18. The Truth About Ray pt. 2

592 106 17
                                    

Kalau bisa dibilang, hidupku berjalan cukup lancar kemudian--well tidak begitu lancar namun rasanya jauh lebih baik dari yang sebelum-sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau bisa dibilang, hidupku berjalan cukup lancar kemudian--well tidak begitu lancar namun rasanya jauh lebih baik dari yang sebelum-sebelumnya.

Aku tidak pernah lagi berbicara dengan Rebecca, dan bahkan aku tak pernah membuat kontak mata dengannya. Dia dengan dunianya, dan aku dengan duniaku sendiri. Dan meski dia adalah keluargaku, aku menemukan bahwa memiliki jarak dengannya membuat segala hal jauh lebih mudah dan lebih baik.

Ray sendiri bersikap cukup aneh. Aku tidak tahu ada apa dengannya yang jelas dia cukup aneh. Emma bilang bahwa Ray memang seperti itu dari dulu, aku hanya tidak pernah menyadari hal itu saja. Ucapan Emma sejujurnya membuatku sangat sedih, aku menyadari bahwa ucapan Rebecca sangat benar adanya. Bahwa aku egois dan mataku telah dibutakan oleh sosok Louis hingga aku tak menyadari hal-hal lain di sekitarku.

Oh, Tuhan, aku jadi merasa begitu buruk.

Dengan semua itu, aku bertekat bahwa aku akan lebih peduli pada hal-hal selain Louis. Sekarang aku lebih banyak memperhatikan teman-temanku, baik yang kutemui di kelas maupun teman-teman dari klub jurnalistik. Aku juga mendengarkan saksama curahan hati Emma mengenai cowok yang tengah ia taksir. Dan omong-omong, Emma tak pernah lagi membicarakan sosok Louis, dia bahkan tak menyebut nama cowok itu, hal ini membuatku berpikir apakah perpisahan mereka memang seburuk itu dan apa yang terjadi pada mereka? Tapi aku tidak pernah bertanya, saat pertanyaan itu akan terucap, aku selalu berhasil menelannya dalam-dalam.

Itu masa lalu Emma, pikirku.

Dan omong-omong soal Louis, aku dan dia kini semakin dekat. Kami tidak pernah lagi membicarakan soal apa yang ada di dalam hidden files kami atau hal-hal gila yang terjadi pada kami. Namun yang jelas aku dan dia menjadi sangat dekat.

Kami sering berangkat dan pulang bersama. Jika kegiatan klub selesai lebih cepat, aku akan meluangkan waktuku untuk melihat latihan futsalnya dan menunggunya hingga dia selesai mengganti baju kemudian menghabiskan waktu bersama di kafe. Terkadang kami juga akan duduk di meja makan siang bersama. Jika ada kesempatan, Louis akan bertandang ke rumahku atau sebaliknya.

"Hey hey kau sudah dengar beritanya?" Emma tiba-tiba muncul di sampingku saat aku baru saja datang ke sekolah dan mengambil beberapa barang yang kubutuhkan dari loker.

Aku berkerut. Kurasa Emma sedang dalam waktu di mana dia sedang mood untuk bergosip. "Berita apa?"

Emma mengedarkan tatapannya ke seluruh penjuru koridor, seolah-olah tengah memastikan bahwa semua orang sibuk dengan kegiatannya dan tidak ada yang mendengarkan kami. Aku tidak tahu mengapa Emma melakukan itu karena aku yakin, apapun yang akan terucap dari katup bibir cewek itu adalah sesuatu yang sudah ramai diperbicangkan atau sudah diketahui hampir semua populasi siswa siswi.

Emma mendekatkan dirinya. "Ray akan mengumumkan sesuatu yang besar di jam makan siang nanti. Saranku, kau habiskan makan siangmu berdua dengan Louis saja, jauh-jauh dari meja yang biasanya," bisik Emma, sangat pelan hingga aku yakin hanya kami berdua yang dapat mendengarnya.

"Berita apa?"

Emma menggeleng. "Tidak tahu, yang jelas banyak yang bilang Ray akan mengumumkan sesuatu yang besar. Dan kurasa siapapun yang mengatakan itu, dia benar karena anak itu terlihat sangat gugup sekarang, buktinya beberapa detik sekali dia mengusapkan telapak tangannya pada jins hitamnya, aku tidak pernah melihatnya seperti itu kecuali saat dia mempresentasikan sesuatu di kelas biologi karena dia bodoh di pelajaran biologi."

Aku mengikuti arah tatapan Emma dan benar saja, di depan salah satu loker, Ray tengah berdiri, dia mengusapkan telapak tangannya dengan kasar pada jins hitamnya sesekali juga akan menghela napas kuat. Aku tidak menyangka Ray bisa seperti itu, di mataku Ray adalah orang yang sangat optimis dan percaya diri. Jika memang berita itu benar, apapun yang akan Ray umumkan pastilah sesuatu yang besar.

"Entahlah tapi sesuatu dalam diriku mengatakan bahwa Ray akan menyatakan rasa sukanya padamu. Di. Depan. Seluruh. Anak. Maka dari itu kusarankan agar kau duduk dekat Louis dan menjauh sejauh-jauhnya dari Ray."

"Memangnya kenapa aku harus dekat dengan Louis?"

Emma memutar bola matanya seolah-olah aku telah menanyakan hal terbodoh di dunia. "Agar ketika kau menolaknya, dia tidak bisa marah padamu. Maksudku, siapa yang akan marah padamu di depan Louis?"

Aku tidak mengerti akan ucapan Emma, sejujurnya, namun demi membuatnya menutup mulutnya itu, aku hanya bisa mengangguk dan membuat catatan pada diriku sendiri untuk mengajak Louis makan siang bersama nanti.

"Good girl," bisik Emma kemudian menepuk kepalaku pelan.

-

Jam makan siang telah tiba. Ruang makan mulai dipadati dengan remaja-remaja kelebihan hormon yang meminta sesuatu untuk dimakan. Aku sendiri sudah duduk di salah satu sudut ruang makan dengan Louis di depanku. Kami hanya berdua. Louis memutuskan untuk menjauh dari kelompok futsalnya dan begitupula denganku.

"Jadi, bagaimana persiapan klubmu untuk acara amal?" tanya Louis saat aku sedang meminum susu vanilaku.

Seminggu lagi acara amal yang sudah digembar-gemborkan oleh Principal Hart semenjak sekitar tiga bulan lalu akan segera dilaksanakan. Tiap-tiap klub akan menunjukkan kebolehan mereka demi menarik pengunjung dan agar uang amal yang terkumpul semakin banyak. Uang amal ini nantinya akan kami salurkan pada salah satu panti asuhan dan panti jumpo yang terletak tak jauh dari sekolahan.

"Sudah hampir 100 persen, kami sudah menyiapkan mading 3D yang akan kami pamerkan dan kami sudah berlatih untuk pementasan drama."

Louis terlihat tersentak kaget. "Kalian menampilkan drama? Kenapa aku baru tahu? Itu berarti kalian akan menyaingi klub teater?"

Aku memutar bola mataku malas. "C'mon Louis aku sudah mengatakan ini sejak berhari-hari yang lalu. Dan aku juga sudah menjelaskan padamu bahwa drama yang kami tampilkan lebih ringan dibanding yang ditampilkan klub teater," kataku kemudian menyipitkan dua mataku, "kau tidak mendengarkanku bicara ya? Jadi selama ini aku bicara sendiri dan tidak ada yang mendengarkanku?"

Louis terkekeh dia kemudian mengusap tengkuknya canggung. "Aku hanya ... wajahmu itu membuatku tidak bisa fokus pada kata-katamu. Wajahmu sangat indah, Eleanor, aku terlalu fokus pada hal itu."

Aku berdecih, tidak dengan mudahnya percaya terhadap apa yang dia katakan. Sebelum aku sempat mengatakan apapun, aku menyadari bahwa ruang makan mendadak sepi, suara-suara berisik yang sejak tadi terdengar mendadak menghilang begitu saja. Aku menoleh dan menemukan sosok Ray tengah berdiri di atas kursinya. Semua orang melihatnya, tidak terkecuali para anggota klub jurnalistik di sekitarnya.

"Emm hey guys, aku hanya ingin mengatakan ke kalian semua bahwa aku ... aku sebenarnya adalah aku ... aku ...," kata Ray, dia nampak gugup setengah mati. Bisa kulihat dia menghela napas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan. "Aku ... gay."

Semua orang tersentak kaget, tak terkecuali aku dan Louis. Di sudut mataku, aku melihat Rebecca memasang wajah yang begitu datar seolah apa yang telah diucapkan Ray adalah sesuatu yang dia tahu sejak dulu.

Apa itu berarti....

Rebecca membohongiku?

[-][-][-]

[-][-][-]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hidden Files // Elounor ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang