Happy Ending? Really?

Mulai dari awal
                                    

Selama beberapa saat keduanya hanya saling tersenyum dan memandang. Dan ketika Baekhyeon baru saja ingin melepas genggaman tangan mereka, Jimin sudah lebih dulu mengeratkan genggaman tersebut. "Itu..." Jimin menggigit bibir bawahnya sangsi. Menunduk sekilas untuk menghela napas, lalu kembali mendongak dan menatap sang Ibu. "Bisakah... aku kembali memanggilmu Eomma?"

Baekhyeon tertegun. Perlahan air mata kembali melapisi manik hazel-nya. "Tentu..." senyumnya terkembang begitu saja saat Baekhyeon mengatakan hal ini. "Tentu saja boleh. Karena sampai kapan pun, Chim akan tetap menjadi putera kesayangan Eomma." Dengan perasaan haru yang memenuhinya, Baekhyeon segera memeluk puteranya. Dibalas oleh pelukan yang lebih erat oleh Jimin.

"Maaf... sekali lagi maafkan aku, Eomma. Sikapku selama ini, semuanya. Semua yang telah kulakukan pada Eomma, kumohon maafkan semua perlakuanku itu." Jimin sudah tak ingin menangis lagi, namun nada suaranya tetap terdengar bergetar. Dan Baekhyeon sadar akan hal itu. Maka diusapnya lembut punggung Jimin. Mengatakan pada Jimin bahwa selama ini ia selalu memaafkan semua perlakuan Jimin padanya.

"Setiap Ibu pasti akan memaafkan kesalahan anaknya. Sebesar apa pun itu," ucap Baekhyeon dengan senyum mengembang. "Dan harusnya Eomma pun mengatakan hal ini sejak awal. Harusnya Eomma menjelaskannya dengan lembut padamu, bukannya pergi begitu saja. Kita sama-sama salah di sini, jadi tidak ada yang perlu dimaafkan, oke?" lanjutnya yang berhasil membawa kekehan lucu keluar dari bibir penuh Jimin.

"Aku menyayangi Eomma..."

"Eomma juga menyayangi Chim..."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Tae Hyung tersenyum memandang apa yang terjadi di dalam ruangan rawat Baekhyeon melalui jendela yang terpasang di pintu. Sebenarnya ia sudah berada di sana sejak beberapa menit lalu, namun ia tidak ingin mengganggu momen Ibu dan anak itu. Ia merasa sangat senang saat melihat keduanya saling memeluk dan meminta maaf. Dan dalam hati ia sedikit menyalahkan dirinya sendiri juga. Mungkin hal ini bisa terjadi lebih cepat dan tak perlu melibatkan kecelakaan kalau saja ia berani mengaku dan membujuk Jimin dari awal. Ya, ia merasa bodoh karena terlalu takut dan selalu berpikir dari sisi negatif.

"Kau tidak masuk?" suara seseorang kemudian membuatnya segera menoleh ke arah kanan. Dilihatnya Jeongkook yang tengah bersandar di dinding samping pintu dengan tangan bersilang di dada. "Kebetulan aku juga ingin bicara sedikit denganmu," ucapnya lagi.

Tae Hyung menganggukkan kepalanya lalu mengikuti posisi Jeongkook untuk bersandar di dinding samping pintu. "Apa yang ingin kau bicarakan?"

"Aku akan pergi," Jeongkook berkata sebelum menyesap cola di tangannya. Dengan ini ia berhasil membuat Tae Hyung memandangnya bingung. Namun begitu, Tae Hyung tetap membiarkan hanya Jeongkook yang bicara di sini. "Tadinya aku ingin menyerahkan Jimin padamu. Tepat dua bulan lalu, ketika Jimin menangis dalam pelukanku dan berkata bahwa ia sangat mencintaimu, aku akhirnya memutuskan untuk melepaskannya dan memercayakannya padamu. Dengan itu pula, aku memutuskan untuk mengikuti ujian pertukaran pelajar agar bisa lebih mudah melupakan perasaanku pada Jimin."

Jeongkook kemudian menolehkan kepalanya. Memandang Tae Hyung remeh dengan alis terangkat satu. "Sialnya, kemarin aku melihat Jimin terpuruk sendirian. Dan kau tahu, aku jadi tidak ingin melepaskan Jimin begitu saja. Apalagi untuk lelaki sepertimu," seiring dengan cola-nya yang habis, Jeongkook berbalik. "Kuberi kau kesempatan untuk merebut kembali hati Jimin selama aku pergi. Tapi, kuingatkan satu hal padamu."

Jimin's Love CircleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang