2. What Does He Look Like?

10.9K 1.4K 55
                                    

Wonwoo duduk di ranjang berukuran besar. Ranjang itu begitu empuk. Selama hidupnya, baru kali ini Wonwoo merasakan duduk di ranjang seperti itu. Ia yakin akan mimpi indah saat tidur di atasnya.

Mata tajamnya menyapu sekitar kamar. Memerhatikan setiap sudut kamar. Setiap inchi barang yang terletak di kamar itu, tidak luput dari perhatiannya. Kamar yang didominasi warna putih dan coklat itu tampak begitu mewah. Saat tangan lentiknya menyentuh seprai, ia bisa merasakan kelembutannya.

Ia hanya bisa berdecak kagum. Semua yang ia lihat dan sentuh benar-benar bukan barang biasa. Wonwoo tidak tahu harus bekerja berapa lama untuk mendapatkan kamar seperti itu. Jangankan kamar, ranjang ia duduki saja ia tidak tahu harus mengahabiskan waktu berapa lama bekerja.

"Siapapun pemilik rumah ini, tapi yang pasti dia benar-benar kaya," gumam Wonwoo.

Pemuda berambut hitam legam itu berjalan ke arah jendela. Tangannya menyibak tirai yang menghalangi pandangannya. Lagi-lagi ia berdecak kagum. Halaman rumah itu begitu luas. Yang ada di pikirannya, berapa jam kalau ia harus membersihkan halaman itu.

Meski di kamar yang begitu mewah, tetap membuat Wonwoo tidak betah. Ia bukan seorang putri yang sering dikurung seperti film kartun. Ia hanya pemuda biasa yang senang bekerja. Suka menghabiskan waktunya untuk mencari uang. Bukan hanya berdiam diri seperti ini.

Tangan Wonwoo menyentuh kenop pintu. Membuka sedikit pintu yang berdiri kokoh itu. Belum sempat menyembulkan seluruh kepalanya, Wonwoo kembali menutup pintu. Bergidik dengan orang-orang di luar sana. Mereka bertubuh besar dengan senjata di tangan masing-masing. Kalau mereka tanpa senjata, Wonwoo masih bisa melawan mereka.

"Ck, aku benar-benar seperti tawanan. Ini terlalu berlebihan," ucapnya frustasi. Ia benar-benar mengumpat siapa pun tuan muda yang membuatnya seperti ini.

"Ya Tuhan, apa ini memang takdirku?" batin Wonwoo miris.

Ia memercayai ucapan salah satu orang yang menyekapnya. Ia akan hidup berkecukupan karena menikah dengan tuan mudanya. Melihat isi kamar ini saja Wonwoo sudah sangat yakin. Tapi bukan ini yang Wonwoo inginkan. Wonwoo masih ingin mencari kebahagiaanya sendiri. Ia masih ingin bekerja dan menghidupi diri sendiri. Dan lagi, Wonwoo masih ingin mencintai dan dicintai. Selama hidupnya, Wonwoo tidak pernah merasakan bagaimana rasanya mencintai dan dicintai.

"Hidup sekali dan mati sekali. Aku juga ingin mencintai sekali. Tapi kalau seperti ini jadinya? Sepertinya memang tidak akan pernah ada cinta dalam hidupku," batin Wonwoo lagi.

Kepalanya mendongak saat mendengar suara pintu yang terbuka. Di depan pintu, terlihat seorang laki-laki paruh baya dengan rambut yang mulai memutih. Wonwoo tidak takut karena sepertinya laki-laki itu sedikit berbeda. Tidak semenyeramkan laki-laki bertubuh besar di luar sana.

"Apa ada yang Tuan Muda inginkan?"

"Ahjussi jangan panggil tuan muda. Panggil Wonwoo saja." Tolak Wonwoo. Ia hanya seorang laki-laki pengantar paket kilat. Bukan anak orang kaya atau semacamnya.

"Tapi anda akan menikah dengan tuan muda kami," ucap laki-laki itu sopan.

"Aku tidak suka, Ahjussi. Bagaimanapun aku hanya laki-laki yang mereka temukan di jalan. Jadi tolong jangan membuatku semakin tertekan Ahjussi. Panggil namaku saja. Tapi ingat! Tidak ada sapaan formal."

Laki-laki yang mengenakan jas formal itu tersenyum. Ia ikut mendudukkan dirinya di samping Wonwoo.

"Baiklah kalau itu maumu Wonwoo-ya," ucap laki-laki itu yang membuat Wonwoo sumringah.

"Seperti itu lebih baik Ahjussi. Apa Ahjussi juga sama seperti mereka?" Wonwoo menunjuk sekawanan pria berbadan kekar yang ada di balik pintu.

The WinnerWhere stories live. Discover now