9. Distant

529 107 8
                                    

Pagi ini aku benar-benar di suasana yang buruk begitu memikirkan ponselku yang tak lagi ada di tangan dan tak bisa mengikuti kegiatan klub seperti biasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini aku benar-benar di suasana yang buruk begitu memikirkan ponselku yang tak lagi ada di tangan dan tak bisa mengikuti kegiatan klub seperti biasa. Belum lagi kenyataan bahwa Mum marah besar padaku hingga tak bicara sedikitpun padaku semenjak hari Minggu kemarin hingga pagi ini, bahkan menoleh sedikit saja padaku tidak.

Aku merasa seperti aku adalah anak tiri sedangkan Rebecca adalah anak Mum yang sebenarnya.

"Eleanor, ayo cepat masuk ke mobil!" kata Dad saat dia sibuk memasang dasinya.

Karena aku berada dalam masa hukuman itu berarti aku akan berangkat bersama Dad dan pulang dengan menggunakan bus sekolah. Memikirkan semua itu membuat pagiku menjadi semakin buruk, aku dengar bus sekolah adalah hal terburuk yang pernah ada pasalnya benda itu jarang dibersihkan.

"Baik," kataku dengan suara pelan sembari bangkit berdiri. "Aku berangkat dulu Mum." Mum tidak menjawab apapun bahkan ketika aku sudah benar-benar keluar rumah.

Aku memasuki mobil dan berada sendirian di sana. Kupandangi Rebecca yang memasuki mobil temannya. Anak itu beruntung, dia memiliki teman-teman yang mau ia jadikan 'supir' dan lebih beruntung lagi dia tidak mendapatkan efek apapun atas kemarahan Mum.

Dad akhirnya memasuki mobil setelah aku melihat pria itu berbincang sebentar bersama Mum di depan rumah. Entah mereka berbicang perihal apa namun yang jelas Mum nampak tak suka akan hal tersebut terlihat dari bagaimana keningnya berkerut dalam dan matanya memancarkan kemarahan.

"Sudah tidak ada barang tertinggal?" tanya Dad sembari memasang sabuk pengamannya.

Aku menggeleng merasa yakin bahwa semua benda yang kubutuhkan hari ini terbawa.

"Kau tidak membawa laptop?"

"Untuk apa? Mum melarangku mengikuti kegiatan klub."

Dad mendesah. "Ah, aku lupa, aku minta maaf tidak bisa membantumu apapun karena kurasa Mum benar, aku hanya tidak suka dengan keputusannya tidak sedikitpun menghukum Rebecca dan mendiamimu sepanjang pagi ini dan kemarin"

"Kau tadi bicara padanya perihal itu bukan?"

"Yup. Dan dia tidak suka dengan pemikiranku."

"Sudah kutebak."

Dad kemudian menyalakan mesin mobilnya kemudian benda itu secara perlahan keluar dari perkarangan rumah. Perjalanan menuju sekolah diwarnai keheningan, Dad bukan tipikal orang yang banyak bicara kecuali memang ada hal-hal penting dan aku benar-benar merasa sangat buruk hingga tak sedikitpun memiliki keinginan untuk mendengarkan musik atau mengangkat sebuah topik untuk dibicarakan bersama Dad.

Tak lama, mobil berhenti di depan sekolahan. Aku memberikan kecupan di pipi Dad sebelum merangkak keluar mobil dan memasuki sekolahan.

Tak banyak yang sudah hadir sepagi ini. Mungkin sekitar sepuluh menit lagi sekolah akan ramai oleh remaja kelebihan hormon. Melihat koridor terasa lenggang, aku segera menuju lokerku dan mengambil hal-hal yang kubutuhkan untuk kelas kalkulus. Aku kemudian mengedarkan pandanganku, mencari sosok Louis di dalam koridor panjang ini namun tak sedikitpun aku melihat tanda-tanda kehadirannya.

Louis bukanlah tipikal murid yang datang sepagi ini, dia akan datang lima menit sebelum bel kelas pertama oleh karena itu aku tidak begitu terkejut ketika tidak menemukan kehadirannya. Aku benar-benar butuh bicara banyak dengannya karena itu, aku terus berdiri di depan lokerku melihat siswa-siswi lainnya berlalu lalang sambil berharap menemukan Louis di antara mereka.

Tapi, pagi itu, aku sama sekali tidak menemukan Louis.

-

"Kau baik-baik saja, Eleanor?" Ray bertanya, kemungkinan menyadari bahwa sejak tadi aku hanya diam, sama sekali tidak mengikuti perbincangan yang ada.

Kepalaku terlalu penuh dengan banyak hal. Mulai dari nasib ponselku, kehidupanku selama sebulan ke depan, bagaimana Mum sangat menjengkelkan, dan mengenai Louis yang hingga detik ini tak kulihat batang hidungnya. Ini sangat aneh jika kau tanya aku, biasanya aku akan menemukan dia berdiri di depan lokernya saat pergantian kelas atau melihatnya tengah memakan makanan aneh yang dibuat oleh pihak kantin bersama teman-temannya.

Aku tidak mengerti mengapa dunia seolah-olah tidak berpihak sama sekali padaku akhir-akhir ini. Aku butuh bicara Louis. Dan di sekolahan yang tidak seluas kota London ini, aku sama sekali tidak menemukan sosoknya.

Aku mendesah. "Aku baik."

"Tapi kau terlihat diam sejak tadi. Kau sungguh baik-baik saja?"

"Ray benar," Emma menyahuti, "ada apa? Kau bisa bicara dengan kami jika ada masalah."

"Uhh ... ini bukan masalah besar," kataku, "hanya saja ... aku sepertinya tidak bisa mengikuti kegiatan apapun selama sebulan ini. Mum menghukumku. Dia menyita ponselku dan tidak memperbolehkanku keluar--kecuali untuk sekolah--selama sebulan ke depan."

Emma membulatkan matanya. "Sungguh? Aku tidak tahu jika ibumu bisa sekejam itu. Kau pasti melakukan kesalahan yang sangat besar. Apa yang kau lakukan huh?"

Aku melihat ke seluruh meja, mereka semua nampak terkejut dengan penuturanku--kecuali Ray, kurasa dia sudah diberitahu oleh Rebecca tentang ini. Aku tidak begitu paham akan hubungan Ray dan Rebecca namun keduanya cukup dekat.

"Kau bercanda? Klub ini akan berjalan tanpa ketua?" yang lain menimpali dengan panik hingga seisi meja diserang sebuah kepanikan mendadak yang membuat mereka semua tidak berhenti bicara hingga suara mereka terdengar seperti lebah.

"Guys!" aku berteriak, mencoba menenangkan mereka semua. "Relax, kita masih memiliki Emma, bukankah dia wakilku? Dia yang akan menangani semuanya selama aku tidak bisa mengikuti kegiatan klub," ujarku yang berhasil membuat semuanya menjadi tenang.

"Hey, Eleanor!" Zoe tiba-tiba berujar membuat seisi meja menoleh ke arahnya. "Kau yakin ibumu menghukummu?"

"Yup," kataku dengan penekanan pada huruf 'p'. Aku tidak mengerti mengapa Zoe terlihat memiliki asumsi bahwa aku berbohong dan semua itu hanya alasanku untuk tidak mengikuti kegiatan klub.

"Sabtu kemarin aku melihatmu di café bersama Louis."

Seisi meja kembali dibuat terkejut dengan penuturan Zoe, kali ini aku juga ikut terkejut. Jika ada yang bertanya siapa yang paling terkejut di antara semua orang di meja, maka jawabannya adalah aku. Maksudku, bagaimana bisa aku tidak tahu jika Zoe di sana dan melihat apapun yang aku lakukan bersama Louis?

"Eleanor berkencan bersama Louis?!"

"Bagaimana bisa Eleanor dengan Louis?!"

"Eleanor beruntung!"

"Tidak mungkin! Pacar impianku bersama ketua klubku!"

Suara terdengar dari sana-siniku membuatku hanya bisa menghela napas. Aku melirik ke arah Emma, bagaimanapun juga temanku itu pernah menjadi kekasih Louis, dan mendapati bahwa dia tidak berkomentar apapun, dia hanya memakan makanannya dalam diam sambil menikmati bagaimana orang-orang merespon ucapan Zoe beberapa sekon lalu. Wajah Emma datar, tak nampak terganggu atau apapun itu.

Aku kembali melihat ke arah Zoe. "Itu terjadi sebelum aku diberi hukuman, percayalah aku tidak berbohong saat mengatakan ponselku disita dan aku tidak boleh ke manapun selama sebulan. Omong-omong, kau di sana? Kau berada di tempat itu? Kenapa aku tidak melihatmu."

Zoe memutar bola matanya. "Kau terlalu fokus pada Louis itulah mengapa kau tidak melihatku," kata Zoe yang berhasil membuat pipiku memerah.

Bel tanda makan siang berakhir berbunyi, aku menutup bekal makan siangku dan bangkit berdiri.

Akhirnya aku menemukan Louis. Dia berdiri beberapa meter dariku, nampak sibuk berbincang dengan teman-temannya. Seolah tahu sepasang mata tengah memandangnya, Louis menoleh, matanya terkunci dengan mataku selama beberapa detik sebelum melemparkannya kembali ke arah teman-temannya.

[-][-][-]

Hidden Files // Elounor ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang