BAB 42

2.9K 286 32
                                    

BAB 42


Aya POV


Malam ini aku terkantuk setelah menyelesaikan seluruh antrian pasien, bagaimana tidak, semalaman praktis aku tidak bisa tidur. Berkali-kali aku mencoba meyakinkan diriku bahwa semua akan baik-baik saja. Berkali-kali aku juga berusaha meyakinkan diriku untuk menghubungi bang jo, tapi ku urungkan. Aku tidak tahu apakah semua wanita mengalami hal yang sama denganku, ketakutan berlebihan menhadapi pernikahan? Semalaman aku bergelut dengan mesin pencari super canggih, Mr. Google, dan aku berusaha menemukan semua artikel yang bisa membantuku mengatasi situasiku. Aku tidak mungkin bicara pada orang lain tentang situasiku mengingat hari besar itu tinggal hitungan jari. Besok pagi ibuku dan keluarga akan datang, mereka menunda jadwal keberangkatan karena ibu mertua mas Danu mendadak masuk rumahsakit juga.

Aku sedikit terbantu dengan semua artikel yang ku baca, tapi bagaimana aku memperbaiki hubunganku dengan bang Jo bukan perkara yang mudah. Aku akui bahwa ketakutan tentang pernikahan tidak hilang sama sekali, tapi aku merasa bahwa perlakuanku padannya sudah sangat keterlaluan, maka sudah layak dan sepantasnya aku mendapat perlakuan seperti itu dari bang Jo. Sudah luar biasa hebat dia berusaha bersabar menghadapiku, yang terkadang memiliki kesulitan untuk mengatasi diriku sendiri.

Tiba-tiba pintu ruang praktekku di ketuk dari luar. "Masuk." aku setengah berteriak dari dalam. Lalu pintu terbuka dan kulihat Tere masuk ke dalam ruanganku.

Aku sangat terkejut melihatnya datang "Tere?"

"Ay." Dia menghampiriku dan kami bercipika-cipiki.

"Kok tahu aku di sini?"

"Aku dapet kabar dari Vanny kalau kamu mau nikah, jadi aku sempetin ke sini."

"Oh, maaf ya aku kemarin sebenernya mau ngundang, tapi situasinya lagi kurang bagus."Aku tersenyum padanya.

"Enggak, justru aku kesini mau kasih support kamu. Semua yang kamu denger kemarin itu seharusnya nga kamu denger di hari-hari menjelang pernikahan, karena itu bisa bikin kamu dropp." Tere duduk di bangku di depan mejaku.


"Nga papa Tere, justru aku banyak belajar dari pengalaman kamu."

Ya meski setelah pertemuan kita, aku bertengkar hebat dengan calon suamiku (gumamku dalam hati).

"Eh, kita cari tempat yang enak buat ngobrol yuk." Tere memberi ide, kurasa hari ini dia bisa pergi kemanapun ia mau, karena ketiga anaknya sedang bersama mantan suaminya.

"Ok."

***


Kami memilih caffee yang letaknya cukup jauh dari rumahsakit, tapi Tere meyakinkanku bahwa tempat ini adalah tempat yang sangat cozy buat ngobrol. Karena aku tidak banyak referensi tempat seperti ini, jadi aku ikuti saran Tere.


***


Jonathan POV

"Bos." Tampak Erick masuk ke ruanganku.

"Yep." Aku mengalihkan perhatianku dari kertas-kertas di tanganku ke padanya yang saat ini berdiri di depanku.

"Masih sibuk boss?"Erick menarik bangku di depanku lalu duduk. Ada kalanya dia bersikap tidak formal ketika kami bicara berdua di dalam ruangan.

"Enggak juga, kenapa?" Aku meletakan berkas itu dan berfokus pada Erick.

"Anak-anak minta di traktir." Erick tersenyum.

"Dalam rangka apa?"

"Yah boss, masa nanya." Erick melipat tangannya di dada "Pesta lajang dong boss."

Jonathan & Aya #Googleplaybook #JE Bosco PublisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang