7. Feel Comfortable

10.6K 1.2K 68
                                    

Ikut bersama Mingyu untuk urusan bisnis ke Busan sepertinya memang keputusan yang salah. Lebih tepatnya kesalahan Mingyu yang memaksanya. Membuat Wonwoo kesal dan benar-benar bosan.

Beberapa menit setelah mereka tiba di hotel, Mingyu langsung pergi. Katanya harus bertemu dengan orang penting. Dan Wonwoo hanya seorang diri di kamar. Berguling di kasur empuk namun tidak senyaman kasurnya di rumah.

Kamar hotel yang Mingyu pesan, tidak kalah mewah dengan kamar mereka. Tapi tetap saja ia lebih merasa nyaman di kamarnya. Lelah berguling di kasur, pemuda bermata tajam itu tertidur. Dan matanya baru terbuka dua jam kemudian saat Mingyu kembali.

"Aku harus pergi lagi malam ini. Kami akan merayakan kemenangan proyek kami. Kau tidak berharap aku mengajakmu kan?" Mingyu bertanya sambil mengancingkan kemejanya. Menghadap ke kaca besar yang ada di lemari.

"Siapa yang berharap kau ajak? Aku tidak ingin kemana-mana."

Suara Wonwoo terdengar datar. Wajahnya juga terlihat semakin kesal. Tapi Mingyu tidak memperhatikannya. Tetap sibuk dengan penampilannya. Padahal Wonwoo ingin keluar hanya sekedar mencuci mata.

"Kalau kau lapar, kau pesan saja!" perintah Mingyu. Namun dia tidak menjawab. Memandangi punggung Wonwoo dengan mata tajamnya. Dan saat Mingyu pergi, Wonwoo langsung mengacak rambutnya frustasi.

"Aku seperti peliharaan saja."

Tidak ingin mati menahan kekesalan, Wonwoo memilih berjalan-jalan tidak jauh dari hotel. Tadi ia melihat toko yang berderet dan juga taman kecil yang letaknya dekat dengan hotel. Ia memutuskan ke sana tanpa takut tersesat.

Wonwoo melangkahkan kakinya perlahan. Dan terkadang terhenti sejenak saat melihat barang yang menarik. Namun tidak ada niat untuk membelinya, hanya melihatnya dari balik kaca transparan.

Langkahnya tiba di sebuah gedung yang sedang mengadakan resepsi pernikahan. Wonwoo memperhatikan tamu undangan yang mulai meramaikan acara. Ingatannya tertuju pada hari pernikahannya. Membuat pemuda manis itu menghela nafasnya.

Lelah berjalan, Wonwoo memutuskan untuk duduk di anak tangga. Tangga yang menghubungkan dengan toko yang berada di lantai atas. Tangga itu tidak ramai dilewati penjalan kaki. Jadi tidak mengganggunya yang memilih duduk di sana.

"Statusku sudah berbeda. Aku sudah menikah saat ini," gumam Wonwoo lirih sambil menundukkan kepalanya. Menatap jari jemarinya sebelah kiri.

"Tapi pernikahan ini berbeda. Dan nasibku juga berbeda dengan yang lainnya," lanjutnya masih dengan memandangi jari-jarinya yang polos. Tanpa ada apapun yang melingkar. Tidak seperti pasangan lainnya, yang akan tersemat besi putih yang terlihat indah.

"Dan apa bedanya aku yang dulu dan yang sekarang?" tanyanya sambil tersenyum miris. Mengangkat kepalanya menatap langit malam.

"Aku masih sendiri. Aku juga kesepian. Bahkan jauh lebih sepi."

Pemuda manis itu menghembuskan nafasnya lelah. Ia merasa tidak ada perbedaan yang berarti setelah menikah dengan Mingyu. Masih sama-sama merasa kesepian. Bahkan jauh lebih sepi.

Dulu ada Jihoon, sahabatnya. Dan sebagai pengantar paket kilat, Wonwoo sering bertemu dengan orang baru. Mendapat senyum dan ucapan terima kasih karena barang yang ia antar selamat. Meski tidak jarang ia terkena makian dan dipandang sebelah mata. Tapi setidaknya, Wonwoo bisa melakukan hal lain. Membuatnya bisa melupakan rasa sedih dan kesepian karena hidup seorang diri.

Dan saat ini ia kesepian. Meski Mingyu adalah suaminya, tapi Mingyu tidak mencintainya. Ia masih menganggap Mingyu orang asing. Meski secara hukum dan di hadapan Tuhan, mereka pasangan yang sah.

The WinnerOù les histoires vivent. Découvrez maintenant