13. a little truth

74 13 0
                                    

Aku berdiri di dekat pagar rumahku yang basah karena hujan lebat tadi. Tanganku mengusap rintik-rintik hujan yangbergantung di pagar rumah. Wangi rumput basah setelah hujan selalu membuatku tenang hingga ingin tidur dalam dekapan selimut tebal, tapi aku memiliki janji dengan seseorang. tanganku mendorong pagar itu lalu keluar dari pekarangan rumahku. Sambil menikmati tetesan hujan dari pohon-pohon yang menjulang diatasku, aku berjalan tenang dengan mata terus menatap ke depan. Suasana lembab yang di sebabkan hujan sore ini terasa lebih menenangkan. Semakin lama langkahku semakin menganyun dengan senang. Sedikit-sedikit aku menyenandungkan lagu-lagu dari idol yang sedang terkenal akhir-akhir ini.

Mataku mendapati taman perumahan yang sepi dan bergenang air karena hujan. Aku menginjakkan kakiku diatas pasir-pasir taman yang basah dan berwarna lebih gelap karena basah. Senyumku mengembang menatap dua buah ayunan yang bergelantungan di tengah taman. Dengan riang aku menghampiri ayunan tersebut dan mendudukinya. Rasa dingin karena suasana lembab ini membuat gigiku hampir bergetar. Tapi aku lebih suka cuaca seperti ini dibanding siang hari yang begitu menyengat. Tiba-tiba seorang anak laki-laki datang dan berdiri di hadapanku. Dia menggumamkan sesuatu yang membuatku sesak nafas dan pusing.

"bukan seperti ini.."

"kau salah.."

"cobalah untuk menghilangkan kenangan palsu ini.."

HAH?

Mataku terbuka lebar dan menatap langit-langit kamar yang asing bagiku. Aku terbatuk tiba-tiba setelah sadar dari mimpi anehku, seseorang bergerak mendekat ke pinggiran kasur yang kutiduri. "gwaenchana?" suara yang sangat familiar ditelingaku terdengar menggelitik saat aku mendengarnya. Siapa lagi kalau bukan si bibir bebek penuh sensasi dan amarah yang berenergi. Aku mengangguk pasrah lalu mengubah posisiku menjadi duduk sambil menyandarkan punggungku ke headboard tempat tidur. Aku menatap sekelilingku dan mencoba mencari tahu kamar siapa ini. Ah, bukankah tadi aku sedang berganti baju di kamar Jong suk? Lalu aku? Ah lalu apa yang terjadi padaku. Tanganku memijat pelipisku karena pusing yang tiba-tiba melanda saat berkonsentrasi untuk mengingat mengapa aku bisa diatas kasur ini. "tadi kau pingsan. Kau tahu ini sudah yang keberapa kali kau pingsan saat berada di dekatku? 3 kali. Dan kurasa hitunganku akan terus bertambah." Jong suk mengejekku sambil bersedekap sombong menatapku. Aku hanya bisa menggumamkan kata-kata umpatan karena kesal. Belum ada 3 jam dia berbuat baik padaku, dia sudah mengejekku lagi. Apa hidupnya hanya untuk mengejek seseorang?.

Mataku melirik ke atas meja panjang berwarna cokelat dan memeriksa jajaran foto yang bertengger manis diatasnya. Ada 3 foto yang berganti posisi menjadi telungkup dengan gambar yang tertutup. Aku menghela nafas panjang melepaskan rasa penasaran yang sepertinya tidak akan terbayar. Kusingkap selimut yang membungkus kakiku lalu beranjak dari tempat tidur lalu memakai sandal rumah yang kukenakan sejak masuk ke rumah Jong suk. "Kau mau kemana?" Jong suk bertanya sambil menatapku yang sudah berdiri tepat di sampingnya. Aku mengidikkan bahu lalu keluar dari kamarnya, aku akan pergi kemanapun asalkan jangan terkurung di dalam kamarnya yang kurasa terlalu...... nyaman. Dia mengikutiku tanpa bertanya, aku hanya menatap ke sekeliling rumah neneknya dan berharap mendapatkan tempat yang sejuk untuk menyegarkan pikiranku yang sedikit bermasalah ini. Kudapati sebuah taman di belakang rumah. Tipikal taman yang memang selalu ditata di rumah-rumah besar. Beberapa bamboo mengelilingi taman itu dan aku terperangah menatap bunga putih dan kecil yang berada di sudut taman. Edelweiss. Bunga yang sangat indah dan sulit untuk di temui. Kakiku tanpa sadar melangkah mendekati bunga tersebut dan menatapinya dengan mata yang membulat. Sayangnya, begitu aku menelisik bunga itu baik-baik, itu hanyalah bunga tiruan. Dadaku mengempis dan menghembuskan nafas berat setelah menerima kenyataan.

"kau suka bunga itu?" suaranya tepat di sebelah telingaku, membuat bulu kudukku berdiri seketika. Aku menolehkan wajahku kea rah lain, menghindari wajahnya yang terlalu dekat dari wajahku. Kepalaku mengangguk menjawab pertanyaannya. Wajahku memerah dan kurasakan suhu tubuhku naik 10 derajat saat merasakaan hembusan nafas Jong suk di leherku. Sebelum pikiranku semakin melayang jauh aku memberi jarak 3 langkah diantara kami. Aku mencoba menenangkan debaran yang tidak karuan. Perasaan yang tidak seharusnya bersarang ini membuatku sedikit frustasi. Sudut mataku melirik kea rah Jong suk dan dia mengembangkan senyum yang tidak pernah dia tunjukkan di hadapanku. aku ingin mencium bibir itu. AH! SADAR KAU CINDY!

SLICE OF MEMORIES. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang