6. Come With Me

11.1K 1.3K 32
                                    

Wonwoo menutup wajahnya dengan bantalan sofa. Ia benar-benar merasa bosan. Sudah dua minggu menikah, tapi tidak banyak yang bisa ia lakukan. Setiap hari mencari pekerjaan, namun sampai detik ini, tidak ada yang bisa menerimanya.

Andai Wonwoo menyelesaikan kuliahnya, mungkin ia tidak akan sesulit ini. Tapi tidak ada yang bisa ia salahkan. Karena keadaan yang membuatnya berhenti kuliah di tengah jalan. Hidup sebatang kara, tidak semudah di serial drama. Meski ia sudah bekerja, tetap saja biaya hidupnya terasa begitu berat.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul satu siang. Ia menghela nafas lelah. Pemuda manis itu baru sejam yang lalu merebahkan tubuhnya di sofa. Karena ia baru saja pulang mencari pekerjaan.

Rumah minimalis namun terkesan mewah yang ia tinggali terasa sunyi. Mingyu sudah mulai bekerja sejak tiga hari yang lalu. Sedangkan nenek dan ibu mertuanya sedang tidak ada di Korea. Wonwoo tidak terlalu paham ke mana dan untuk urusan apa. Yang ia tahu, ke dua wanita yang selalu merecokinya itu pergi untuk urusan yang berhubungan dengan bisnis. Meski Wonwoo yakin yang berbisnis hanya ayah mertuanya saja.

Wonwoo meraih ponselnya yang bergetar. Matanya langsung terbelalak saat melihat sebuah pesan yang masuk. Pesan dari sahabatnya yang bertubuh mungil.

"Kau di mana? Aku sudah menunggumu lima menit. Kalau lebih lama, kau harus membayar semua biayanya."

Wonwoo menepuk keningnya. Ia sampai melupakan janjinya dengan Jihoon. Tanpa berganti pakaian, ia langsung beranjak keluar. Ia bukan mau bertemu dengan orang penting. Jadi ia sama sekali tidak memperhatikan penampilannya.

Tidak membutuhkan waktu lama. Hanya lima menit, Wonwoo langsung tiba di tempat yang dituju. Matanya langsung menelusuri penjuru kafe yang berada di outdoor. Tidak jauh dengan pintu masuk, sahabatnya mungilnya duduk dengan memainkan ponsel.

"Maaf membuatmu menunggu lama!"

Wonwoo langsung mengambil tempat tepat di hadapan Jihoon. Pemuda bermata sipit itu mengangkat kepalanya. Berdecak melihat pemuda yang sudah membuatnya menunggu.

"Aku sudah menunggu selama dua belas menit," protes Jihoon sambil menunjuk jam tangannya. Wonwoo yang memang bersalah hanya memberikan cengirannya.

Tanpa memesan, minuman mereka sudah tersaji. Bukan karena muncul secara ajaib. Tapi karena Jihoon yang terlalu paham kebiasaan Wonwoo, memesankan lebih dulu.

"Jadi, bagaimana? Kapan kau akan mengambil semua barang-barangmu? Lebih tepatnya baju lusuhmu."

Pemuda yang lebih tinggi menyamankan duduknya. Ia mendengus sebelum menjawab. "Aku tidak bisa mengambil barang milikku lagi. Lebih baik kau buang saja Jihoon-ah."

Alis Jihoon bertaut. Bukan karena Wonwoo meminta membuang barangnya. Tapi kalimat Wonwoo terdengar begitu lesu di telinganya.

"Apa terjadi sesuatu?"

"Aku tidak tahu harus memulai dari mana," gumam Wonwoo sambil menerawang.

Selama menikah dengan Mingyu, ia seperti putus komunikasi dengan Jihoon. Bisa bertemu dengan Jihoon saja seperti keajaiban. Tuhan berbaik hati mempertemukannya dengan Seungkwan. Membuatnya bisa meminta nomor ponsel sahabatnya

"Semuanya," desak Jihoon tidak sabaran. Ia sudah kehilangan sahabatnya selama dua minggu. Jadi ia akan mendengarkan semuanya.

"Mengenai barang-barangku, aku tidak bisa lagi membawanya. Karena kalau aku membawanya, semua barang itu akan langsung dibuang."

Jihoon tidak menyela. Ia memperhatikan penampilan Wonwoo. Dan ia baru menyarinya. Wonwoo tampak berbeda. Ia tidak bodoh untuk tidak mengetahui kalau baju yang Wonwoo kenakan adalah barang bermerk. Dan setelah Jihoon perhatikan lebih detail, dari ujung kaki sampai ujung rambut tampak berbeda.

The WinnerWhere stories live. Discover now