BAB 34

2.5K 238 51
                                    

BAB 34


Tiga minggu yang menguras tenaga, pikiran dan emosiku. Aku harus menghadapi mba Arva dan berpura-pura tidak tahu tentang hubungan masalalunya dengan calon suamiku. Aku dan bang Jo juga justru jarang bertemu karena dia sedang menangani kasus yang persidangannya maraton, menyangkut petinggi instansi pemerintahan. Dan bagian yang paling buruk adalah mba Arva seolah menekankan bagian tentang dirinya dan calon suamiku dimasalalu. Seperti pertemuan kami sore ini untuk membahas kartu undangan.


"Aya, coba lihat ini deh. Ada dua opsi sih, kamu pilih mana?"mba Arva menyodorkan dua contoh undangan, satu berwarna broken white bertuliskan tinta emas, dan satu berwarna cream juga dengan tinta emas. Pilihan yang sulit.


"Cream." Aku menunjuk pada warna cream setelah mempertimbangkan cukup lama. Tapi dia tampak menggeleng "Mungkin pak Jo akan lebih suka warna broken white."


"Kenapa begitu mbak?"


"Em... enggak sih, cuman nebak-nebak. Yang cream kan ada aksen bunga-bunga, bukannya pak Jo nga suka bunga ya?"


Tapi dia belakangan jadi sering memberiku bunga, apakah dia sebenarnya tidak suka bunga? Lalu mengapa dia justru sering memberiku bunga?


"Kok mba Arva bisa berpikir begitu sih?"


"Dulu waktu kami dekat, dia antipati sama bunga-bunga, atau sesuatu yang terlalu girly. Dia suka sesuatu yang simple, minimalis." Terangnya.


Saat ini diantara kami memang sudah saling terbuka tentang hubungan mereka di masalalu, karena Bang Jo mempertemukannku dan mba Arva setelah malam itu. Dia bicara pada kami berdua, menegaskan porsi kami masing-masing, bahwa mba Arva adalah masalalunya, sementara aku adalah masa sekarang dan masadepannya. Memang saat itu aku merasa di atas angin, bagaimana tidak, jika di ibaratkan kami sedang berkompetisi, maka aku mendapat previlage dengan bonus point sementara lawanku terpaksa mengaku kalah sebelum bertanding.


Tapi itu tiga minggu yang lalu, saat bang Jo berdiri di sisiku. Tapi sekarang, setelah tiga minggu berlalu aku mulai mencium gelagat mencurigakan dari mba Arva. Mulai dari dia beralasan tidak bisa bertemu di luar rumah, terpaksa aku datang kerumahnya, dan melihat pemandangan mengerikan di salah satu ruangan, dipenuhi dengan foto kenangan bang Jo dan dirinya saat mereka masih bersama. Anehnya saat aku mempertanyakan hal itu padanya, dia justru berkelit, dia bilang itu foto-foto lama, hanya belum sempat di bereskan.


Dia punya waktu bertahun-tahun untuk menyingkirkan foto-foto itu, tapi megapa tidak di lakuka, bahka setelah dia menikah. Sampai sekarang dia telah resmi bercerai dengan suaminya. Bahkann aku tidak melihat satu foto manta suaminya di dalam rumahnya.


Sekarang setelah persiapan sudah hampir 70% aku mulai menyesal mempertahankan mba Arva sebagai wedding organizer pilihanku. Tapi aku juga tidak ingin membebani bang Jo dengan kerumitan persiapan pernikahan kami, hari-harinya sudah sangat rumit.


***


Saat ini aku baru selesai mandi, dan sedang menggulung rambutku dengan handuk. Seharian aku tidak mendapat kabar dari bang Jo. Apakah ketika aku resmi menjadi isterinya aku juga akan sering mengalami hal seperti ini. seharia hampir mati penasaran karena tak ada kabar dari dirinya.


Kuputuskan untuk menyedu secangkir teh, membawanya ke sofa depan. Aku duduk meringkuk, memeluk lututku sendiri. Aku mulai memikirkan semuanya, setiap hari aku menenrima telepon dari mamak juga dari ibuku, semua soal persiapan pernikahan, aku juga bertemu mba Arva lebih dari dua kali seminggu, dan semua itu membuatku sangat kelelahan. Kurasa berat badanku juga menyusut hampir dua kilo selama proses persiapan penikahan kami, dan sekarang acara itu aka di helat kurang dari dua bulan. Aku semakin gugup, tapi lebih dari itu, ada semacam ketakutan, entahlah, mungkin trauma kegagalanku, saat aku hampir menikah dengan mas Bagus.

Jonathan & Aya #Googleplaybook #JE Bosco PublisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang