61. Mati .... Bagi Pengikut Ngo-Hong-Kau

Start from the beginning
                                    

"Kejam betul perbuatan saudara!" tiba-tiba sebuah suara membentak.

Sebat sekali Ji Bun membalik badan, tampak seorang pemuda jubah sutera tahu-tahu sudah berdiri tidak jauh di belakangnya, maka dia mengejek dingin: "Ngo-hong-su-cia?"

Mungkin baru sekarang pemuda ini dapat mengenali Ji Bun, seketika ia berteriak kaget dan seru:

"Te-gak Suseng!"

"Betul, inilah aku!" dingin dan mengancam suara Ji Bun.

Tanpa menunggu Ji Bun habis bicara, tiba-tiba pemuda baju sutera itu putar badan terus meluncur ke tempat gelap. Agaknya dia tahu diri, tak berani bentrok secara langsung dengan Ji Bun. Tapi Ji Bun sudah kadung benci terhadap musuh, mana dia mau tinggal diam. Sebat sekali badannya berkelebat, tahu-tahu dia berkisar dari arah samping, begitu cepat laksana gerakan setan, baru lima tombak Ngo-hong-su-cia itu bergerak. Ji Bun sudah menghadang di depannya.

"Kau mau lari?" Ji Bun mendesis geram. Tok-jiu-it-sek segera dilancarkan, baru saja Ngo-hong-su-cia sempat melolos pedang, mulutnya menguak, tubuhpun roboh binasa.

Suara suitan bersahutan dari sana sini. Ji Bun bergerak cepat menubruk ke arah suara suitan itu, tetap musuh di ganyangnya habis-habisan, jerit dan pekik seram menyayat hati memecah kesunyian malam. "Gedung setan" ini memang terkenal angker dan seram, kini betul-betul menjadi gedung setan sungguhan.

Kira-kira satu jam kemudian, suasana kembali hening, mayat-mayat malang melintang di mana-mana yang ketinggalan hidup sudah tentu sejak tadi ngacir. Berapa jumlah anak buah Ngo-hong-kau yang gugur, agaknya pihak mereka sendiri juga tidak tahu.

Kembali Ji Bun mengadakan pemeriksaan satu lingkaran, baru kembali ke hutan bambu di tengah empang dan masuk ke ruang bawah tanah, ternyata Ciang Wi-bin sudah menunggu kedatangannya.

"Paman, bagaimana muridmu itu .........?"

"Luka dalamnya sangat parah, jiwanya tak tertolong lagi."

Dia pulang dalam situasi seburuk ini ........"

"Ya, dia pulang karena ada urusan penting."

"Urusan penting apa?"

"Seratusan murid Kay-pang ditahan orang-orang Ngo-hong-kau di dalam hutan sepuluh li di luar kota, sebelum fajar menyingsing mereka akan dibantai bersama ......"

"Kenapa orang-orang Kay-pang sampai tersangkut urusan dengan pihak Ngo-hong-kau?"

"Ngo-hong-kau menuntut Kay-pang agar menyerahkan seorang pengemis bermata satu ......."

"O," Ji Bun teringat akan penyamaran Ui Bing sebagai pengemis mata satu tempo hari. Tak nyana samarannya itu malah mendatangkan petaka bagi pihak Kay-pang.

"Urusan ini menyangkut Ui Bing ......"

"Siautit tahu. Biar Siautit pergi membereskan persoalan ini."

"Ya, terpaksa kau harus membantu ......"

"Kenapa paman omong demikian, inilah kesempatan baik untuk mengikis kekuatan Ngo-hong-kau, waktu amat mendesak, sekarang juga Siautit mohon diri."

"Selesai urusanmu Hiantit harus kembali untuk berunding lebih lanjut ......"

Belum habis Ciang Wi-bin bicara, bayangan Ji Bun sudah tidak kelihatan. Dia maklum soal apa yang hendak dirundingkan dengan dirinya. Sejak mendengar kabar kematian Thian-thay-mo-ki, duka cita membangkitkan amarah dan dendam Ji Bun semakin memuncak, sedetikpun tak tahan lagi.

Cap-li-lim terletak di luar kota Cinyang, kegelapan masih menyelimuti alam semesta. Di dalam hutan gelap gulita, jari sendiripun tak terlihat, namun di luar hutan tampak bayangan orang mondar mandir.

Hati Budha Tangan Berbisa - Gu LongWhere stories live. Discover now