1. You Should Get Married

Mulai dari awal
                                    

"Kasihan dia harus bekerja seperti itu," batinnya.

#-#-#

"Yeobo, bagaimana ini?"

"Aku juga tidak tahu! Kita tunggu sampai anak itu pulang!"

"Tapi kalau tidak mau bagaimana, Yeobo?"

Sepasang suami istri berdiri dengan gusar. Berulang kali ia melihat pintu utama rumah mewah mereka. Beberapa maid juga berdiri tidak jauh dari mereka. Mereka juga tampak seperti sepasang suami istri itu. Harap-harap cemas menanti kehadiran seseorang.

"Itu sepertinya tuan muda," ucap salah satu maid saat mendengar suara mobil. Tidak berapa lama, muncul pemuda tampan dengan tubuh tinggi menjulangnya. Berpakaian formal lengkap dengan dasi dan sepatu mahalnya.

"Ya Tuhan, Mingyu-ya, apa saja yang kau lakukan? Kenapa lama sekali?" wanita cantik itu berjalan mendekati anaknya yang bernama Mingyu. Sedangkan Mingyu mendesah di tempatnya.

"Eomma, aku bekerja! Bukan main-main!" Ucapnya malas sembari merenggangkan dasi di lehernya.

"Jangan banyak bicara. Sekarang cepat kita ke kamar Halmeoni. Halmeoni sedang sakit keras."

Pemuda yang masih mengenakan jas kerjanya ditarik begitu saja. Di belakangnya menyusul laki-laki paruh baya yang menjadi kepala keluarga. Dan beberapa maid juga ikut membuntuti ketiganya.

"Cucuku sudah pulang," ucap seorang wanita tua sambil terbatuk-batuk. Tubuhnya tampak lemah dengan berbaring di ranjang. Memandang sang cucu sembari tersenyum lemah.

"Halmeoni sakit apa? Kenapa bisa tiba-tiba seperti ini?"

Wanita yang menjadi ibu kandungnya menggeplak lengannya.

"Kau pikir sakit pakai rencana?" tanyanya galak.

"Halmeoni sudah tua." Sang nenek menjawab sembari terbatuk-batuk.

"Wajar saja kalau sakit-sakitan seperti ini. Sepertinya usia Halmeoni tidak lama lagi. Sebelum Halmeoni meninggal, Halmeoni ingin melihat kau menikah!"

"Eomma/Halmeoni," seru ibu dan anak bersamaan.

"Eomma jangan berbicara seperti itu. Eomma akan baik-baik saja!" ucap ibu Mingyu sedih. Lain ibu Mingyu, lain pula dengan Mingyu. Ia justru protes karena hal yang berbeda.

"Bagaimana mungkin Halmeoni menyuruhku menikah di usiaku yang masih dua puluh tiga tahun? Aku masih ingin kebebasan Halmeoni," rengek Mingyu. Sepertinya pemuda yang menjadi CEO itu sedang berada dalam mode kekanakannya. Khas anak semata wayang keluarga Kim.

"Halmeoni tidak mau tahu. Halmeoni ingin melihat kau menikah secepatnya. Dengan siapapun. Sebelum Halmeoni masuk ke dalam tanah." Wanita tua itupun tidak ingin kalah dari cucunya. Bersikap keras kepala yang membuat Mingyu melenguh frustasi.

"Eomma/Halmeoni," ucap mereka lagi bersamaan.

Tuan Kim hanya bisa menggelengkan kepalanya. Istri, Mertua dan anaknya sama-sama aneh. Ia yang tidak ingin terkena imbasnya hanya diam saja. Baginya Mingyu menikah tidak masalah. Ia juga menginginkan menantu. Kalau bisa cucu secepatnya.

"Waktu itu aku sudah mengenalkan banyak wanita pada Halmeoni. Tapi Halmeoni sendiri yang menolakkan?" tanya Mingyu yang membuat wanita tua itu bangun dari duduknya. Karena ulahnya, lengannya terkena pukulan ke dua dari ibu kandungnya.

"Kau pikir Halmonie tidak tahu rencanamu, cucuku yang tampan?"

Mingyu terdiam. Ia hanya memasang wajah masam. Ia benar-benar tidak ingin menikah saat ini. Masih banyak hal yang ingin ia lakukan. Masih ingin bebas dan bersenang-senang.

The WinnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang