57. Beberapa Misteri Mulai Terkuak

2.3K 46 0
                                    

"Aaaah!" pekik panjang yang mengerikan berkumandang di angkasa pegunungan. Sebab cengkeram dan mengerahkan tenaga, secara hidup-hidup Ji Bun membetot protol tubuh pemuda baju sutera yang dibekuknya tadi, sekenanya terus dilemparnya mayat itu ke depan.

Berpijar mata tunggal Jit-sat-sin Jiu Jing saking murka, teriaknya seperti kebakaran jenggot "Te-gak Suseng, kalau hari tidak kuhancur leburkan tubuhmu, aku bersumpah tidak jadi manusia."

Ji Bun menyeringai, jengeknya: "Kalau tidak jadi manusia, nah, pergilah jadi setan!"

Belum lenyap dia bicara, tahu-tahu ia sudah menubruk ke arah Jit-sat-sin.

"Jangan bergerak!"

Ji Bun kaget, lekas dia hentikan aksinya, tampak Jit-sat-sin sudah melompat sembunyi ke belakang Ciang Wi-bin, telapak tangannya menekan batok kepala Ciang Wi-bin.

Dengan murka Ji Bun membentak: "Jit-sat-sin, berani kau mengganggu seujung rambutnya, ayam anjingpun takkan kubiarkan hidup dalam Ngo-hong-kau."

Semua orang mengkirik mendengar ancaman tegas ini. Wajah Ji-sat-sin sendiripun berubah, katanya bergelak tawa: "Anak muda, kau tiada punya kesempatan lagi."

"Belum tentu ......."

Tiba-tiba kedua kaki Ciang Wi-bin kembali menggedok-gedok tanah. Ji Bun seketika sadar dan waspada, sigap sekali tiba-tiba dia membalik tubuh, dilihatnya seorang Sucia tengah mengayun tangan menimpukkan Ngo-lui-cu, kekuatan Ngo-lui-cu dapat mencapai beberapa tombak, betapapun cepat gerakan Ji Bun takkan lebih cepat dari pada ledakan Ngo-lui-cu itu.

Kalau Thong-sian Hwesio mampu menghentikan luncuran Ngo-lui-cu di tengah udara dengan ilmu Sian-thian-cin-khi, namun Ji Bun tak mampu berbuat demikian, soalnya masing-masing mempunyai keahliannya sendiri. Waktu amat mendesak, tiada tempo buat Ji Bun mencari akal. Secara refleks terpaksa dia kerahkan sepenuh kekuatannya menggempur dengan kedua telapak tangannya. Setelah pukulan jarak jauh dilontarkan, cepat dia mendekam.

"Daaarl" karena kebentur oleh tenaga pukulan dari jauh sebelum jatuh menyentuh tanah sudah meledak di tengah udara, terdengar dua kali jeritan pula, ketiga Sucia sekaligus terjungkal mampus.

Ji Bun gunakan kesempatan baik ini, di saat Jit-sat-sin terpencar perhatiannya, selicin belut segesit kera tubuhnya tiba-tiba melenting ke belakang Jit-sat-sin, berbareng ia terus menutuk.

Jit-sat-sin tersadar dan kaget, namun sudah terlambat, kesempatan untuk menghantam batok kepala Ciang Wi-bin sudah tiada lagi, lebih perlu menyelamatkan jiwa sendiri, terpaksa dia berkelit. Bahwa dia berhasil meluputkan diri dari tutukan lihay ini membuktikan bahwa kepandaian silatnya memang bukan olah-olah tingginya.

Benci Ji Bun luar biasa terhadap musuh yang ini, di mana tubuh orang berkelebat, sigap sekali iapun membayanginya, berbareng Tok-jiu-sam-sek dilancarkan. Kontan Jit-sat-sin melolong ngeri, tubuhnya terjungkal roboh, namun dia masih kuat meronta bangun. Kembali Ji Bun ayun tangannya dengan telak dada orang ditamparnya, tubuh orang kurus kering laksana genter itu seketika terlempar, "Bluk", begitu terbanting di tanah lantas tak bergerak lagi. Empat Sucia lainnya yang ketinggalan pecah nyalinya, beramai-ramai mereka angkat langkah seribu alias melarikan diri.

Ji Bun tak sempat mengejar dan membunuh mereka, menolong Ciang Wi-bin lebih penting.

Ciang Wi-bin menggosok tangannya yang terikat kencang tadi, katanya sambil tertawa getir: "Hiantit, sungguh berbahaya, hampir saja jiwa kita melayang."

"Paman tidak apa-apa?" tanya Ji Bun prihatin.

"Tidak apa-apa."

"Agaknya mereka sudah pasang perangkap dan menunggu kita di bawah gunung?"

Hati Budha Tangan Berbisa - Gu LongWhere stories live. Discover now