An Accident

1.4K 181 9
                                    

Jimin menggumam mengikuti nada lagu yang ia dengarkan melalui headphone

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jimin menggumam mengikuti nada lagu yang ia dengarkan melalui headphone. Matanya terpejam seolah tengah menghayati lagu tersebut.

Saat ini ia tengah berada di dalam sebuah toko CD musik. Di mana banyak sekali rak berisi beragam CD album atau pun single yang dinyanyikan oleh beragam penyanyi pula. Di hari libur seperti ini, Jimin memilih untuk menghibur diri dengan berkeliling kota Seoul. Entah itu untuk melihat-lihat pakaian atau aksesoris, atau pun mencicipi berbagai macam hidangan lezat yang tersedia di berbagai tempat makan. Kedua orangtuanya tengah berada di Jepang untuk mengurus pekerjaan mereka. Sedangkan Yoon Gi dan Nam Joon sendiri kemungkinan besar masih berada di sekolah karena ujian akhir mereka—atau mungkin mereka baru saja pulang.

Bertepatan dengan musik yang selesai terputar, Jimin segera melepas headphone tersebut. Sempat menghela napas sesaat, akhirnya ia mengambil satu buah CD lalu melangkah ke arah kasir untuk membayarnya. Di tengah kesibukannya mengantre, seseorang tiba-tiba saja menepuk bahunya. Belum sempat Jimin berbalik, suara si penepuk itu berhasil membuatnya terdiam seribu bahasa. Genggamannya pada CD di tangannya secara tak sadar mengerat.

"Ponselmu tertinggal, Chim."

Jimin mengenal betul suara itu. Suara berat yang begitu ia hafal, juga panggilan yang begitu familier. Selama 17—menjelang 18—tahun usia Jimin, hanya ada tiga orang yang memanggilnya "Chim". Pertama adalah Ayahnya, Park Chanyeol. Yang kedua adalah Ibunya delapan tahun lalu, Byeon Baekhyeon, dan yang ketiga adalah cinta pertamanya, Kim Tae Hyung.

"Kau tidak mau mengambil ponselmu?" suara itu berhasil menarik kembali nyawa Jimin ke bumi. Dengan perlahan ia berbalik lalu tersenyum seraya mengambil ponselnya dari tangan Tae Hyung.

"Terimakasih," ujarnya singkat sebelum kembali berbalik untuk maju. Segera menyerahkan CD yang ia beli untuk diperiksa harga oleh sang kasir. Tae Hyung yang mendapat respon singkat seperti itu hanya dapat terseyum getir. Ia hanya dapat memprotes dalam hati. Mengingat kembali bagaimana keduanya sudah seperti orang asing selama dua bulan lamanya tentu membuatnya meringis dalam hati. Sebenarnya tidak benar-benar seperti orang asing, hanya saja, Jimin benar-benar menghindarinya. Kalau pun mereka bicara, itu hanya sekadar hal-hal penting mengenai pelajaran, tidak lebih. Dan demi Tuhan, Tae Hyung sebenarnya merasa frustasi karena hal ini. Diam-diam ia sering menyalahkan diri sendiri karena tidak mengaku dari awal. Kalau dipikir-pikir lagi, kalau semisalnya ia mengejar Jimin dari awal, mungkin saja Jimin bisa menerima kenyataan bahwa ia adalah seseorang yang secara tidak langsung telah merebut Ibunya.

Mungkin. Batinnya seolah mengejek. Betapa menyedihkan seorang Kim Tae Hyung saat ini, pikirnya.

Jimin baru saja membayar CD yang ia beli. Tidak ingin terlihat terlalu kejam, Jimin menoleh lalu menundukkan sedikit kepalanya pada Tae Hyung. "Aku duluan," pamitnya segera melangkah menuju pintu toko. Namun, suara Tae Hyung kembali menghentikan langkahnya.

"Tidak bisakah kita bicara dulu?"

Terdiam sesaat kemudian berbalik. Jimin menyunggingkan senyum simpulnya. "Tidak ada yang harus kita bicarakan," ia lalu kembali menundukkan sedikit kepalanya. "Sampai jumpa lagi, Tae Hyung." Dengan itu, Jimin benar-benar meninggalkan toko. Meninggalkan Tae Hyung yang masih diam memerhatikan punggung sempitnya yang semakin menjauh.

Jimin's Love CircleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang