59. Dendam Dibalas, Budi Pun Harus

2.2K 51 1
                                    

Tadi sudah timbul hasrat Ji Bun hendak memberitahu Gui Han-bun tentang Khong-kok-lan So Yan, namun saat lain dia batalkan niatnya. Soalnya dia tidak boleh membongkar rahasia Ciang Wi-bin, lagi peduli bagaimana asal usul dan sepak terjang Khong-kok-lan, betapapun dia semula adalah isteri resmi ayahnya, pertikaian ini memang sulit diselesaikan. Tujuan hari ini membunuh Gui Han-bun adalah menuntut balas bagi seluruh penghuni Jit-sing-po yang menjadi korban.

"Te-gak Suseng," ujar Hun-tiong Siancu, "sekarang kau boleh siap turun tangan."

Tiba-tiba tergerak hati Ji Bun, katanya "Siancu mengandalkan ilmu Yan-hun-hu-deh ......."

"Ji Bun," potong Hun-tiong Siancu sambil angkat sebelah tangannya, "tiga jurus kuterima seranganmu tanpa menggunakan gerakan apapun."

Hati Ji Bun sudah mantap, katanya: "Siancu boleh saja menggunakan gerakan tubuh itu, tapi cayhe perlu memperingatkan, seranganku mengandung racun yang amat jahat."

"Tanpa kau katakan juga aku sudah tahu," sahut Hun-tiong Siancu tanpa pikir.

"Baiklah! Nah sambutlah pukulan pertama!" Tok-jiu-it-sek segera dilancarkan dengan mengerahkan seluruh kekuatannya.

Lwekang Hun-tiong Siancu memang paling tinggi di antara mereka bertiga, jika dia tidak kuasa menerima tiga jurus serangan ini, sudah tentu Siangkoan Hong dan Gui Han-bun juga bukan tandingan Ji Bun pula, bahwa Hun-tiong Siancu mengadakan pertaruhan dengan tiga jurus serangan ini, maksudnya adalah untuk menghindari bentrokan habis-habisan, biarlah seorang berkorban daripada bertiga gugur bersama, apalagi bukan mustahil dirinya mampu menerima tiga jurus serangan Ji Bun.

Tanpa sengaja beruntun Ji Bun pernah menanam budi terhadap musuh-musuhnya. Pertama dia menolong Siangkoan Hong yang keracunan, kemudian secara beruntun tiga kali menyelamatkan Siangkoan Hwi lagi. Di tempat semayam Sam-lim-li-sin iapun bantu memberantas orang-orang Ngo-hong-kau yang menyerbu datang. Setengah jam yang lalu iapun menolong jiwa Gui Han-bun dari renggutan elmaut Ngo-hong Kaucu. Dengan berbagai alasan ini, maka Hun-tiong Siancu bertiga merasa rikuh dan tidak enak hati untuk mengeroyoknya. Akan tetapi perbuatan jahat ayahnya memang kelewat takaran, bagaimanapun juga tidak terlampias sebelum mencacah tubuhnya. Oleh karena itu, persoalan di antara mereka menjadi berkepanjangan. Hal inipun dimaklumi oleh Ji Bun, maka begitu turun tangan segera dia kerahkan seluruh kekuatannya.

Penderitaan hidup Hing-thian-it-kiam Gui Han-bun memang harus dikasihani, namun dosa dan perbuatannya yang telah membantai seluruh penghuni Jit-sing-po betapapun takkan terampunkan, untuk membunuhnya, terpaksa Ji Bun harus mengalahkan Hun-tiong Siancu pula. Maka pertempuran kali ini merupakan pertempuran mati hidup, jika Hun-tiong Siancu kalah berarti tiga batok kepala harus diserahkan mentah-mentah.

Oleh karena itu, Hun-tiong Siancu pun tidak berani lena, dia gerakkan kedua tangan, membundar terus menggaris ke depan. "Blang, blung", benturan keras terjadi beberapa kali, dengan mudah ternyata Hun-tiong Siancu berhasil menyambut serangan pertama.

Serasa membeku hati Ji Bun. Kepandaian perempuan ini memang amat mengejutkan, inilah lawan satu-satunya yang paling tangguh selama ini. Bukan saja tidak gentar terhadap serangan racun, dia pula orang pertama yang kuasa memunahkan serangan tangan beracun yang ampuh ini.

Keringat mulai membasahi jidat Hun-tiong Siancu, hal ini menandakan betapa tegang hatinya. Begitu mundur, Ji Bun segera membentak, "Sambutlah jurus kedua."

Tok-jiu-ji-sek segera dilontarkan pula.

Kali ini Hun-tiong Siancu rada menungging, mulutnya mengerang tertahan, kakinya tersurut tiga-empat langkah, wajahnya kelihatan pucat, namun jurus kedua ini dapat dia terima tanpa kurang suatu apa-apa.

Kini tinggal jurus terakhir, jurus yang menentukan mati hidup. Saking tegang badan Gui Han-bun sampai gemetar, telapak tangan berkeringat dingin. Demikian pula keringat Siangkoan Hwecu juga gemerobyos.

Hati Budha Tangan Berbisa - Gu Longحيث تعيش القصص. اكتشف الآن