Chapter 15

15.3K 1K 27
                                    

Author POV

      Suasana hati yang sedang murung, memang bisa membuat seseorang tak peduli sekitarnya. Seperti Arum yang saat ini berjalan dibawah guyuran hujan deras, tanpa peduli bahwa tubuhnya sudah basah kuyup. Hatinya terasa sesak, mengingat kalimat Bara beberapa menit yang lalu.

    Sebegitu fatalkah kesalahan Arum? Sebegitu bencinyakah Bara kepada Arum? Sebegitu sampahkah Arum dimata Bara?

     Sebetulnya Arum tidak mau berada situasi seperti ini. Rasa bersalah menghantuinya selama ini. Tidak bisakah Bara memaafkan Arum? Tidak taukah Bara bahwa Arum selama ini mencarinya, untuk meminta maaf padanya? Lalu setelah mereka bertemu, mengapa situasi menjadi seperti ini?

       Hujan semakin deras, petir juga mulai menghiasi langit kelabu sore ini. Trotoar yang ia kini pijak sangat sepi, mengingat hujan yang deras ini. Namun, Arum tetap tak peduli. Ia berharap bahwa hujan dapat mengurangi rasa sesak yang semakin terasa di dadanya.

     Arum semakin terisak. Ia jatuh terduduk di trotoar jalanan. Tubuhnya tidak mampu lagi untuk menopangnya, akibat sesak di dada yang menyakitkan.

   Tiba-tiba Arum merasakan ada yang memegang kedua bahunya dan menuntunnya untuk berdiri. Arum mendongakkan kepala untuk melihat siapa yang membantunya berdiri.

"K-kak Dylan?"lirih Arum. Dihadapannya kini ada Dylan, ia juga sama seperti Arum, basah kuyup. Wajah Dylan yang dihiasi ekspresi dingin itu menatap Arum.

"Hm."jawab Dylan. Matanya semakin menatap tajam Arum. "Kenapa lo nangis?"tanya Dylan dingin. Dylan tidak suka melihat Arum menangis dari kecil, karena ia merasa hatinya tercubit jika melihat adiknya itu menangis. "Siapa yang bikin lo nangis?"tanya Dylan lagi, dengan suara yabg dingin dan mengintimidasi.

   Arum menyadari bahwa kakaknya itu tidak suka melihatnya menangis. Sehingga Arum berusaha mengusap air mata yang mengalir di pipinya, dan ia berusaha tersenyum kepada Dylan.

"He-hehe ng-nggak kok, Kak. Arum nangis karena kedinginan aja."ujar Arum sambil berusaha tersenyum kepada Dylan. Dylan semakin menajamkan pandangannya kepada Arum. Berusaha mencari kebohongan di mata hitam legam milik adiknya itu. Dan ia menemukannya. Adiknya itu berbohong, Dylan tau itu. Ia bisa melihat bahwa pancaran mata Arum tersirat kesedihan yang mendalam. Segera dipeluknya tubuh mungil Arum.

"Gue tau lo bohong," Dylan menghentikan ucapannya, otomatis tubuh Arum menegang. Bagaimana kakaknya itu tau kalau dirinya berbohong? "..gue tau lo sedih."ucap Dylan lagi. Ia semakin mempererat pelukannya kepada Arum. Arum melepaskan pelukannya.

"Nggak kok, Kak. Arum gak sedih! Buktinya Arum bisa ketawa ha ha ha."ujar Arum masih berusaha untu mengelak. Tawa Arum terdengar aneh di telinga Dylan, itu dikarenakan ia berusaha untuk tertawa padahal hatinya sedih. Dylan segera memeluk Arum lagi, kali ini sangat erat.

"Gue tau lo pengen nangis," Dyaln menjeda ucapannya, "...nangis aja."ucap Dylan.

    Bagaikan mantra yang sangat manjur, air mata Arum langsung saja mengalir dengan deras di pipinya setelah mendengar ucapan Dylan. Isakan-isakan yang semula pelan kini bertambah kencang. Dylan mendengar isakan itu, isakan yang terdengar sangat menyakitkan di telinganya. Hatinya terasa dicubit dan diremas mendengar isakan itu. Sesungguhnya ia tidak mau adiknya menangis. Selama ini adiknya itu pribadi yang ceria, wajahnya selalu dipenuhi oleh tawa yang sangat manis. Namun, kini adiknya terasa sangat menyedihkan.

     Lama Arum menangis dipelukan Dylan disertai hujan yang mengguyur tubuh merela berdua, hingga kini isakan itu mulai tidak terdengar lagi. Dylan melonggarkan pelukan mereka. Ia menatap mata Arum yang sembab. Sekilas Arum bisa melihat kecemasan dan kesedihan di wajah kakaknya yang dingin itu.

"Gue tau elu gak mau cerita ke gue, gapapa.." Dylan menjeda ucapannya yang masih terkesan dingin, "...tapi jangan sekali-sekali elu nangis sendiri tanpa ada gue di sisi elu." Setelah mengucapkan itu, Dylan memegang kedua pipi Arum, dan mata Arum seketika terbelalak kaget. Bibir Dylan dan bibir Arum menempel sempurna kini. Dylan berusaha menyalurkan kecemasan dan kasih sayangnya lewat ciuman itu. Mata Arum menatap mata Dylan yang tertutup. Kakaknya itu terlihat menikmati ciuman mereka, mungkin itu wujud kasih sayang Dylan kepada Arum. Namun, Arum bingung, apa yang harus ia lakukan? Jantungnya saat ini berdetak sangat kencang.

"Jantungku normallah!" Batin Arum.

****
'
'
'
'
Hai.. hai.. aku balik lagi nih! Berusaha nulis diwaktu yang hampir menunjukkan dini hari haha apa banget bahasa aku wkwk xD

Gimana nih part ini? Aku pengen tau dong, gimana perasaan kalian pas baca part ini?

Jangan lupa Voment ya!

Trims
22-02-2016

-Ri-

3 Boys and My BrotherWhere stories live. Discover now