astaga, Jim. Aku merindukanmu!" Tidak menduga, Jimin mendapat pelukan hangat saat ia datang, rasanya dia tidak pernah melihat hal seperti ini setelah kejadian saat itu, hm tidak, coba Jimin pikirkan lagi, mungkin sejak mereka berpisah beberapa tahun yang lalu.

End And Beginning (Re-write)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang