1. Pertemuan Pertama

6.2K 204 1
                                    

Bissmillah ...
Ini hanya repost ya, Gaes.
Yang sudah punya versi cetaknya nggak masalah kalau mau baca lagi. Ada perubahan karena yang punya cerita minta diubah, jadi aku ganti, ya. Ya. Ini kisah nyata, jadi aku nulis sesuai koreksi dari yang punya cerita. Nggak banyak yang berubah, dan ini nggak akan cetak lagi, ya, makanya aku edit.
.
.
.
***

Langkahnya mengayun cepat untuk segera tiba di rumah. Sang ayah menghubunginya untuk segera pulang ke rumah karena ada tamu yang ingin bertemu dengannya. Dia masih belum tahu gerangan sang tamu karena ayahnya tidak menjelaskan. Tugas di TPQ pun terpaksa dia tinggal untuk memenuhi panggilan sang ayah.

Benar. Ada tamu di rumahnya. Dia bisa mengetahui karena ada mobil terparkir di halaman rumah. Langkahnya kembali terayun untuk menghampiri teras rumah. Suara obrolan terdengar jelas dari dalam. Di antara obrolan itu ada suara ayahnya.

"Assalamu'alaikum," ucapnya ketika tiba di depan pintu.

Jawaban salam terdengar kompak dari dalam rumah. Dia melepas alas kaki, lalu masuk ke dalam. Beberapa orang sudah ada di ruang tamu. Kepalanya menunduk, lalu bergegas mendekat ke arah sang ayah.

"Ini Sakinah, putri saya yang diceritakan Basyir." Sang ayah mengenalkan gadis itu pada tamu yang datang.

Gadis itu hanya mengangguk untuk menghormati mereka. Tamu yang datang di antaranya ada dua laki-laki, dan satu wanita. Laki-laki di sebelah kiri masih muda. Sepertinya mereka satu keluarga dan laki-laki paling muda adalah anak mereka.

"Nah, ini Pak Waluyo bersama istri dan anaknya. Mereka datang ke sini untuk silaturahmi sekalian mau lihat kamu." Sang ayah kembali membuka obrolan.

Melihat aku? Untuk apa? tanya Sakinah dalam hati.

"Supaya Sakinah nggak bingung, saya ceritakan kronologinya," timpal Pak Waluyo.

Kepala Sakinah mengangguk lemah.

"Sekitar dua minggu yang lalu saya ke rumah Pak Basyir mau minta tolong buat carikan calon untuk anak saya, Bagas. Beberapa calon diajukan oleh beliau di antaranya Nak sakinah, dan saya lebih sreg dengan Nak Sakinah saat beliau menyebutkan silsilah Nak Sakinah. Maka dari itu, saya ke sini untuk memastikan dan mengajukan taaruf pada yang bersangkutan langsung," tambah Waluyo.

Jadi kedatangan mereka ke sini berniat mengajukan taaruf padaku untuk putranya? Apa laki-laki muda di sebelah mereka yang akan ditaarufkan denganku? tanya Sakinah dalam hati.

"Ini Bagas, anak saya yang akan saya ajukan untuk taaruf dengan Nak Sakinah."

Sakinah masih diam dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Meski ini sudah ke sekian kali mendapat tawaran taaruf, tapi entah kenapa dia merasa takut. Takut jika akan kembali gagal karena alasan yang tak masuk akan. Dia sempat taaruf dengan dua laki-laki sebelumnya dan semuanya gagal karena alasan tertentu.

Pikirannya buyar saat suara salam terdengar dari arah pintu. Suara yang sangat Sakinah kenal. Beliau adalah adik kandung ayahnya, Paman Basyir. Paman Basyir adalah pengasuh pondok pesantren tempat Sakinah menimba ilmu beberapa tahun yang lalu. Sakinah bergegas mencium punggung tangan pamanya ketika sang paman tiba di antara mereka. Basyir duduk di sofa tunggal.

"Gimana kelanjutannya?" tanya Basyir.

"Tinggal menunggu keputusan Nak Sakinah." Pak Waluyo menimpali.

"Atau mungkin ada pertanyaan dari Sakinah atau Nak Bagas?" Paman Basyik mengajukan.

Sakinah menggelengkan kepala. Pikirannya masih tak fokus. Kedatangan merek terasa buru-buru baginya.

"Ini baru taaruf, Nah. Hanya perkenalan saja. Taaruf ini bagian dari ikhtiar. Cocok nggak cocok biarkan Allah yang kasih jawaban melalui istikharah. Nak Bagas nasabnya bagus, begitupun Sakinah," ulas Paman Basyir.

"Gimana, Nah?" tanya sang ayah pada Sakinah.

"Menurut Bapak, Mas Bagas gimana?" tanya Sakinah balik dengan nada berbisik.

Jujur, aku nggak pernah mengenalnya sama sekali. Bahkan pekerjaan dia pun aku nggak tahu.

"Saya ingin tahu silsilah Nak Bagas," ungkap sang ayah.

"Bagas anak kedua kami. Kami memiliki tiga anak. Yang pertama Sintia, yang kedua Bagas, dan yang ketiga Bagus. Bagas bekerja di kampus sebagai dosen. Usianya saat ini menginjak dua puluh tujuh tahun," ungkap Pak Waluyo.

Jadi Mas Bagas adalah dosen? Dia anak kedua dari tiga bersaudara? Umurnya dua puluh tujuh tahun.

"Insyaallah, Bagas siap taaruf dengan Sakinah."

Sakinah mengangkat kepala ketika mendengar suara laki-laki yang akan ditaarufkan dengannya. Raut Bagas terlihat tenang dan yakin. Sakinah kembali menundukkan kepala saat menyadari jika dia sudah lancang menatap laki-laki yang bukan mahramnya.

Ya Allah, semoga Engkau ridho dengan keputusanku. Mereka datang ke sini untuk berniat baik, jadi aku nggak mungkin bikin mereka kecewa, dan terutama keluarga aku setuju.

Bissmillah.

"Sakinah menerima taaruf dengan Mas Bagas." Sakinah memberi keputusan.

Kalimat syukur menggema di ruangan itu. Permintaan taaruf kali ini cukup serius baginya karena orang tua satu sama lain hadir. Kebanyakan, saat akan taaruf calon laki-laki yang datang tanpa membawa orang tua untuk izin taaruf dengan keluarga laki-laki seperti taaruf Sakinah sebelumnya. Ini suatu kehormatan bagi Sakinah karena pertama kali diminta taaruf oleh calon sekaligus dihadiri orang tua satu sama lain. Semoga taaruf mereka berjalan lancar dan diridai Allah.

Setelah berbincang cukup lama, akhirnya keluarga Bagas pamit pulang. Sakinah meminta agar taarufnya kali ini didampingi Ahmad, kakak sulungnya. Dia meminta Ahmad mendampinginya karena Ahmad bijak dalam memberi masukan dan bisa mencairkan suasana jika dia masih merasa canggung. Ahmad belum tahu masalah ini. Sakinah akan menghubunginya jika sudah masuk waktu istirahat.

***

Bersambung ...

Ceraikan Aku, MasDär berättelser lever. Upptäck nu