16. Becca's Confession

512 106 16
                                    

Beautiful gifspam by kannanpan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beautiful gifspam by kannanpan

"Jadi?" tanyaku setelah kami berdua duduk berhadapan dengan es krim kami masing-masing.

Sebenarnya kedai es krim ini bukanlah tempat yang tepat untuk membicarakan sesuatu yang serius. Dekorasi serta suasana tempat ini sangatlah ceria, kontras dengan perbincangan yang akan kami lakukan.

"Apa yang ingin kau tahu?"

"Semuanya. Tentang Ray--aku yakin dia memiliki andil dengan semua yang terjadi--tentang kenapa kau berbohong terhadap Louis dan lain sebagainya. Aku butuh kejujuran, Rebecca, kau saudaraku dan aku tidak ingin hubungan kita hancur hanya karena hal sepele."

Rebecca menarik napas, dia menyendokkan es krimnya dan memasukkan itu ke dalam mulut.

"Semua ini membuatku stres," aku bisa mendengar Rebecca bergumam pada dirinya sendiri.

Aku hanya terdiam, memutuskan untuk tidak memberi komentar apapun. Kutatap Rebecca yang masih menikmati beberapa sendok es krimnya.

"Ini rumit. Kau bayangkan saja; aku menyukai Ray, Ray menyukaimu, kau menyukai Louis, dan Louis jelas juga menyukaimu," kata Rebecca.

Mataku membulat mendengar penuturannya. "Kau menyukai Ray?"

Rebecca tidak menjawab apapun, dia terus memakan es krimnya yang membuatku yakin bahwa dia benar-benar stres dengan semua keadaan ini. Mungkin hubunganku dengan Rebecca tidaklah terlalu dekat, namun aku tahu bahwa cewek itu selalu memakan es krim dengan sangat ganas saat stres.

Sekarang aku mengerti kenapa dia menjadikan tempat ini untuk berbincang akan semuanya.

Namun tanpa jawaban apapun, aku sudah mengerti apa jawaban Rebecca.

"Aku mengatakannya. Tentang perasaanku kepadanya. Dan dia tidak menanggapi itu dengan baik. Kau tahu, dia menyukaimu. Kemudian, aku berkata padanya bahwa aku mau memberikan apapun kepadanya asal dia bahagia. Ray tidak mempedulikan itu sampai akhirnya dia datang, berkata bahwa jika aku benar-benar menyukainya dan ingin dia bahagia, aku harus membantunya.

"Aku bertanya, apa yang harus kulakukan agar dia bahagia? Dia berkata padaku bahwa karena aku keluargamu dan karena aku ingin dia bahagia, aku harus melakukan segala cara agar kau menyukainya. Dia tahu perasaanmu terhadap Louis dan dia tahu perasaan Louis terhadapmu--jauh sebelum kau dekat dengan Louis. Dia memintaku agar membuatmu dan Louis tidak lagi saling suka, atau, aku harus membuat Louis tidak menyukaimu lagi."

Rebecca menghentikan ucapannya demi beberapa sendok es krim lainnya. Kugunakan kesempatan itu untuk melirik ke arah tempat Ray dan Louis duduk. Mereka sama-sama diam, tidak ada konversasi di antara keduanya, masing-masing sibuk dengan ponsel dan es krim pesanan mereka.

Cowok itu....

Aku tahu dia menyukaiku tapi aku tidak menyangka dia berbuat sedemikian.

Aku kembali menatap ke arah Rebecca. "Bagaimana dia tahu bahwa aku menyukai Louis?"

Rebecca terkekeh. "Bagi dia, kau adalah buku yang terbuka. Sangat mudah untuk dibaca. Ray memang pintar dalam membaca ekspresi orang dan ekspresi yang kau tunjukkan saat Louis di sekitarmu sangatlah cukup untuk membuatnya sadar bahwa kau menyukai Louis."

Mataku membulat. Ray adalah orang terakhir yang kucurigai mampu membaca ekspresi orang. Cowok itu nampak seperti cowok-cowok yang tidak peduli terhadap orang lain. Aku tidak menyangka....

Aku kembali melirik ke arah Ray yang kini tengah melipat kedua tangannya di depan dada dan memandang intens ke arah Louis yang memakan es krimnya. Tatapan itu ... bagaimana bisa aku tidak pernah menyadari semua itu selama ini?

Seolah mampu membaca pikiranku, Rebecca berkata, "karena kau tidak peduli pada hal di sekitarmu, Eleanor, kecuali Louis."

Aku menoleh ke arah Rebecca yang kini rupanya memandangku dengan ekspresi marah. "Seperti itu?"

"Ya. Kau egois. Yang kau pikirkan adalah dirimu dan cowok yang kau suka. Kau bahkan tidak pernah repot-repot mendengarkan cerita-cerita Emma tentang cowok yang dia sukai karena kau sibuk memandang Louis, kau tidak pernah peduli terhadap perasaanku. Oh astaga! Apa yang kubicarakan?! Tidak ada yang peduli terhadap perasaanku!" Rebecca meracau, aku mulai menyadari bagaimana air mata menggenang di pelupuk matanya, siap untuk turun seperti sebuah air mancur kapanpun dia mau.

"Rebe--"

"Semua orang melihatku sebagai seorang bocah lima tahun dalam tubuh seorang cewek. Tidak ada percaya padaku untuk sendirian di rumah, bahkan dua orang tuaku, hanya karena sebuah kesalahan. Kau tahu, menjadi orang yang tidak dipercayai untuk sendirian di rumah padahal kau sudah sangat dewasa adalah hal yang menyakitkan. Kau tidak tahu ini, Eleanor, karena kau tidak pernah merasakannya. Kau tak pernah berada dalam posisiku.

"Kau adalah orang yang beruntung, Eleanor, kau mendapat kepercayaan dari dua orang tuamu, kau tidak pernah membuat dua orang tuamu khawatir secara berlebihan saat kau sendirian di rumah, kau memiliki orang tua yang peduli padamu, yang mau meluangkan waktu bersamamu dan tidak hanya memikirkan uang. Cowok yang kau suka menyukaimu, kau bergabung dan bahkan dipercayai untuk menjadi ketua di sebuah klub. Kau memiliki semua yang tidak kumiliki, Eleanor. Kau mungkin tidak pernah menyadari semua ini, karena sekali lagi, kau egois."

Air mata Rebecca kini sudah benar-benar turun. Aku hanya bisa menegang di tempatku, tidak dapat mengatakan apapun.

Ini bukan yang kuharapkan untuk kudengar dari Rebecca.

"Hari itu adalah momen yang tepat. Orang tuamu pergi dan mereka tidak memperbolehkanmu untuk pergi, namun di saat yang bersamaan kau harus pergi bersama Louis. Aku berkata aku akan pergi bersama teman yang sebenarnya adalah aku pergi ke Burger King sebentar kemudian kembali pulang ke rumah. Sebenarnya aku bisa menggunakan microwave sendiri namun malam itu aku sengaja untuk menjadi bodoh. Untuk kali pertamanya, aku merasa beruntung karena tidak ada yang mempercayaiku untuk di rumah sendirian.

"Aku sudah memperkirakan semuanya, bahwa ponselmu akan disita oleh orang tuamu. Yang tidak aku duga adalah kau tidak boleh keluar dari rumah selama sebulan. Aku memanfaatkan situasimu, aku mengatakan kebohongan pada Louis dan aku tidak menyangka bahwa hal itu benar-benar bekerja. Saat itu, Ray merasa bahagia karenaku. Eleanor, tidak hanya kau yang mampu egois. Aku juga bisa."

Rebecca tersenyum. Bukan jenis senyuman yang mampu membuatmu ikut tersenyum. Senyuman itu adalah senyuman penuh sarkastik, penuh ancaman, dan penuh rasa marah.

Aku tidak mampu bereaksi. Tubuhku menegang di tempat layaknya sebuah batu.

[-][-][-]

Hidden Files // Elounor ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang