03. Tuduhan yang Sulit Dibantah

ابدأ من البداية
                                    

Tanpa gentar Te-gak Suseng melesat ke dalam hutan, puluhan bayangan putih tampak berjajar menunggunya. Kiranya Pek-sat-sin The Gun dan kawan-kawannya, cuma jumlahnya bertambah delapan. Begitu dia meluncur tiba, orang-orang baju putih itu segera merubung mengelilinginya.

Pek-sat-sin menyeringai, katanya,

"Te-gak Suseng, kedua utusan pihak kami itu kaukah yang membunuhnya."

"Betul."

"Bagus, utang jiwa harus bayar jiwa."

Membesi muka Te-gak Suseng, desisnya dengan bengis,

"Mungkin utang jiwaku malah akan bertambah."

Orang-orang baju putih sama menggerung murka.

Pek-sat-sin mengertak gusar,

"Jangan latah, serahkan jiwamu!" Begitu kedua teJapak tangannya bergerak, sayup-sayup terdengar suara gemuruh guntur menggelegar damparan tenaga menyambar ke depan. Te-gak Suseng angkat sebelah tangannya mendorong, ke depan, secara keras dia lawan serangan musuh.

"Pyaaaaar!" Te-gak Suseng sempoyongan, Pek-sat-sin sendiri tergetar mundur selangkah

Dua orang berbaju putih melejit maju seraya menggempur pada waktu Te-gak Suseng masih sempoyongan.

Sekali berkelebat Te-gak Suseng menubruk ke arah kanan, tiga orang di sebelah kiri, melontarkan serangan bersama. Damparan pukulan dari samping dan belakang membuatnya terpental ke arah Pek-sat-sin.

Pek-sat-sin sudah mengatur napas dan menghimpun tenaga, ia memapak dengan ayunan sebelah tangannya, dua orang berbaju putih dari arah depan menyusul juga menggempur. Gelombang tenaga menggencet Te-gak Suseng dari berbagai penjuru sehingga darahnya terasa mendidih, kepala pusing tujuh keliling, badan bergoyang gontai, kedelapan orang serentak turun tangan melancarkan Ngo-lui-ciang yang terkenal keras dan ganas. Namun sedikitpun Te-gak Suseng tidak kelihatan terluka, hal ini cukup membuat semua, pengeroyoknya terkesiap.

Semakin berkobar napsu membunuh Te-gak Suseng, sebat sekali dia menubruk ke arah Pek-sat sin, ketika Pek-sat-sin gerakkan kedua telapak tangannya, secepat kilat tahu-tahu Te-gak Suseng membelok ke kiri menerjang tiga orang berbaju putih, namun empat orang lain dari kanan dan belakang serentak menggempurnya pula.

"Plak-plak," dua orang berbaju putih terjungkal, namun Te-gak Suseng sendiri juga terpental balik ke tengah kepungan oleh damparan angin pukulan musuh.

"Kurung dia," Pek-sat-sin memberi aba-aba, "jangan biarkan dia menclekat."

Suara benturan laksana bunyi guntur menimbulkan pusaran angin yang kencang. Te-gak Suseng terjepit dan bergoyang seperti perahu dipermainkan ombak, darah semakin bergolak, napaspun memburu. Jelas kalau pertempuran jarak dekat akan menguntungkan dirinya, siapapun yang kena disentuhnya tiada satu yang selamat. Tapi cara bertempur yang dilaksanakan musuh sekarang membuat dirinya mati kutu. Terutama pukulan Pek-sat-sin ganas sekali, demikian juga gabungan pukulan anak buahnya dari berbagai arah teramat rapat dan sukar di jebol, begitu ketat dan gencar serangan musuh sampai dia tidak kuasa balas menyerang.

Sesosok bayangan tiba-tiba meluncur ke tengah gelanggang.

"Aduh!" terdengar Pek-sat- sin The Gun mengerang kesakitan, pusaran angin yang kencang seketika tercerai-berai, begitu tekanan lenyap, sigap sekali Te-gak Suseng menerjang keluar kepungan.

"Huaaaaah," jeritan susul menyusul, beberapa orang baju putih sama jatuh terguling, kecuali Pek-sat-sin, tujuh orang yang lain tiada satupun yang selamat.

Waktu Te-gak Suseng berpaling, dilihatnya dengan muka beringas dan mata menyala Pek-sat-sin tengah menghampiri Thian-thay-mo-ki. Sebaliknya. Thian-thay-mo-ki memandang Te-gak Suseng dengan senyuman manis seperti tak terjadi apa-apa.

Hati Budha Tangan Berbisa - Gu Longحيث تعيش القصص. اكتشف الآن