"Tidak," sahut Alvian singkat.

"Lalu apa yang kalian berdua lakukan di atas sana? Kamu meminta Berlian untuk menemui kamu di sana?"

Alvian lagi-lagi membantah. Bu Ratna berdecak. Kecurigaannya kian besar pada anak laki-laki sedingin es ini.

"Saya yang meminta Alvian untuk bertemu di atas sana, Bu," ujar Berlian mulai membuka suara. Kalimatnya mengejutkan semua orang dalam ruangan itu. Terutama Alvian.

"Lalu, apa yang membuat kamu terjatuh?" tanya Bu Ratna lagi.

Berlian lalu terdiam mencari alasan. "Saya tergelincir," jawabnya yang tentu saja bohong.

Galang dan Lintang mengerutkan kening kemudian saling pandang. Sedangkan Alvian dan Berlian melemparkan tatapan yang begitu sukar untuk dijelaskan.

***

Untaian waktu membawa kita kembali pada sewindu yang lalu, di mana seorang wanita dingin dan penuh kegelapan itu masih menjelma sebagai remaja yang manis di masa akhir putih-birunya. Gadis itu keluar dari sekolah dan melangkah riang dalam perjalanan pulang menuju panti asuhan tempat ia tinggal sejak bertahun-tahun yang lalu.

Ia menggenggam kalung yang melingkari lehernya. Kalung itu adalah satu-satunya benda yang tersisa dari masa lalunya. Kata pengasuhnya di panti asuhan, ia ditemukan di lautan dengan keadaan sekarat. Peristiwa itu pula yang membuat gadis itu kehilangan semua ingatannya. Ia tak tau siapa namanya, orang tua dan tempat tinggalnya. Gadis itu tidak mengingat apa pun mengenai dirinya sendiri.

Kemudian, di tengah perjalanan ini ia dicegat oleh beberapa anak dengan seragam yang sama dengannya. Anak-anak perempuan itu langsung menarik rambutnya tanpa ampun.

"Eh gembel! Jangan belagu, lo!" seru salah satu anak dengan senyum meremehkan. Penampilan anak itu sangat borjuis, sangat berbanding terbalik dengan seragam gadis di depannya yang lusuh dan juga dekil.

"Apa salah saya? Tolong ... lepas!" rintih gadis itu kesakitan.

"Lo kan yang ngaduin gue buka buku saat ulangan, hah?!"

Gadis itu mencoba melawan dengan menyentak tangan yang sedari tadi menarik rambutnya. "Bukan saya yang ngaduin kamu!"

"Oh, lo berani ngelawan gue, hah?! Lo nggak tau siapa gue?!" seru cewek berponi itu seraya mendorong-dorong bahu si gadis lusuh. Antek-antek cewek itu pun hanya tertawa dengan jahatnya.

"Heh, lo berdua! Pegangin nih cewek udik! Biar gue kasih pelajaran!" perintah cewek itu pada kedua temannya. Cewek-cewek berpenampilan yang tak kalah borju dengan anak itu pun menurut dan menahan sang korban untuk tidak ke mana-mana.

Cewek yang sangat sok berkuasa itu menarik kerah seragam korbannya sampai kalung gadis itu terlepas. Sang korban pun lantas berontak melihat kalungnya yang terjatuh. Namun, semakin ia berontak, semakin sadis pula cewek-cewek itu memperlakukannya.

"Stop!" suara seorang cowok dengan usia yang mungkin sebaya dengan mereka menghentikan tindakan penganiayaan yang terjadi di depannya.

"Berhenti atau gue akan lapor polisi!"

Tiga cewek itu tergagap melihat kehadiran cowok berparas tampan itu. Apalagi cowok itu mengenakan seragam karate. Mereka pun langsung berlari cepat meninggalkan gadis yang mereka tindas itu dengan menyisakan luka lebam di pipi.

Gadis itu tidak menangis sedikit pun. Setelah dilepaskan, ia hanya terfokus untuk mencari kalungnya yang begitu berharga. Tanpa merasa jijik dan risi sedikit pun kedua tangannya berjumpa dengan tanah. Si cowok berperawakan tinggi itu kemudian menyadari benda berkilauan yang ada di dekat sepatunya. Tak pandang aling-aling, ia pun meraih benda itu dan mengulurkan pada sang gadis.

Police Love Line (Back to High School) [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang