61. Mati .... Bagi Pengikut Ngo-Hong-Kau

2K 46 0
                                    

Ji Bun ikut berjongkok memeriksa, tubuh orang memang terluka di banyak tempat, darah membasahi seluruh tubuh, kulit badan boleh dikatakan sudah tiada yang utuh lagi, keadaannya amat mengerikan.

Bercucuran air mata Ciang Wi-bin, ia sesenggukan tak mampu bersuara.

Sementara itu Ciang Bing-cu bekerja dengan cekatan, lekas sekali dia sudah membawakan obat dan diberikan kepada ayahnya.

"Celaka," tiba-tiba Ciang Wi-bin berteriak kaget.

"Apa yang celaka?" tanya Ji Bun heran.

"Mungkin Ke-siu terluka oleh jago-jago Ngo-hong-kau yang dipasang di sekitar gedung setan ini, dengan luka-luka separah ini, darahnya bertetesan lari kemari mungkin jejaknya akan konangan musuh ......"

"Biar kukeluar memeriksanya?" kata Ji Bun.

"Siau Po, tunjukan jalan bagi Toako, kau sendiri jangan unjukkan diri," Can Wi-bin berpesan.

Siau Po mengiakan, ia menarik tangan Ji Bun terus berlari keluar, yang ditempuh bukan jalan masuk tadi, kiranya ruang di bawah tanah ini masih ada jalan rahasia lain yang tidak sedikit jumlahnya.

Mereka dihadang oleh sebuah dinding, Siau Po entah gunakan benda apa, dia tekan-tekan, tahu-tahu dinding batu setebal dua kaki itu merekah di tengah selebar tiga kaki, segera Ji Bun menyelinap keluar.

"Toako," kata Siau Po berbisik, "aku akan menengok keadaan Si-suheng, sebentar aku menyambut kau di sini."

"Tak usahlah, aku bisa kembali sendiri."

"Toako, ganyang musuh sebanyak mungkin, jangan menaruh kasihan terhadap mereka."

"Jangan kuatir, Te-gak Suseng bukan laki-laki yang berhati lemah."

Setelah menyusuri lorong gelap sepanjang tiga tombak, Ji Bun tiba di deretan hutan bambu warna hijau yang rimbun, pelan-pelan, dia menyingkap dedaunan, tampak hutan bambu ini berada di tengah gunung buatan yang terletak di tengah-tengah empang besar, jaraknya ada empat tombak dari pinggir empang di seberang. Diam-diam Ji Bun menghela napas lega dan kagum, pintu rahasia yang dibangun di tempat tersembunyi seperti ini memang sukar ditemukan orang biasa.

Di seberang empang sana tampak bayangan orang mondar mandir. Dari kejauhan sayup-sayup terdengar suara kentongan empat kali, masih banyak waktu untuk bekerja sebelum terang tanah. Cepat Ji Bun mundur ke dalam hutan terus melompat ke atas gunung buatan. Dari tempat ketinggian ini dia kembangkan ginkang "angin lesus", tubuhnya berputar mumbul melayang dan seringan daun melayang, tanpa mengeluarkan suara dia hinggap di seberang.

Sejenak dia berdiri menerawang sekelilingnya. Didapatinya anak buah Ngo-hong-kau yang di pendam di sekitar gedung setan ini tak terhitung banyaknya. Agaknya tekad musuh teramat besar untuk membekuk dirinya dan Biau-jiu Sansing. Kobaran api di pekarangan kecil sana sudah padam.

"Srek, srek!" dengan sengaja Ji Bun melangkah ke tanah lapang sana dengan menerbitkan suara.

"Siapa itu? Di larang sembarangan bergerak!" agaknya orang menyangka Ji Bun kawannya sendiri.

Tanpa pedulikan seruan orang, Ji Bun malah percepat langkahnya. Segera tiga bayangan orang datang. Tanpa perhatikan bagaimana bentuk rupa dan dandanan ketiga orang ini, kontan Ji Bun sambut mereka dengan pukulan tangan beracun. "Plak, plak, plak!" di tengah nyaringnya tamparan tangannya, ketiga orang sama terjungkal roboh jiwa melayang tanpa sadar apa sebabnya.

Kegaduhan di sini mengejutkan orang-orang lain, orang yang terpendam di tempat lain bergegas berlari kemari.

"Siapa?" bentakan kumandang dari berbagai arah. Kembali lima bayangan orang melayang tiba dari tempat gelap. Dengan cara yang sama, begitu musuh melayang datang, kelima orang inipun ditamatkan jiwanya oleh Ji Bun.

Hati Budha Tangan Berbisa - Gu LongWhere stories live. Discover now