1

42.8K 734 240
                                    

"Dalam dua ratus meter, belok ke kiri."

"Mah, ini kapan nyampe sih?" tanya Kira membelokkan mobilnya kearah kiri.

"Kamu banyak cingcong, kita aja belom masuk ke daerah perkampungannya." cerocos Dewi.

"Iya iya." balas Kira.

"Belok ke kanan, untuk masuk ke Kampung Biji Duren."

"Nah, nah. Ini udah masuk kampung, Dek."

Mereka pun masuk ke perkampungan itu sambil bertanya ke warga sekitar.

"Mama, liat tuh jalanannya. Tanah-tanah gitu." rengek Kira melihat jalanan yang dilumuri tanah basah di depannya.

"Udahlah, Dek. Nanti pulang ke car wash kan bisa, sayang." ucap Dewi yang membuat Kira menghela nafas.

Kira meringis saat mobilnya melewati jalanan itu, ia tidak suka melihat mobilnya kotor.

"Tidak ada jaringan."

"Mama! ini gpsnya gabisa, gaada sinyal. Gimana nih?" panik Kira ditengah jalan.

"Aduh, eh, itu ada orang!" teriak Dewi. "Kamu pinggirin mobilnya."

"Anu, Pak tau panti pijet Aki Hood gak? yang terkenal itu loh." tanya Dewi pada seorang warga.

"Loh? Ibu gatau ya, kan Aki Hoodnya udah meninggal." terang Bapak-bapak itu dengan raut serius.

Dewi terdiam dengan muka lelahnya sedangkan Kira mengeratkan genggamannya pada stir mobil.

Ga lama Bapak-bapak tadi terkekeh. "Saya bercanda Bu, piss." ucapnya dengan tangan berberntuk 'peace'.

"BAPAK NIH YANG SERIUS DONG PAK, MINTA DILEMPAR KE SAWAH BANGET LU!" semprot Dewi didepan wajah Bapak-bapak yang tidak tau diri itu.

"I-itu, ti-tinggal lurus aja, nanti ada plang tulisannya panti pijet Aki hood." ucap Bapak-bapak itu dengan bahu yang bergetar, takut.

"Awas kalo Bapak nipu saya, saya suruh anak saya lindes kaki Bapak pake mobil." ancam Dewi. "makasih."

Mobil pun berjalan lurus sampe mereka menemukan plang yang Bapak tadi bilang.

"Eh, itu Dek. Kita udah nyampe." Dewi menunjuk kearah rumah yang dipenuhi oleh banyak orang.

"Aduh, rame lagi." keluh Dewi. "Mama turun sini, kamu cari parkir."

Kira mengangguk lalu mencari tempat untuk mobilnya parkir.

"Ah, disitu aja lah." ucapnya lalu kemudia memakirkan mobilnya dan kembali berjalan kearah panti pijat itu.

Sesampainya disana, ia disambut dengan bau badan beraneka ragam manusia disitu.

Kira menulusuri setiap bagian rumah yang disulap menjadi panti ini dan menemukan Ibunya yang menyuruhnya untuk duduk dan tunggu saja diluar.

Kira mendengus. "Berasa jadi supir emak gue sendiri." Kira lalu berbalik berjalan ke teras rumah tersebut.

Keadaan disini dan didalam sangat berbeda, dimana disini lebih sedikit orang. Kira melihat satu tempat duduk kosong dan dengan cepat ia duduk disana lalu mengeluarkan handphonenya.

Setelah bosan bermain handphone, Kira mengunci handphonenya dan melirik orang disamping kirinya telah bangkit lalu pergi begitu saja.

Tak lama, seseorang tiba-tiba saja duduk disampingnya yang membuat Kira kaget dan menjatuhkan handphonenya begitu saja.

"Eh, kalo duduk tuh pelan-pelan! liat tuh handphone gue jatoh!" cerocos Kira, ia menahan amarahnya kali ini.

Moodnya yang sudah buruk karena jalan di perkampungan ini serta terlalu lama menunggu Ibunya, kini kian menjadi-jadi karena orang disampingnya ini.

Lelaki itu mendongak karena sedari tadi dia menunduk. "Ma-maaf, saya ga sengaja tadi buru-buru takut kursinya diambil orang."

Kira terdiam saat bola mata hitamnya bertubrukan dengan bola mata coklat lelaki dihadapannya ini.

"Handphonenya ada yang rusak ya?" Lelaki itu jongkok dan mengambil handphone Kira yang terjatuh.

"Maaf ini kacanya pecah, nanti saya ganti.. atau sekarang aja gantinya?" ucap lelaki itu cepat.

"Engga, nanti aja. Gausah." balas Kira, ia tidak menyangka lelaki yang ia maki-maki tadi malah bersikap baik padanya.

Di kota, mana ada yang begini batinnya.

Lelaki itu akhirnya kembali duduk disamping Kira dan tersenyum, Kira dibuat salah tingah olehnya.

"Kamu udah nunggu lama disini?" tanyanya.

"Iya, eh engga juga sih." jawab Kira. "Disini emang selalu rame ya?"

"Iya, selalu. Maaf ya kalo tempatnya agak kotor." ucap lelaki itu, lagi-lagi meminta maaf.

"Loh? kok malah kamu yang minta maaf sama saya?"

"Saya, cucu yang punya panti pijat ini." balasnya tersenyum. "Oiya, kenalin. Saya Calum, nama kamu siapa?"

"Kirana, panggil aja Kira." jawab Kira ikut tersenyum juga.

"Bagus." ucap Calum tiba-tiba.

"Bagus apanya?" Kening Kira mengernyit.

"Nama kamu, saya suka."

Dan mulai sejak itu, jantung Kira tidak pernah berhenti berdisko saat dirinya disamping Calum, sang cucu dari pemilik panti pijat.


•••
gaada feels2nya tae, but i tried bikin calum sweet disini;)

Panti Pijat • cth | ✔Where stories live. Discover now