10. Severely Defeated

Start from the beginning
                                    

Wonwoo mendesah panjang. Tidak tahu harus menceritakannya pada Jihoon atau tidak. Karena ia sendiri masih malu pada dirinya sendiri. Masih menyesali kebodohannya yang membuat malu tidak tertahankan.

"Kau dengar aku?" Jihoon kembali bersuara.

"Tidak terjadi apapun. Hanya bosan saja mencari pekerjaan sendiri. Setidaknya temani aku mencoba di beberapa tempat."

"Kau tidak jadi kabur?" Untuk kedua kalinya Wonwoo bungkam. Ia baru ingat pernah berniat untuk kabur.

"Apa aku pernah mengatakannya?" Wonwoo mencoba mengelak.

"Kau tidak mungkin lupa. Atau kau sudah mencintainya? Kalian sudah saling mencintai seperti sepasang suami istri lainnya?"

"Kalau kau bertanya berhubungan badan seperti suami istri lainnya, jawabannya iya," batin Wonwoo. Ia kembali meringis. Seolah belum bisa memaafkan kebodohannya yang rela mendesah di bawah Mingyu.

"Kau tidak menjawab lagi, aku matikan."

"Kita sudah lama tidak bertemu, kenapa kau masih segalak ini?" sungut Wonwoo sebal. Ia butuh tempat untuk membuat hatinya sedikit tenang. Tapi hanya Jihoon yang ia punya. Sedangkan sahabat mungilnya itu, jauh dari kata manis.

"Aku akan mandi. Setengah jam lagi kita bertemu di kafe biasanya."

Tanpa mengatakan sepatah katapun, Jihoon langsung mematikan sambungan. Pemuda manis itu mencebik kesal. Tapi setelahnya ia tersenyum. Sudah lama tidak pernah menghabiskan waktunya dengan sang sahabat. selama menikah, waktunya lebih banyak bersama Mingyu.

"Sialan. Aku mengingatnya lagi. Aku jadi teringat suaraku sendiri. Sialan ... sialan ... sialan ... Kim Mingyu sialan ...."

Wonwoo berteriak keras. Mengacak rambutnya dan menendang selimut yang menutupi tubuhnya. Tanpa membereskan kamar, ia langsung melenggang ke lemari. Berganti pakaian tanpa merapikan surai hitam legamnya yang berantakan.

#-#-#

Pagi ini adalah pagi keempat sejak kejadian malam itu. Wonwoo masih enggan menatap wajah Mingyu. Memilih diam atau menghindar. Saat malam tiba, Wonwoo langsung bergelung dengan selimut tebalnya. Memejamkan mata erat meski belum merasakan kantuk.

Di dapur, Wonwoo tahu Mingyu mendekat. Duduk di pantri dengan secangkir kopi. Wonwoo tidak berniat menoleh apalagi membuka suara. Fokus pada masakannya yang sebenarnya sama sekali tidak fokus.

Ponselnya yang diletakkan di meja bergetar. Setelah mematikan kompor, Wonwoo meraihnya. Mendialnya dan menempelkan di telinga. Namun langsung menjauhkan ponselnya mendengar suara berisik dari seberang sana.

"Eomma ... halmonie ... aku tidak bisa mendengarnya kalau eomma dan halmonie berbicara bersamaan." Wonwoo meringis mendengar omelan Jinhae untuk anaknya di seberang sana. Setelah yakin dua wanita itu tidak berulah lagi, Wonwoo kembali mendekatkan ponsel ke telinganya.

"Wonwoo-ya, kau pagi ini harus datang ke rumah. Ada sesuatu yang kami tunjukkan untukmu," ucap ibu Mingyu semangat.

"Ingat, jangan datang sendiri. Minta suamimu untuk mengantar sampai ke dalam rumah," sambung Jinhae yang sepertinya merebut ponsel milik anaknya.

"Eomma tunggu sebentar! Biarkan aku berbicara dengan menantuku."

"Tapi eomma juga ingin berbicara dengan cucu menantu eomma."

Wonwoo menggaruk pelipisnya. Ia masih tidak mengerti dengan pemikiran dua wanita itu. Padahal ia akan berkunjung dan menemui mereka. Tapi keduanya masih saja berebut seolah-olah ia berada di planet yang berbeda.

The WinnerWhere stories live. Discover now