*part ini akan ada sedikit cerita tentang Kania.
Enjoy it!
*****
"Rum." panggil Vino membuat gadis itu menoleh ke arahnya seraya mengernyit bingung.
"Ya,Kak?" tanya Arum. Hal itu tak luput dari pengawasan dua pasang mata tajam yang sedang menatapnya itu. Dylan dan Nathan memasang telinganya baik-baik agar bisa mendengar jelas percakapan mereka berdua.
"Gimana jawaban lo tentang perasaan gue?" pertanyaan telak Vino itu membuat tubuh Arum kaku. Ia tidak menyangka akan dimintai jawaban secepat ini.
Dan tanpa mereka sadari. Dua pasang mata menatap tajam ke arah lelaki di hadapan Arum itu.
*****
Author POV
"M-maaf,Kak. Kayaknya aku gak bisa." ujar Arum sedikit gugup.
"Kenapa?" tanya Vino sambil menatap wajah Arum intens."Eung..i-itu..eung-" ucapan Arum terpotong oleh Kania.
"Guys, gue pulang duluan ya." ucap Kania.
"Lho? Kok pulang sih, Kan? Padahal kita belum ada sejam lho."ucap Damar.
"Bener tuh! Ah Kak Kania gak asik nih!" timpal Rio.
"Um.. Gue ada urusan nih. Kalian lanjutin aja tanpa gue."ucap Kania.
" Tapi kalo kurang satu, gak seru tau,Kak!"ujar Arum.
"Yah..sorry. Tapi gue mesti pulang nih,urusannya penting soalnya."
Dilihatnya oleh Kania sebagian besar menyetujui jika ia pulang duluan. Tapi ada satu suara yang mampu membuat ia terdiam sejenak.
"Urusan apa?" tanya suara dengan nada datar nan dingin. Dylan. Pemilik suara tadi adalah Dylan.
Kania diam. Ia bingung harus menjawab apa. Sejujurnya ia tak pernah menduga bahwa Dylan akan memberikan pertanyaan itu kepada dirinya. Mengingat sikap Dylan yang kelewat dingin kepada semua orang. Kecuali satu orang. Arum.
"Eung...i-itu.."
"Dylan kepo deh! Urusan orang itu jangan dikepoin dong! Kan privacy! Duh.. Babang gigit nih!" ucap Rio absurd.
Pletak!
"Kapan normalnya sih,lo?" ucap Damar, setelah selesai memukul kepala Rio menggunakan botol plastik bekas.
"Duh.. Damar jahat nih sama dedeq! Bilang aja pengen babang gigit juga!"
"Harus banyak nyebut gue kalo deket elo!"
YOU ARE READING
3 Boys and My Brother
Teen FictionDikelilingi oleh 3 lelaki dingin ditambah kakak laki-lakinya yang dingin dan selalu bersikap aneh kepadanya? Tak pernah sedikitpun terlintas dalam benak Arum.