3. Work Harder

10.7K 1.3K 60
                                    

"Sekarang kau boleh mencium pasanganmu."

Ucapan sang pastur membuat Mingyu membuka matanya. Ia menghadapkan tubuhnya pada pemuda yang lebih pendek. Pemuda yang menjadi istrinya sudah lebih dulu membalikkan tubuhnya. Kepalanya menunduk menatap lantai yang di pijak.

Mingyu mengangkat wajahnya. Memandang makhluk ber-tuxedo putih di hadapannya. Mingyu langsung terpaku. Ia tidak menemukan pemuda pendek, gemuk, hitam atau semacamnya. Yang di hadapannya justru makhluk yang tampak begitu indah. Kulitnya putih dan begitu mulus. Rambutnya lurus dan hitam kelam. Bibir tipis nan merah itu membuat Mingyu terus menatapnya. Tidak ada bibir tebal seperti yang ia bayangkan.

Di bangku yang tersedia, ibu Mingyu beruraian air mata. Tampak terharu melihat Mingyu berdiri di altar dengan begitu gagahnya. Namun berbeda dengan nenek Mingyu. Wanita yang menginjak usia enam puluh tahun itu justru tersenyum puas. Matanya tidak lepas dari sepasang pengantin di altar.

"Bagaimana cucuku yang tampan? Bagaimana cucu menantu pilihan halmonie-mu ini?" batinnya dengan begitu bangga. Mingyu yang tampak mematung membuat senyumnya semakin terkembang.

Setelah bisa menguasai dirinya, Mingyu menundukkan kepalanya. Menempelkan ke dua bibir mereka sesuai yang diperintahkan. Namun ciuman itu hanya seperkian detik saja. Bukan karena Mingyu tidak menginkannya. Bukan juga karena Mingyu malu. Tapi Wonwoo langsung menjauhkan wajahnya. Ia masih tidak rela ciuman pertamanya direbut laki-laki buruk rupa. Karena Wonwoo masih belum mau menatap Mingyu.

"Kita temui appa, eomma, halmonie dan para tamu undangan."

Kali ini Wonwoo membuka matanya. Ia menatap pemandangan di depannya. Tepuk tangan riuh menyambut ke duanya. Ia sama sekali tidak mengenal tamu yang datang. Kecuali laki-laki berpakaian serba hitam yang masih betah membawa senjatanya.

Wonwoo menolehkan kepalanya ke arah suaminya saat tangannya digenggam. Tidak ada laki-laki buruk rupa seperti yang ia bayangkan. Yang ada pemuda berparas begitu tampan dengan rahang tegas. Tubuh tinggi dengan kulit sedikit tan.

"Lumayan," batin Wonwoo menilai Mingyu.

Wonwoo mengikuti langkah Mingyu. Ia tidak tahu siapa yang harus ia temui. Karena sampai detik ini ia belum tahu siapa nenek dan ke dua orang tua Mingyu.

Mata Wonwoo membulat melihat wanita paruh baya yang tersenyum hangat padanya. Wanita yang ia temui di taman beberapa waktu lalu. Wonwoo bingung bagaimana wanita itu ada di acara pernikahannya.

"Halmonie," ucap Wonwoo terkejut.

"Aigoo ... cucu menantu halmonie yang manis." Jinhae, wanita tua itu langsung memeluk Wonwoo. Menyingkirkan tangan Mingyu yang masih menggenggam tangan Wonwoo.

"Eh!" Wonwoo masih belum mengerti. Ia hanya mengerjapkan matanya bingung. Bahkan saat wanita cantik yang tengah menangis juga memeluknya, Wonwoo hanya bisa memasang wajah bodohnya. Matanya berkedip berulang kali.

"Sudah ... sudah! Eomma ingin berbicara dengan cucu menantu kesayangan Eomma ini." Jinhae langsung menarik tanga Wonwoo. Menjauhi Mingyu, anak dan menantunya. Mengabaikan kalau seharusnya Wonwoo menemui para tamu undangan.

"Halmonie kenapa ada di sini? Dan bagaimana kaki Halmonie yang terluka itu? Apa masih sakit?" tanya Wonwoo khawatir. Ia masih mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Mendengar pertanyaan itu hati sang nenek kembali menghangat.

"Tentu saja Halmonie di sini. Halmonie yang mengadakan pernikahan ini," ucap Jinhae sambil tersenyum hangat.

"Eh ... jadi?" Mata Wonwoo kembali membola.

The WinnerWhere stories live. Discover now