#22 XXX Me

3.6K 132 14
                                    

Aku tersenyum memandangi gadisku yang sedari tadi tak pernah lelah melawan terik matahari untuk memperdagangkan es krim.

Apa aku terlambat menyadari bahwa gadisku ini sebenarnya istimewa?

"Ayah! Hani lagi ngomong..."

Menyadari bahwa anak mungil tersayang ku memanggil , aku mengalihkan pandangan dari Diana kemudian melempar pandangan pada Hani di sampingku. "Ya sayang , kamu ngomong apa?"

Anak kesayanganku itu tampak kesal. "Hani udah bilang beberapa kali. Hani gak suka sama Bibi Kopi itu! Kenapa Ayah merhatiin dia teruss???"

Aku menghela nafasku pelan. Mengusap kepalanya untuk menyalurkan ketenangan padanya. Aku tak bisa menjawab apa yang ditanyakan Hani.

Entah kenapa untuk mencari alasan rasional mengenai aku yang lebih tertarik memperhatikan Diana dari yang lain , sungguh sulit dan sangat membingungkan sekali.

Setiap kali aku melihat Diana , kurasakan dadaku berbedar dan rasa ingin mengetahui nya lebih dalam muncul. Walau aku tidak yakin sih , perasaan ini cinta?

Mendadak aku menyesal karena pernah bilang bahwa aku mencintai gadisku itu. Perasaan bersalah nampak di saat aku berusaha mencari apa yang sebenarnya membuatku tertarik dengan nya?

Apa ini cinta?

Atau hanya rasa penasaran saja?

"Ayah melamun!" Hani berdecak tidak suka begitu ia menemukan diriku hanyut dalam pikiran.

"Ayo kembali." Ajakku menggandeng tangan nya berdiri dari bangku , tak ingin membalasi kata-katanya.

Dan di saat itu , di detik ini , aku kembali menemukan seorang pria yang beberapa hari lalu ku lihat terlibat dalam perkumpulan teman-teman gadisku tempo hari tengah berjalan menghampiri Diana.

Aku menepis rasa penasaranku saat sekarang Hani menarik tanganku menjauh dari mereka. Namun entah kenapa rasa tidak rela bersarang dalam dadaku begitu tangan pria itu menggenggam kedua tangan gadisku.

Dan entah kenapa aku kesal melihat bahwa gadisku sama sekali tidak merespon hanya untuk sekedar menepis tangan brengsek nya itu.

Sialan!

Ini sudah tidak benar.

"Ayah... Kenapa?" Hani memandangi ku heran. Aku mengusap wajahku mencoba bersikap biasa dan melepas genggaman erat tangan mungilnya itu kemudian berlanjut dengan aku yang berjongkok di depan nya.

"Kembali lah dulu ke mobil. Ayah mau mengurusi beberapa hal."

"Aku ikut–"

"Tidak." Potong ku cepat. "Kau tunggu di mobil,"

"Apa sepenting itu?" Hani menatapiku tak rela. Aku memang hari ini mengambil cuti untuk mengajak Hani berjalan-jalan setelah sepulang sekolah.

Kebersamaan kami yang agaknya memang sedikit kurang membuatku berpikir hari ini jalan-jalan untuk bersenang-senang tidak begitu buruk. Dan melihat bahwa si brengsek itu masih menggenggam tangan gadisku hingga kali ini memegang pipinya , emosi ku benar-benar naik.

"Jelas penting!" Tegasku sedikit membentak.

Hani mengkerut dan segera menganggukkan kepala tidak ingin mendebat kata-kataku dan memilih menurut.

Setelah memastikan bahwa anakku itu aman di dalam mobil , dengan langkah lebar aku mendekati mereka.

Sayup-sayup ku dengar kata-kata memuakkan keluar dari mulut pria itu. "...aku mencintai mu, Dee–"

"Bagus sekali." Suara dengan nada sinis terdengar begitu menyebalkan ketika aku sadar itu adalah suaraku sendiri.

Ku lihat gadisku itu menatap ku dengan terkejut. Berbeda dengan ekspresi pria itu yang memandangiku heran.

Vous avez atteint le dernier des chapitres publiés.

⏰ Dernière mise à jour : Nov 18, 2017 ⏰

Ajoutez cette histoire à votre Bibliothèque pour être informé des nouveaux chapitres !

Hot Daddy!Où les histoires vivent. Découvrez maintenant