REWRITE - Tiga belas : Part of them

10.6K 857 29
                                    

Sakura memundurkan tubuhnya menjauhi Sasuke. Ia mengerutkan keningnya dalam dan menyipitkan matanya melihat dengan sarkasme.

"Maaf menghentikan mimpi liar anda Mr. Uchiha."Sakura kembali bersikap seperti biasa. Membuat Sasuke menebak manakah sifat Sakura yang asli.

Sakura yang cerewet, Sakura yang penuh kejujuran atau Sakura yang bersikap sopan. Itu sangat membingungkan nya.

"Maksudnya?"Sasuke sama sekali tidak bisa menangkap apa arti jawaban Sakura.

Sakura mengangkat bahunya pelan, ekspresinya kembali seperti semula.

"Tidak pak, Bapak bukan tipe saya Mr. Uchiha. Maaf."Sakura menjawab dengan santai, membuat Sasuke tau jika Sakura sedang tidak berbohong.

"Oh, begitu."Sasuke bukannya merasa kecewa. Tapi kejujuran Sakura mengagetkan nya. Perempuan yang ditemuinya pasti mengatakan bahwa ia adalah tipenya. Tapi Sakura? Dia berkata sebaliknya, di depan matanya. Agak sedikit tersinggung, tapi semua orang jelas memiliki selera masing-masing. Sasuke hanya terkejut, penasaran bagaimana tipe Sakura.

"Tapi ..."Sakura menggantungkan kata-katanya membuat Sasuke penasaran.

"Ada tapinya?"

"Secara fisik atau visual, anda tipe semua wanita. Saya orang buta, jika tidak mengatakannya."Sasuke tidak bisa menahan senyumnya. Hanya sebentar sebelum ia tersadar, Mengapa ia tersenyum? Oh jadi sebenarnya bagaimana? Ia bukan tipe Sakura, tapi secara visual, ia termasuk tipe Sakura?

"That's absolutely confused."

"Saya sedang jatuh cinta dengan Benedict cumberbatch yang memerankan Sherlock Holmes series, Mr Uchiha. Anda secara fisik mirip dengan dia, Mr. Uchiha. Tidak spesifik mirip, Tipe saya adalah seperti Sherlock Holmes yang rela menyelamatkan Irene Adler. Saya ragu anda adalah orang yang seperti itu."Jelas Sakura.

Sasuke menaikan bahunya, "Penilaian tanpa pengujian adalah hal yang kasar Miss Haruno."

Sakura terdengar berdecak, risih dari tadi mendengar kata Miss Haruno terlontar dari boss nya, "Tolong, Sakura saja."

"Anda juga membandingkan saya dengan dia. Which the Fact is Sherlock are psycopath."Sasuke merasa tidak suka disamakan dengan siapapun. Termasuk Sherlock Holmes sekalipun.

Sakura menyamankan posisi duduknya, "With high Function, Sir. Sociopath, tepatnya."

"Hn,"Sasuke hanya bergumam tidak jelas. Lagipula, dia tidak akan berdebat mengenai karakter fiksi itu.

...

Karin benar-benar merasa kurang beruntung. Dia tidak pernah merasa kesialan ini sebelumnya, semuanya berawal dari Sakura Haruno menjadi sekretaris baru boss nya. Bagaimana ia tidak mengatakan hal tersebut?

Taxi yang ia pesan, benar-benar terjebak macet. Lalu langit yang tadinya cantik dengan cahaya bulan, kini mulai turun hujan rintik-rintik dan terlihat akan deras. Tidak mungkin naik ojek online, gumamnya.

Benar-benar Sial. Karin duduk dengan kesal di kursi lobby dan berharap sebuah keajaiban. Sebuah keajaiban kecil. Tidak kah Tuhan adil padanya? Karin mendesah kecil.

"Hai."Karin menoleh dan melihat orang yang paling ia benci sejak tinggal di Konoha. Suigetsu, lelaki itu muncul bagaikan mereka berdua memiliki hubungan yang baik seperti teman akrab.

Tidak menjawab, Karin hanya diam mengalihkan pandangannya.

"Tidak merindukan tetanggamu?"
Karin mendecih.

"Just. Leave. Me. Alone."Ucap Karin dengan penekanan. Suigetsu yang merasa diusir hanya mengangkat bahunya tak peduli.

"Okay. Bye,"Suigetsu melangkah dengan santai masuk kedalam lift.
Karin menatap tak percaya pada laki-laki itu yang benar meninggalkannya.

...

"Ayo kita menikah,"Ucap pria itu dengan malas.
"Menikah dengan mu, tidak mau."Jawab perempuan itu.

Sang laki-laki tersenyum kecil mendengar nya, "Temari, Marry me? Apa yang salah kalau kita nikah?"Tanyanya.

Temari mendengus kecil, "Mendokusai,"Ucapnya mengikuti kata-kata yang sering pria itu lontarkan. Temari menahan senyumnya melihat Shikamaru menatapnya datar.

"We Just bestfriends."
"I know."
"Nothing more special."
"..."

...

Naruto kembali melancarkan aksinya. Aksi dirinya yang ingin mendekati sepupu sahabatnya. Hyuuga Hinata.

"Hai Hinata."Sapa Naruto dengan senyum lebar. Hinata melirik jam dinding Caffenya. Pukul 10 malam. Bahkan penanda di pintu sudah berubah menjadi 'Close' sejak 30 menit yang lalu.

"Apa kau tidak melihatnya? Caffe sudah tutup. Keluar sekarang,"Hinata mengabaikan Naruto.

"Kasar sekali Hinata-hime."Bukannya keluar, Naruto malah duduk di salah satu kursi. Hinata mendesah kecil melihatnya.

Hinata menghampiri Naruto dengan malas, "Mau apa?"Tanyanya.

"Tidak tanya kabar dulu? Atau bagaimana hariku? Karena jujur saja aku sedang lelah Hinata-hime. Teme membuat kami... "

Hinata memotongnya cepat, "Mau apa?"Ulangnya. Naruto hanya cemberut.

"Okay, terserah kamu."Hinata meninggalkan Naruto yang tidak percaya dengan apa yang dilakukan Hinata. Naruto menahan lengan Hinata.

"Please, temani aku sebentar."

"Naruto, aku sedang sibuk disini."

Naruto melepaskan lengan Hinata dan berdiri di depan nya.

"Kamu pasti lelah. Sama aku juga."Naruto memeluk Hinata pelan. Hinata terkejut bukan main dan Hinata benci ini, benci karena dia menyukai pelukan Naruto.

"Lepas atau ..." Naruto malah mempererat pelukannya.

"Sebentar saja. Habis ini aku pulang, janji."Naruto menyamankan dagunya diatas Kepala Hinata. Dia menghitung satu sampai sepuluh di dalam hati, lalu melepaskan pelukan nya pada Hinata.

Hinata benci, benci ketika tubuhnya bereaksi tidak seperti apa yang dipikirkannya. Hinata juga benci dengan perasaannya yang kosong begitu Naruto melepaskan pelukannya.

Naruto tersenyum penuh lelah menatap Hinata, "Good Bye." Naruto meninggalkan Hinata yang mematung.

...

Ino duduk dengan bingung di sofa. Kedua orang tuanya saling memandangi satu sama lain sebelum akhirnya terdengar tarikan napas dari ibunya. Hari ini ia diminta untuk pulang ke rumah orang tuanya.

"What's wrong?"Tanya Ino.

Ayahnya yang menjawab.
"Ino, Ayah sudah menjodohkan mu."Ucapnya tegas. Ino diam lebih dari semenit, ia berusaha mencerna perkataan ayahnya.

"Dad, jangan bercanda. Jaman apa sekarang?"Ino tertawa.

"Ini bukan lelucon, sayang."Tatapan ayahnya sangat serius serius. Ino berhenti tertawa, dia ketakutan sekarang. Apa orang tuanya baru saja menonton drama atau bagaimana? Menjodohkannya? Well. Tidak akan terjadi.

"This is twenty and seventeen. Di jodohkan? Apa kalian mencoba mengancam ku, karena aku ketakutan sekarang."

Ibunya menggeleng pelan menatap Ino gusar. Berusaha meyakinkan anaknya bahwa ayahnya sedang berbicara serius. Ayahnya hanya menghembuskan napasnya pelan.

"Ino, perbaiki etika mu dan kita akan bicara mengenai hal ini. This is not a prank or anything you thought."Ucap ayahnya tegas meninggalkan ruang keluarga.

Ino menatap ibunya tidak percaya.
"How come, mom?"

Mamanya menggeleng pelan.

...

Suka yang mana? ^^

A PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang