33. Siapa Pembunuh Te-gak Suseng?

2.1K 53 0
                                    

Wi-to-hwecu berjingkrak berdiri. Hadirin yang lain juga ikut berdiri. Suasana seketika memuncak tegang, semua hadirin sama dijalari nafsu membunuh.

Sudah tiada pilihan lain bagi Ji Bun, dalam keadaan seperti ini hanya gugur bersama musuh, tangan kiri yang menggenggam Ngo-lui-cu sampai gemetar, sudah tentu semua hadirin tidak tahu bahwa elmaut sudah diambang pintu.

Agaknya perjamuan yang diadakan Wi-to-hwecu ini memang ada sangkut pautnya untuk membongkar kedok dirinya. Tanpa jeri mata Ji Bun melirik ke arah Thong-sian Hwesio, mata orangpun sedang menatap dirinya. Ji Bun buka suara "Taysu, ada sebuah hal mohon petunjukmu."

"Katakan saja!"

"Kabarnya kematian ayahku dan seorang berkedok lain adalah buah karya Taysu?"

Seketika mencorong sinar mata Thong-sian Taysu. "Pinceng pembunuhnya maksudmu?" desisnya, "siapa bilang?"

"Kabarnya demikian, siapa yang bilang Taysu tidak perlu tahu. Pokoknya ada saksi."

"Omong kosong," teriak Thong-sian.

"Taysu tidak berani mengaku?"

"Kalau benar harus diakui, kalau tidak kenapa harus mengaku, jadi bukan soal berani atau tidak."

"Tapi tuduhan ini betulkan?"

"Tidak!"

"Ji Bun," sela Wi-to-hwecu, "apa tujuanmu?"

"Menuntut balas!" Ji Bun mengertak gigi.

Suara Siang-thian-ong yang berat laksana geledek berkata: "Anak muda, kau sedang mimpi di siang hari? Soal menuntut balas kau salah alamat, apalagi kau mempunyai ayah durjana, kau sendiri harus mawas diri dan merasa malu, bicara sakit hati, kau justeru sasaran Hwecu untuk menuntut balas atas perbuatan bapakmu ......"

"Tutup mulutmu!" bentak Ji Bun.

"Ji Bun," bentak Siu-yan Suthay bengis dan kereng. "Mengingat kau pernah menolong jiwa Hwecu, tiada kesempatan lagi bagimu bicara disini ....."

Ji Bun mendengus berat, jengeknya: "Semua yang hadir ini ikut membantai penghuni Jit-sing-po bukan?"

"Kentutmu busuk," bentak Siang-thian-ong, "memangnya kau pandang Lohu sama dengan Ji Ing-hong, manusia srigala yang kejam itu?"

"Tua bangka, jangan memaki orang," damprat Ji Bun.

Saking marah rambut ubanan Siang-thian-ong yang jarang sampai berdiri. Sudah tentu badannya yang serba buntak tambun itu kelihatan lucu dan menggelikan, tapi juga cukup menakutkan, agaknya dia sudah tak sabar lagi.

"Laki-laki sejati putus hubungan tidak akan mengeluarkan kata-kata kotor," demikian Bu-cing-so memenyelutuk, "Sahabat muda, kau harus membedakan salah dan benar."

"Cayhe sudab cukup membedakannya," sahut Ji Bun.

"Ji-sicu," ujar Siu-yan Suthay, "Kalau kami pandang kau sebagai musuh, jelas kau tiada kesempatan mengundurkan diri, kau percaya tidak? Tahukah kau kenapa selama ini Siangkoan Hwecu bersabar dan menyembunyikan diri saja?"

"Tidak perlu tahu, kalau tempo hari aku sudah tahu siapa dia sebenarnya, jiwanya sudah lama kuhabisi, buat apa aku menolongnya."

"Ji Bun," ujar Wi-to-hwecu, "kau pernah menolongku, sekarang kusilakan kau turun gunung, utang piutang kedua pihak sudah lunas sejak kini, "

"Tidak perlu!" teriak Ji Bun beringas.

"Kau menghapus kenyataan, membual hendak menuntut balas segala, dengan cara apa kau hendak menuntut balas?"

Ji Bun terdesak dan nekat, teriaknya kalap: "Utang darah bayar dengan darah!"

Diam-diam genggaman tangannya kiri semakin mengencang, kalau dia lemparkan Ngo-lui-cu di tengah perjamuan ini, pasti tiada seorangpun di antara hadirin yang selamat.

Hati Budha Tangan Berbisa - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang