12 - slow but sure

2.6K 128 13
                                    

OVI Pov

Dua jam lebih Gita dan Anita mengomelikun kuping ini terasa panas dan merah, karena aku tak bilang pada sahabat seperjuanganku ini atas tindakkanku yang menurut mereka di luar logika.

Malam hari ini di resto seafood semua mata tertuju padaku. Ya wajar karena suara Gita dan Anita terdengar nyaring ke tingkat nada Oktaf7 menceramahiku.
Hufh.. Iya sih mereka benar juga.

Mereka mulai deh resek, seperti mamaku yang lagi hukum anaknya.

"Yakin kamu bakalan nikah ma dia? Terus kenapa kamu minta dia nunggu dulu!
kan bisa habis nikah kan tetep kerja juga bisa? Gw gak yakin deh ma keputusan lo vii." brondong Anita heran.

"iya gw yakin otaklu lagi error sekarang nih nomong halluuu, masak loh nikah vii? Lah baru kemarin loh putus ma si fajar. Ini  nikah sama Aksa! Omigot gak bisa mikir gw." celetuk gita.

"Alasanku sepele kok, kenapa aku gak mau buru-buru cuma ingin orang tuaku merasakan hasil jeripaya yang telah kuliahin aku, banyak orang yang bilang toh rezeki gak kemana setelah nikah bisa kerja. Hemm no way! Tapi Teguh pada prinsip itu. Maka dari itu juga nanti pas tunangan aku mau tanya apa aku tetep kerja atau aku harus berhenti dan mengurus mas aksa karena dia calon imamku. Lagian aku juga mau persiapkan diri juga buat jadi istri yg baik buat dia. Q juga mau kenal dia lebih dalam." jawapku dengan penuh percaya diri.

"Please Vi kamu baru sebentar loh jadi pacar dia terus di lamar, tetep aja aku gak yakin dengan ini semua! Atau dirimu yg pingin nikah muda? Liat sikapmu aja gak dewasa gitu. Umurmu aja masih 23 loh vi, masih pecicilan dan sering sembrono gini dan u bilang sudah mantep mau nikah. Gw gak habis pikir vi!" timpa Anita sambil melipat kedua tangan di depan dada.

"Vi otak lo gak lagi error kan pas ambil keputusan? Bukannya kita gak hargai keputusanmu kalau buat pacaran is ok, tapi ini nikah vii, omigottt beneran kita gak bisa mikir." celetuk gita.

"Ya aku ngerti maksud kalian, makasih kalian peduli, tapi aku coba yakinin diriku aku milih dia bukan karena lupain fajar atau apa. Dari awal aku liat keseriusan dia dari matanya aku yakin dia bakalan bisa di percaya. Jadi yakin, Bismillah aku mau nikah sama dia. Mungkin saatnya aku tobat kali ya hahaha" candaku.

Tapi jujur saja dalam hatiku juga sedikit ragu, apa aku pantas bersanding dengan mas aksa.

"Udahlah Nit, mungkin Ovi mang udah siap nikah. Kita dukung aja apa yang dia anggap terbaik untuk dia. Tapi kamu juga ovi harus merubah sifat kekanak-kanakamu, telodormu, egomu, dan pecicilanmu karena kamu kan jadi istri aparatur Negara jadi harus jaga sikap." seru Gita yang menengahi pertengkaran kecil kami.

"Iya pasti aku kan berubah kok guys... Aku belajar memantaskan diri jadi istri yang baik."

"yee Tapi tetep aja berita ini buat kami syok. Mau ku tolak pun, Tapi gimana lagi udah terlanjur orang tua sudah iku campur dalam hubungan kalian." pungkas Anita. Aku hanya tersenyum kecil melihatnya.

Iya mereka memang benar, tapi menurutku sesederhana itulah logika aku memilihnya -- kalau pun itu di sebut logika -- dari seluruh kejadian konyol yang telah kualami, dan mulutku berkata "iya aku mau jadi pacarnya dan mau menikah dengannya." itu adalah hal besar gila yang ku alami dengan bermain api cinta. Dengan mengikuti hati kecilku Bismillah aku menerimanya. Setidaknya harapanku terbit lagi membangun Cinta dengan seorang pria bersama mas Aksa, maka tertutup pula rasa sakit ini memudar hilang sekecap mata dan tak teringat akan sosok Fajar di otakku ini.

Menurutku "Kadang Cinta itu ada yang kejam tak terperih."
Ya seperti itulah gambaran cintaku padanya. Aku tak perlu mengingat pria berhati dingin itu yang telah membuat hatiku luluh lantak, lalu sekarang harus bersyukur dengan di sembukan oleh priaku mas Bayu Adhyaksa Putra.

My Police HeartWhere stories live. Discover now