1. You Should Get Married

25.2K 1.7K 94
                                    

"Halmeoni ... Halmeoni tidak apa-apa?"

Seorang pemuda berambut hitam mendekati wanita tua yang terjatuh. Wanita yang di perkirakan berusia lima puluh tahun itu meringis. Terjatuh di aspal karena ditabrak beberapa anak yang berlarian.

"Tidak apa-apa anak muda," jawab wanita tua itu sambil mencoba berdiri. Pemuda berwajah manis itu membantunya. Menuntunnya dan mengajak duduk di salah satu kursi memanjang.

"Aigoo ... anak-anak zaman sekarang," keluhnya.

"Maafkan mereka Halmeoni. Karena mereka yang tidak hati-hati sampai membuat Halmeoni terjatuh." Wanita yang mengenakan syal merah itu tertawa. Menepuk pundak pemuda manis yang duduk di sebelahnya.

"Jangan di pikirkan anak muda. Kau tidak perlu meminta maaf!"

"Halmeoni terluka! Halmeoni tunggu di sini sebentar! Aku akan mencarikan plester supaya luka Halmeoni tidak terkena debu." Pemuda yang mengenakan kaos putih lengan pendek itu berlari. Tanpa memedulikan wanita tua yang melarangnya untuk mencari obat.

"Masih ada anak muda yang berhati malaikat seperti dia. Tidak seperti cucuku." Wanita tua itu menggeleng. Mengingat cucunya membuat kepalanya pusing.

Tidak membutuhkan waktu lama, pemuda berambut hitam legam itu kembali. Nafasnya terengah-engah. Sepertinya pemuda pemilik kulit putih itu berlari-lari.

"Maaf membuat Halmeoni menunggu lama!" Wanita tua itu tersenyum. Pemuda yang baru saja ia kenal berjongkok di hadapannya. Membersihkan goresan di kakinya dan menutupnya dengan plester.

"Aku bukan seorang dokter. Tapi kalau hanya menutup luka seperti itu aku masih bisa. Halmeoni bisa menggantinya di rumah nanti."

"Aigoo ... kau baik sekali."

Ia menepuk tempat kosong di sisinya. Meminta pemuda itu untuk duduk di sampingnya.

"Tidak Halmeoni. Aku hanya membantu Halmeoni saja. Kata eomma, kita harus menolong seseorang yang membutuhkan bantuan."

"Ternyata masih ada anak muda sopan dan baik sepertimu. Pasti banyak orang di luar sana yang menyukaimu." Mendengar kalimat wanita itu, pemuda manis justru menggeleng lemah.

"Halmeoni salah! Lihat saja wajahku! Melihat wajahku yang menyeramkan ini saja orang sudah takut. Bagaimana mungkin banyak yang menyukaiku." Pemuda itu menunjuk wajahnya sendiri. Membuktikan pada wanita di sampingnya kalau wajahnya tampak menyeramkan. Datar tanpa ekspresi. Menghasilkan tawa dari wanita tua.

"Tapi kenapa Halmeoni melihatmu sangat manis? Bahkan Halmonie sangat suka melihat wajahmu. Halmeoni yakin, kalau mereka benar-benar mengenal dirimu yang asli, mereka akan mengatakan hal yang sama." Pemuda di sampingnya tersenyum. Tidak terlalu memikirkan tentang orang-orang yang menyukainya atau tidak.

"Berapa usiamu?"

"Usiaku dua puluh tiga tahu. Apa aku terlihat sangat tua?" tanyanya yang membuat wanita itu tertawa.

"Tidak. Bahkan kau terlihat seperti siswa. Apa pekerjaanmu, anak muda?"

"Aku bekerja sebagai pengantar paket kilat Halmeoni. Ya Tuhan, aku harus kembali bekerja Halmeoni." Pemuda yang mengenakan celana jeans panjang itu berdiri dari duduknya. Matanya membulat melihat jam di pergelangan tangannya.

"Halmeoni, aku harus pergi. Maaf karena meninggalkan Halmeoni sendiri. Halmeoni cepatlah pulang ke rumah. Udara sore yang dingin seperti ini tidak baik untuk kesehatan Halmeoni." Pemuda manis itu berlari menghampiri motornya. Dengan terburu-buru, ia pergi meninggalkan wanita tua yang terus memandanginya.

The WinnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang